Rara Gayatri terpaksa bersandiwara sebagai kekasih Kevin Baskara. Kevin adalah pimpinan di kantor tempat Rara bekerja. Saat akan mengakhiri sandiwara mereka, orangtua Kevin mendesak Kevin untuk segera menikahi Rara karena ada pemberitaan tentang Kevin yang bisa mencoreng nama baik keluarga. Rara menolak menikah dengan Kevin, begitupun sebaliknya. Karena terdesak, Kevin menawarkan pernikahan kontrak dengan kompensasi sejumlah uang. Rara yang memang sedang membutuhkan uang, akhirnya menyetujui kerjasama tersebut. Dalam menjalani perannya sebagai istri bayaran, Rara mulai menyukai Kevin. Namun, kedekatan Kevin dengan kekasih rahasianya membuat Rara mengalah dan kedatangan Mantan kekasih Rara yang membongkar kerja sama pernikahan tersebut menjadi berantakan. Rara dan Kevin akhirnya mengakhiri kesepakatan mereka. Masalah lain muncul karena Rara dinyatakan hamil. Dapatkah Rara dan Kevin bersatu atau bahagia bersama hati yang lain?
View MoreAkhirnya jam kerja pun berakhir. Rara bergegas merapikan meja dan memastikan komputer sudah off lalu menuju mesin absen tidak jauh dari lift. Biasanya dia tidak pernah meninggalkan kantor di jam seperti ini, karena akan berebut menggunakan lift. Apalagi berada di lantai tujuh dan lift sudah penuh dari atas. Karena hari ini ada perayaan yang begitu spesial, jadi gadis itu harus bergegas pulang.
Beruntungnya Rara berdesakan di dalam lift dengan para wanita. Tidak perlu khawatir ada yang mengambil kesempatan. Saat keluar dari lift, segera ia menuju parkiran basement. Tepatnya parkiran motor. Tujuannya adalah toko kue, The Harvest Cake. Harganya lumayan mahal, tapi sesuai dengan rasanya. Apalagi ini momen spesial, wajar kalau harus mengeluarkan budget yang tidak biasa.
Sampai di toko, pilihannya jatuh pada chocolate tiramisu. Bentuknya saja sudah menggugah selera. Kebetulan Rara dan Harun sama-sama penyuka coklat. Harun adalah kekasih Rara dan hari ini anniversary setahun hubungan mereka.
“Ucapannya ini ya mbak,” ujar Rara sambil menyerahkan memo berisi ucapan yang akan dituliskan di atas cake.
Cake sudah bergantung aman dimotor. Dengan laju pelan agar tidak terbentur dan merusak bentuk cake, akhirnya Rara sampai di gedung apartemen di mana Harun tinggal. Yang dia tahu hari ini Harun libur dan ada di apartemennya.
Setelah keluar dari lift, Rara mengeluarkan cake dari kardusnya. Tepat di depan pintu unit Harun, lilin pun dinyalakan lalu dia menekan code acces untuk membuka pintu. Apartemen itu terlihat sepi, tapi Rara hampir terjungkal karena tersandung heels dan dia yakin itu bukan miliknya yang tertinggal atau sengaja ditinggalkan sebelumnya.
“Ini punya siapa ya?” gumam Rara.
Di dapur tidak ditemukan Harun, termasuk di balkon yang pintunya terbuka. Kamar menjadi tujuan berikutnya. Terdengar suara gemericik air dari shower, tapi bukan hanya itu saja. Ada suara lain dan Rara yakin suara dari dua orang dan salah satunya suara seorang wanita.
“Ahh, Harun lebih kencang.”
“Sabar sayang. Sebentar lagi aku akan sampai.”
Terdengar percakapan dari dalam toilet, meskipun sangat pelan. Perasaan gadis itu mulai tidak enak dan lilin pun sudah meleleh. Dengan langkah pelan Rara menuju toilet yang pintunya tidak tertutup rapat.
‘Tidak apalah kalau aku melihat Harun dalam kondisi polos, dari pada tunggu dia keluar yang ada makin penasaran,’ batin Rara.
Mata Rara terbelalak karena terkejut. Hampir sama terkejutnya ketika melihat saldo rekening di akhir bulan yang hanya saldo minimum. Harun yang membelakanginya dengan kondisi tidak berbusana dan basah di bawah guyuran shower, juga seorang wanita. Keduanya sama-sama telanjang dan begitu intim, dengan bagian bawah tubuh menyatu.
“Tega kamu ya, hari ini anniversary kita dan kamu rayakan dengan mengkhianatiku.”
Harun terkejut dan berbalik lalu menutupi miliknya dengan kedua tangan, si wanita berdiri di belakang tubuh Harun.
“Dia siapa?” tanya wanita itu.
“Rara, aku bisa jelaskan,” ujar Harun.
“Jelaskan apa? Mau bilang kalau kalian khilaf.”
“Harun dia siapa?” tanya wanita itu lagi.
“Bilang ke perempuan itu, aku ini siapanya kamu,” teriak Rara.
Harun terdiam sepertinya dia bingung untuk mengakui siapa Rara dan hubungan mereka. Rasanya Rara ingin menjambak rambut kedua manusia tidak berakhlak di hadapannya, bahkan ia terlihat konyol dengan cake di tangan dan berhadapan dengan pasangan yang tidak berpakaian.
“Dia … mantanku,” sahut Harun.
“Eh mantan, mending lo pergi deh. Ganggu kesenangan kita aja,” ujar si wanita.
“Mantan?”
Rara meyakinkan dirinya, kalau Harun memang mengatakan dia adalah mantannya.
“Mantan apaan?” tanya Rara sambil melemparkan cake yang ada di tangannya tepat mengenai wajah Harun. “Gue nggak rela lo bilang mantan, sedangkan tadi siang lo masih bilang sayang ke gue. Mulai saat ini kita putus dan lo mantan gue,” ujar Rara sambil berteriak.
“Dasar perempuan aneh, pergi lo,” teriak wanita itu sambil membersihkan wajah Harun yang penuh cream.
Rara beranjak pergi dari tempat itu, mengabaikan teriakan Harun yang memanggilnya dan ocehan wanita murahan yang bersedia enak-enak dengan Harun padahal mereka jelas belum menikah. Rasanya setahun yang dijalani bersama Harun, sia-sia. Gadis itu begitu naif, sejak semalam merencanakan hal ini tapi kejutan yang disiapkan mengalahkan kejutan yang Harun berikan.
Tidak terasa ternyata air mata sudah menetes di wajah Rara dan segera mengusap air matanya saat berdiri di depan lift.
“Rara.”
Harun ternyata menyusul. Hanya mengenakan bathrobe, bahkan tanpa alas kaki dan di wajahnya masih ada sisa cream dari cake yang dibeli dengan harga mahal tapi berakhir di wajah si pengkhianat.
“Aku bisa jelaskan,” ujar Harun sambil menatap Rara.
“Tidak perlu.”
“Aku pria normal, Rara.”
“Aku juga wanita normal,” sahut Rara masih melayangkan pandangan ke arah lain.
Harun berdecak, lalu menghalangi jalan ketika pintu lift terbuka.
“Minggir!” titah Rara tanpa semangat.
“Rara, aku pria dewasa dan normal. Perlu mengeluarkan hasratku dan kamu tidak bisa penuhi itu.”
“Lalu salah aku? Kamu harusnya menikah bukan pacaran,” pekik Rara yang menatap pria konyol di hadapannya.
“Aku belum siap.”
“Ya jangan dulu muncrat ke mana-mana. Gila kamu ya, aku nggak habis pikir. Otak mesum kamu jadi alasan untuk mengkhianati aku.”
“Bukan begitu Rara.”
“Harun,” terdengar suara pasangan si mesum memanggil.
“Kamu jangan gitu dong, masa kita pacaran cuma pegangan tangan doang. Aku raba-raba kamu dikit, ngambeknya lebih dari seminggu. Aku minta cium, itu pun dapat sekali doang dan hanya pipi. Oke kita putus dan sebaiknya kamu coba pahami apa yang aku sampaikan tadi, daripada jadi perawan tua,” tutur Harun yang cukup menohok dihati Rara.
“Fix, lo nggak waras,” ujar Rara lalu masuk ke dalam lift sebelah yang baru saja terbuka.
“Jangan kangen aku ya, karena aku nggak bakal kangen kamu,” ujar Harun sambil terkekeh.
Rara memberikan jari tengah pada pria tidak waras dengan penampilan anehnya, lalu menekan tombol agar pintu segera tertutup.
“Mbak, berantem ya sama pacarnya?”
Rara menoleh, ada dua remaja di dalam lift yang tersenyum ke arahnya.
“Dia bukan pacar saya.”
“Terus siapanya mbak?”
“Bukan siapa-siapa. Dia tidak waras, hati-hati kalau ke lantai tadi. Takutnya kalian bertemu orang itu.”
Dalam perjalanan pulang, Rara menangis bahkan terkadang berteriak. Mungkin pengguna jalan yang melihat keadaannya bertanya-tanya ada apa dengannya, tapi Rara tidak peduli. Sebenarnya dia bukan menangisi putusnya hubungan dengan Harun, tapi sakitnya dikhianati.
Justru Rara bersyukur karena tahu brengseknya Harun sekarang, bagaimana kalau ternyata mereka berjodoh kemudian terungkap kalau Harun ternyata player. Gadis itu kembali meraung, mengingat uang yang harus dikeluarkan untuk membeli cake dan berakhir di wajah Harun.
“Tau gitu tadi beli seblak aja, terus aku siram ke wajahnya. Perih tuh mata kena kuah pedas. Dasar Harun gila.” Rara kembali berteriak.
Sampai di kostan, ponselnya bergetar ternyata ada pesan dari kampung. Pengobatan Ayahnya masih harus berlanjut dan mereka butuh uang. Padahal minggu lalu dia sudah kirimkan sebagian gaji bulanannya. Dari mana lagi ia harus dapatkan uang untuk bantu orangtua.
"Arghh."
“Mas, aku kok ragu ya.”“Ayolah, sesekali tidak masalah tinggalkan anak-anak. Ada Ibu dan Mamih, juga pengasuh mereka. Aku mau ditemani kamu, sekalian kita honeymoon. Kita belum pernah loh, tahu-tahu sudah punya anak dua.” Kevin memeluk Rara yang sempat terhenti mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa.Ada kegiatan di luar kota, kali ini Kevin mengajak Rara. Arka sendiri tidak masalah, begitu pun dengan Mihika. Kiya sedang berlibur di Surabaya, bersama eyang -- ibu Rara. Hanya Abimana dan Mihika tidak keberatan kalau bocah itu dititip bersamanya.Apalagi di kediaman Arka ada kedua anak Slamet dan Kamila, membuat Abimana tidak akan jenuh karena memiliki teman sebayanya.“Jangan bawa banyak pakaian, apalagi untuk malam. Aku lebih suka kamu tidak berpakaian,” bisik Kevin.“Masss.”“Aku tunggu di bawah ya, jangan kelamaan aku sudah lapar.”“Hm.”Saat Rara bergabung di meja makan, Kevin dan Abimana sudah siap di kursinya. Terlihat Kevin sedang menjelaskan kalau besok Rara dan dirinya a
Rara terjaga dari tidurnya. Menggeser pelan tangan Kevin yang memeluk pinggangnya lalu beranjak duduk dan bersandar pada headboard. Masih dengan suasana kamar yang cahayanya temaram, ia mengusap perut yang sudah sangat membola sambil mengatur nafas. Sudah beberapa malam merasakan sakit yang datang dan pergi, sepertinya kontraksi palsu. Namun, kali ini terasa lebih sering. Sedangkan hari perkiraan lahir bayinya masih minggu depan.“Ahhhh.” Rara mengerang pelan. Terdengar suara tangisan Kiya, meskipun ada Nani yang akan sigap sebagai Ibu tentu saja Kiya tidak tega. Beranjak pelan menuju kamar putrinya. Benar saja, Kiya sedang menenangkan putrinya.“Princess bunda kenapa nangis?”“Nda,” panggil Kiya sambil mengulurkan tangannya.Rara tersenyum lalu ikut naik ke ranjang Kiya yang saat ini berumur satu setengah tahun.“Bobo lagi ya, masih malam nih.”“Nda.”“Ssttt.” Rara memeluk Kiya dan menepuk bok0ng bocah itu dengan pelan. “Nani, tolong buatkan susu botol, mungkin dia haus.”Setelah me
Rara mendengarkan curhatan adik iparnya mengenai sang suami yang dituduh selingkuh. Sungguh hal yang jauh dari sikap seorang Slamet. Apalagi pria itu terlihat begitu menyayangi Kamila dan putra mereka. Begitu pun kesempatan untuk macam-macam, sepertinya tidak ada.“Aku yakin dia selingkuh kak.” Kamila menyimpulkan setelah dia menceritakan bagaimana sikap Slamet yang dianggap tidak setia. “Iya ‘kan?”“Hm, gimana ya,” gumam Rara.“Gimana apanya?”“Kamila, gini loh. Ketika suami macam-macam, biasanya istri akan merasakan dan melihat perubahan sikap dari sang suami. Misalnya jarang di rumah atau mulai acuh. Kalau aku lihat, Slamet nggak ada indikasi begitu. Lihat saja tuh, dia malah asyik main dengan Kai dan Kiya.”“Ya bisa aja pas di kantor. Aku curiga mungkin saja perempuan itu teman satu divisinya.”“Kamila, curiga boleh ….”“Kak, aku bukan curiga,” ujar Kamila menyela ucapan Rara.Rara kembali mendengarkan ocehan Kamila dan sesekali mengangguk. Saran darinya untuk memastikan kebenaran
Ada rasa bahagia saat dokter mengatakan kalau Rara sedang hamil dan gejala yang muncul sangat umum untuk awal kehamilan. Tanpa harus mengikuti program kehamilan, ternyata istrinya sudah lebih dulu mengandung. Namun, ada kekhawatiran melihat Rara tergolek lemah karena tidak sadarkan diri.Bahkan saat kehamilan Kiya, Kevin tidak tahu dan tidak mendampingi karena mereka terpisah semenjak ada masalah. Pun saat Kiya lahir, Kevin malah dalam proses pengobatan di Singapura.“Maaf sayang, kali ini aku pastikan akan mendampingi kamu. Apapun yang kamu rasakan kita jalani bersama,” bisik Kevin sambil mengusap kepala istrinya.Akhirnya Rara pun siuman dan terkejut dengan keberadaannya saat ini, bukan di kamarnya.“Mas ….”“Jangan memaksa bangun,” ujar Kevin menahan tubuh Rara agar tetap berbaring.“Aku kenapa Mas?”“Kamu sempat pingsan waktu kita mau pulang. Bukannya aku sudah bilang kalau kamu sakit jangan memaksa untuk ikut denganku.”“Hanya sakit kepala saja Mas. Ayo kita pulang, aku takut Kiy
Ucapan Mami Mihika mengenai dirinya kemungkinan hamil, membuat Rara resah. Kevin menyangkal karena sering memakai pengaman, meskipun kadang lupa. Sebenarnya tidak masalah walaupun ia hamil, toh Kiya sudah hampir satu tahun. Hanya saja rencana Kevin untuk program hamil tentu saja gagal.“Sayang, hei.” Tepukan di bahunya membuat Rara tersadar dari lamunan.“Ya.”“Are you okay?” tanya Kevin dengan mengernyitkan dahi. Rara hanya mengangguk pelan dan menyadari mobil sudah berhenti di … rumah mereka.“Sudah sampai?” tanyanya sambil melepas seatbelt.“Bahkan Kiya sudah duluan turun,” jawab Kevin. “Kamu yakin baik-baik saja?”“Aku baik sayang, hanya saja tadi aku melamun mungkin. Ayo turun!”Menjelang tidur, pikiran Rara masih terkait antara hamil dan tidak hamil. Untuk memastikan dia hanya perlu tespek atau ke dokter. Masalah datang bulan agak sulit menjadi dasar ukuran karena sejak melahirkan Kiya, periode bulanannya tidak teratur. Seperti bulan ini, yang belum datang juga.“Sayang, besok a
Banyak berkah dan kemudian menjadi istri dari Kevin Baskara, yang awalnya bukan tujuan Rara kini ia bersyukur dengan segala yang dirasakan. Seperti saat ini, pulang ke Surabaya menggunakan pesawat dengan pilihan kelas bisnis agar Kiya tetap nyaman. Bahkan ketika tiba di bandara, mobil yang memang disiapkan untuk kebutuhan Ibu sudah menjemput.Rumah peninggalan almarhum bapak tidak berubah hanya diperbaiki kalau ada kerusakan, tapi Kevin membeli kavling di sebelah rumah Ibu dan dibangun untuk ia tinggal ketika berkunjung ke sana. Mobil sudah berhenti di depan pagar, Ibu keluar dengan antusias.“Cucu Uti sudah datang, ayo sini gendong sama uti.”Kiya yang dalam perjalanan dipangku oleh pengasuhnya pun berpindah ke gendongan Ib, bahkan tergelak saat Ibu menciumi pipinya.“Ayo masuk, istirahat dulu. Kamu pasti pusing ‘kan turun dari pesawat,” ujar Ibu pada Rara.Rara menganggukan kepala setelah mencium tangan ibunya, lalu menuju rumah mereka. Pak Budi membawakan koper dan tas milik Rara d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments