Share

Part 2 ~ Tidak Sengaja

Kejadian Rara putus dua hari lalu menjadi pembicaraan di divisi tempatnya bekerja. Padahal dia hanya cerita ke Pak Robert, waktu mau izin tidak masuk karena sakit. Sakit hati, maksudnya. Sudah tidak diizinkan, eh malah disebar ke yang lain. Alhasil, gosip Rara putus di perayaan setahun hubungan pun merebak.

Hari ini mood gadis itu belum normal, tapi dia tetap profesional dengan datang tepat waktu dan mengerjakan tugas sesuai tupoksi. Jangan sampai saat salary masuk ke rekening tidak sesuai karena ulahnya yang terpuruk pasca putus dengan Harun.

“Mbak Rara, hari ini Pak Robert harus presentasi di rapat dengan pimpinan,” seru salah satu rekan Rara dengan logat jawanya yang kental.  

“Hm,” sahut Rara tapi pandangan tetap pada layar komputer.

“Ini bahan presentasinya,” ujar Slamet sambil menyerahkan flashdisk.

“Kenapa diserahkan ke aku?” tanya Rara heran.

“Pak Robertnya sakit, tadi sudah sampaikan di grup pesan. Mbak Rara yang akan gantikan dia, mbak belum baca ya?”

“Hah, yang bener?” Rara bergegas mencari ponselnya. Tidak ada di meja, kantong celana bahkan laci meja pun tidak ada. “Ponsel aku mana ya?” tanyanya sambil mencondongkan tubuh memeriksa kolong meja, takut-takut kalau ponselnya terjatuh.

“Mana saya tahu, Mbak.”

Rara berdecak lalu membuka tas dan ternyata ponsel masih tersimpan rapi diantara dompet dan power bank. Segera dia sentuh layar dan membuka aplikasi pesan dan benar saja, Pak Robert membahas terkait kealpaannya tidak datang ke kantor karena sakit cacar. Juga perintah agar dirinya menggantikannya presentasi laporan keuangan di depan direktur. Rara terpilih karena posisinya sebagai senior accounting.

“Cacar itu menular nggak sih?” tanya Rara pada Slamet.

“Nggak ngerti Mbak, aku belum pernah kena cacar.”

“Kalau nggak parah, kita minta Pak Robert masuk aja kali ya. Ini rapat penting, masa harus aku yang gantikan Pak Robert. Nggak mau ah,” ujar gadis itu pada Slamet.

“Jangan nolak Mbak, karena Pak Robert nggak akan mengganti Mbak Rara. Apalagi diganti aku, nggak mungkin itu. Lagi pula yang atasan di sini Pak Robert, kenapa jadi Mbak Rara yang kasih perintah.”

“Slamet please deh, tolongin aku. Nggak mungkin aku bisa konsen untuk presentasi. Ada hati yang sedang aku tata di sini,” ujar Rara sambil mengusap dada.

“Nggak usah lebay Mbak, rapatnya setengah jam lagi. Jomblo jangan jadi halangan berkarir, masih banyak laki-laki lain,” ujar Slamet menasehati. Rara berteriak mendengar ejekan Slamet.

Bukan masalah bahan presentasinya, tapi Rara khawatir ia sulit konsentrasi. Lagi pula, direktur yang sekarang ini menjabat masih baru. Ada satu atau dua tahun mungkin dan Rara belum pernah bertemu langsung, hanya pernah lihat fotonya di profil perusahaan. Namanya Kevin, wajahnya lumayan tampan.

Akhirnya Rara membuka flashdisk yang diberikan Slamet dan membaca isi tiap slide dari file presentasi. Sebenarnya dia tidak terlalu kesulitan memahami isi laporan karena terlibat saat penyusunan. Slamet kembali mengingatkan agar segera ke ruang meeting, saat melewati meja kerjanya.  Ada tiga ruang meeting dan yang saat ini digunakan adalah ruang meeting A, dimana ruangannya tidak terlalu besar dan tertutup. Berbeda dengan ruang lain yang lebih besar dan dikelilingi dengan jendela kaca. Yang hadir kali ini adalah para manajer dari tiap divisi, hanya divisi keuangan yang diwakilkan oleh stafnya yaitu Rara Gayatri.

Seorang pria dengan tubuh tinggi tegap hadir dan langsung duduk di ujung meja. Rara menduga dia adalah direktur perusahaan tempatnya mencari nafkah. Ternyata aslinya lebih ganteng dibandingkan fotonya. Akhirnya giliran divisi keuangan untuk presentasi.

“Selamat pagi menjelang siang, perkenalkan saya Rara mewakili Pak Robert akan menjelaskan laporan keuangan yang sudah kami buat dan bisa dilihat keuntungan dari proyek-proyek yang sudah dilakukan.”

Isi slide sudah ditampilkan di proyektor oleh operator dan Rara baru akan melanjutkan bicara saat Pak Kevin menginterupsi.

“Kamu siapa? Ke mana Pak Robert?” tanya sang direktur yang baru sadar karena tadi fokus pada ponselnya. 

“Saya Rara Pak, staf divisi keuangan. Pak Robert tidak bisa hadir karena beliau sedang sakit, jadi saya ….”

“Dia ini benar karyawan perusahaan?” tanya Kevin pada peserta rapat yang lain.

‘Hello, kalau aku bukan karyawan untuk apa di sini. Ah si bos, kok jadi pinter begini sih dan yang bikin tambah greget adalah Pak Kevin menatapku dari kepala sampai kaki dengan dahi berkerut. Apa ada yang salah dengan penampilanku?’ batin Rara.

Rara pun balas menatapnya, kapan lagi coba saling tatap dengan orang ganteng dan nomor satu di kantor. Potongan rambut Pak Kevin yang cepak dengan rahang tegas dan ada titik-titik janggut yang baru tumbuh. Hidung nggak usah ditanya, bisa buat semut pada perosotan di situ karena mancung dan yang serem adalah tatapan matanya. Pria itu menatap tajam ke arahnya.

“Pak Robert nggak asal kirim pengganti ke sini ‘kan?”

Pertanyaan itu sukses membuat Rara bingung. “Beliau bertanya ke aku atau ke Pak Robert. Aku ‘kan cuma ikut perintah, ah dasar aneh,” ujar Rara dalam hati.

“Tidak Pak, Robert mengirim dia pasti bisa diandalkan,” bela Pak Andi manajer SDM. Akhirnya ada yang waras di ruangan ini. “Walaupun dia jomblo, tapi dia profesional,” seru Pak Andi lagi.

Rara melirik sinis dan menarik ucapannya tadi dan melirik sini Pak Andi yang sedang terkekeh. Untuk apa coba dia umumkan kalau dirinya sekarang jomblo, nggak aja dia siarkan langsung di stasiun TV.

“Kamu kelihatan seperti mahasiswa magang, makanya saya tidak percaya kalau kamu karyawan. Ya sudah lanjut, kita lihat bagaimana kemampuanmu,” titiah Kevin yang sekarang bersandar pada kursinya dan bersedekap dengan gaya angkuh. 

Rara melanjutkan presentasi. Menjelaskan apa yang muncul di layar, baik itu laporan tahunan dan rencana jangka pendek divisi keuangan setahun ke depan. Hampir dua puluh menit berdiri mengoceh ke sana kemari, akhirnya sampai pada slide terakhir dari presentasi dan selesai.

Setelah kembali ke kursi, bahkan bokongnya belum mendarat sempurna saat Kevin menginterupsi agar Rara kembali membuka slide. Pria itu ertanya dan banyak sekali pertanyaannya. Tentu saja Rara bisa menjawab semua pertanyaannya, karena bagian dari pekerjaan yang memang dikuasai.

“Duduklah! kemampuan kamu lumayan.”

‘Lumayan? Aku nggak mungkin ada di sini kalau hanya lumayan,’ batin Rara. Rasanya ingin mencibir tapi tidak ada nyali. Rara kembali menyimak jalannya rapat, bahkan sesekali menguap. Akhirnya pria itu menutup rapat tepat sebelum jam makan siang. Perut terasa sudah bernyanyi karena tadi pagi dia melewatkan sarapan.

“Gimana Rara, jangan lama-lama jomlolah. Jadian aja sama Slamet,” ejek Pak Andi yang dijawab dengan memberikan tatapan laser pada pria yang sedang terkekeh.

Rara berniat keluar untuk membeli makan siang dan menunggu lift turun ke bawah. Untungnya saat rapat dia bawa clutch, di mana dompet, ponsel dan kunci motor ada di dalamnya. Mengingat persediaan uang sampai akhir bulan sudah menipis karena dipakai beli cake mahal dan nggak guna, gadis itu harus makan siang agak jauh untuk dapat makanan yang sehat tapi harganya ekonomis.

Motor matic yang dikendarai sudah keluar dari basement dan melaju pelan. Kembali teringat masalah Harun dan permintaan orang tuanya mengenai tambahan biaya berobat. Karena melamun gadis itu tidak menyadari mobil di depannya berhenti karena harus antri keluar dari area gedung dan …

Brak.

“Mampus kau Rara, tambah lagi aja masalah di hidup lo,” gumamnya sambil membuka helm.

Seorang pria keluar dari mobil.  “Turun kamu!” teriaknya.

Rara membuka kaca helm.

“Ck, kamu lagi.”

“Gawat, ternyata mobil Pak Kevin,” gumam Rara.

“Pak Kevin, maaf Pak. Saya nggak sengaja.”

“Dari sekian banyak orang di dunia ini kenapa aku harus berurusan dengan Kevin Baskara dan dari sekian banyak orang pula di dunia ini kenapa harus aku yang berada di situasi ini,” ujar Rara dalam hati.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kasih Rahmawati
seru bagus
goodnovel comment avatar
Sari Purwaningsih
Seru ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status