Home / Rumah Tangga / Istri Bayangan Sang Miliarder / Profesional, Tanpa Perasaan?

Share

Profesional, Tanpa Perasaan?

Author: Xǐn Rose
last update Last Updated: 2025-07-22 12:28:16

Cahaya matahari menyorot lembut lewat kisi-kisi jendela besar yang terbuka setengah. Di dalamnya, ruang kerja Seruni terasa seperti dunia terasing. Sebuah meja panjang dari kayu jati dipenuhi buku, sticky notes warna-warni yang sudah memudar, dan dua laptop terbuka. Di pojok ruangan, sebuah tumbler pink bergambar bunga sakura berdiri anggun di samping dispenser. Seruni baru saja menuangkan air ke dalamnya, lalu meneguk dengan cepat, seakan membunuh rasa lapar yang tak ia sadari. Suara ketukan jari-jarinya di atas keyboard menjadi satu-satunya musik di ruangan itu.

Sesekali, tubuhnya membungkuk, wajahnya begitu dekat dengan layar, seakan ingin menyatu dengan naskah yang tengah ia kerjakan. Tiga hari sudah ia seperti ini. Pagi, siang, malam ... menyatu jadi satu lorong waktu tak berujung. Ia menulis tanpa jeda. Tak ada sarapan, tak ada makan siang. Hanya botol air motif sakura itu yang terus terisi ulang, dan kata-kata yang terus ia tumpahkan ke dalam naskah.

Di luar ruang kerja, Aruna
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istri Bayangan Sang Miliarder   Hadirnya Teman Bernama Juan

    Malam itu, Juan duduk di depan laptopnya. Wajah yang biasanya cerah, kini tampak murung. Berjam-jam ia menatap layar kosong aplikasi pengedit video, tanpa tahu dari mana harus memulai. Konten terakhirnya hanya mendapat sedikit interaksi. Juan menunduk, menyeruput secangkir kopi yang baru diseduh. Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya yang baru saja ia aktifkan.@serunimenulis menyukai salah satu unggahan lamamu. Hati Juan tersentak. Dengan cepat, ia membuka profil itu dan mulai menelusuri. Unggahan lama, puisi-puisi sederhana. Di antara banyak unggahan, satu puisi mencuri perhatiannya."Jika hatiku adalah rumah, maka ada satu pintu yang hanya kau miliki kuncinya." Juan tersenyum. "Meski, aku tak yakin kau pernah tahu."Di mansion, meja kerja Seruni masih dipenuhi sisa malam sebelumnya ... secangkir teh yang mengering di ujung tatakan, catatan kecil dengan coretan tergesa, dan Olaf, boneka salju kecil itu duduk manis di uj

  • Istri Bayangan Sang Miliarder   Yang Tak Terucap

    Sepasang kupu-kupu kecil berwarna biru kehijauan saling berputar di atas danau kecil di taman belakang mansion. Sayap mereka bergetar pelan, menari dalam hangatnya udara sore, menari di antara semilir angin dan cahaya matahari senja yang menyelinap lewat celah dedaunan. Air danau berkilau keperakan, tenang nyaris tak bergelombang, hanya terganggu sesekali oleh sentuhan lembut yang tertinggal, saat sayap mereka menyentuh permukaannya. Namun ketenangan itu tak merambat ke hati Aruna. Dari balik jendela kaca ruang kerjanya, ia memandangi taman itu dalam diam. Di sanalah biasanya, Seruni duduk, bersila di atas rumput dengan laptop di pangkuannya, sandal rumah yang sering ia lupakan saat kembali ke dalam. Kadang, Seruni tertawa sendiri. Kadang mengomel pelan. Tapi, kini ... taman itu kosong. Tak ada rawa renyah Seruni. Tak ada gerutuan. Bahkan, aroma teh Krisan yang biasa ia seduh pun terasa lenyap dari udara."Ada apa denganku?" Aruna menyandarkan tubuhnya di dinding.Ia menatap ruang ke

  • Istri Bayangan Sang Miliarder   Profesional, Tanpa Perasaan?

    Cahaya matahari menyorot lembut lewat kisi-kisi jendela besar yang terbuka setengah. Di dalamnya, ruang kerja Seruni terasa seperti dunia terasing. Sebuah meja panjang dari kayu jati dipenuhi buku, sticky notes warna-warni yang sudah memudar, dan dua laptop terbuka. Di pojok ruangan, sebuah tumbler pink bergambar bunga sakura berdiri anggun di samping dispenser. Seruni baru saja menuangkan air ke dalamnya, lalu meneguk dengan cepat, seakan membunuh rasa lapar yang tak ia sadari. Suara ketukan jari-jarinya di atas keyboard menjadi satu-satunya musik di ruangan itu. Sesekali, tubuhnya membungkuk, wajahnya begitu dekat dengan layar, seakan ingin menyatu dengan naskah yang tengah ia kerjakan. Tiga hari sudah ia seperti ini. Pagi, siang, malam ... menyatu jadi satu lorong waktu tak berujung. Ia menulis tanpa jeda. Tak ada sarapan, tak ada makan siang. Hanya botol air motif sakura itu yang terus terisi ulang, dan kata-kata yang terus ia tumpahkan ke dalam naskah.Di luar ruang kerja, Aruna

  • Istri Bayangan Sang Miliarder   Ketukan Hati Yang Tak Pernah Sampai

    Senja itu, hujan gerimis menari pelan di permukaan danau kecil di belakang mansion Aruna. Butirannya jatuh satu per satu, menciptakan riak-riak kecil yang tenang di atas air. Iramanya halusnya berpadu dengan kesunyian malam. Pepohonan pinus mengangguk pelan tertiup angin, sementara kabut tipis melayang lembut di atas danau, membentuk lukisan musim gugu yang bisu. Dalam keheningan itu, air seolah menangis, menyimpan rahasia yang tak bisa diceritakan.Lampu gantung di lorong utama mansion memantulkan cahaya lembut ke dinding dingin berwarna pucat. Udara mengandung aroma tanah basah, menyelusup melewati celah ventilasi, menyelinap ke kamar Seruni yang senyap.Seruni menutup mulutnya yang menguap. "Seberat ini ya, jadi profesional?"Seruni duduk memeluk lutut di atas ranjang, boneka Olaf terhimpit di pangkuannya, seolah tanpa sadar ia peluk terlalu erat. Bajunya kusut, rambutnya menjuntai lemas. Di sisi ranjang, tumbler pink-nya berdiri tak tersentuh sejak sore. Seruni mengambil iPad di s

  • Istri Bayangan Sang Miliarder   Seruni Menarik Diri

    Malam sebelumnya, saat Aruna melangkah keluar kamarnya tidak ada siapa pun. Matanya menyapu sekitar. Ia merasa tadi mendengar samar-samar suara Seruni. Aruna menggeleng pelan, mungkin hanya perasaannya saja.Pagi harinya, kamar Seruni tak ubahnya kapal selam yang baru saja diterjang badai. Selimut menggelantung di sisi ranjang, seperti bendera putih setengah tiang. Bantal-bantal berserakan di lantai marmer. Tumpukan kemasan keripik kentang dan bungkus cokelat melingkari tubuhnya, layaknya lingkaran Shinta dalam kisah Ramayana. Di pojok lantai berjejer tiga kantong plastik berisi camilan: cokelat, mie instan, marshmallow, dan aneka biskuit warna-warni. Di tengah kekacauan itu, Seruni duduk bersila di tepi ranjang, mengenakan hoodie oversized dan celana training dengan rambut mengumpal seperti benang kusut. Ia memeluk sebungkus jumbo snack keripik kentang rasa rumput laut, seperti pelampung satu-satunya di samudera kesedihannya.“Kalori mungkin bukan solusi.” gumamnya sambil mengunyah,

  • Istri Bayangan Sang Miliarder   Aruna Melindungi, tapi Seruni Membencinya

    Seruni mendorong tubuh Aruna. "Apa ... maksudmu?""Nanti akan kujawab!" Aruna menggenggam erat tangan Seruni. "Sekarang ikut aku, kita kembali ke pesta."Tiba-tiba, serbuan blitz kamera menyambar seperti kilat di langit badai. Para wartawan berebut sudut pandang terbaik, mikrofon terjulur, suara-suara menggema bersahutan dalam kekacauan ballroom elite yang berubah jadi arena media. Namun semuanya membeku dalam satu detik ketika Aruna Mahadewa menunduk dan mencium kening Seruni dengan lembut. Seruni membatu. Matanya membulat, tak percaya. Begitu pula Varla yang berdiri di kejauhan, wajahnya memucat, ekspresi shock tak sempat ia sembunyikan ... jari-jarinya mengepal di sisi gaunnya yang masih ternoda karamel. Tangannya menggenggam sebuah flashdisk kecil.Varla tersenyum benci. "Aruna ... aku akan hancurkan pernikahan palsu kalian!"Para tamu lainnya menahan napas, dan blitz kamera semakin brutal. Aruna melingkarkan lengannya ke pinggang Seruni, menahan tubuh gadis itu dalam pelukan prot

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status