Kevin mengusap kasar wajahnya, mendengar Mami lagi-lagi membicarakan masalah jodoh. Menurut wanita itu, di umur Kevin ini seharusnya sudah punya anak dua. Papi Kevin seakan tidak peduli, dia fokus dengan tablet dan menyesap kopinya. Mungkin sedang mengawasi pergerakan saham.
“Kevin, kamu dengar Mami nggak sih?”
“Ck, ya dengar Mih. Mami dari tadi ngoceh terus bahkan aku nggak jadi sarapan nih,” keluh Kevin.
Sebenarnya Kevin sudah tinggal terpisah di apartemen dan pagi ini dia mampir karena permintaan Mami. Sudah bisa diduga akan begini, lagi-lagi masalah perempuan. Memang umurnya sudah tiga puluh lima dan belum menikah lagi. Pernikahan sebelumnya berakhir karena mantan istri Kevin berkhianat.
“Pih, anakmu nih,” ujar Mami.
“Sayang, tenang saja. Mungkin Kevin masih belum yakin dengan pilihannya, jadi kita tunggu saja.”
“Memang kamu mau istri yang kayak gimana sih?” tanya Mami.
‘Yang enak lah Mih, cantik tapi nggak enak ya mana aku mau,’ batin Kevin.
“Jangan yang kayak Mami,” sahut Papi.
“Eh, maksudnya apa?” tanya Mami pada Papi. “Memang kenapa nggak boleh seperti aku?”
“Kevin pasti mikirnya kamu itu cerewet, yang dibahas masalah calon istri terus dan dalam hatinya dia nggak mau punya istri yang cerewet.”
“Jadi menurut Papi aku ini cerewet?”
“Bukan menurut aku, tapi menurut Kevin.”
“Ah, nggak. Papi yang bilang bukan aku. Kalian tenang aja. Aku bukannya nggak laku tapi ….”
“Masih ingin main-main,” sela Papi. “Kevin, Papi pernah muda. Pernah merasakan apa yang sedang kamu lewati sekarang. Fisik oke, jabatan bagus dan berkecukupan. Hanya mengerlingkan mata, wanita pasti ngikut. Bahkan Papi berani tidur dengan wanita random, tapi semua berubah ketika Mami buat Papi jatuh cinta. Papi nggak mau kamu ikuti jejak Papi, fokus pada salah satu pilihan dan yakinlah kamu akan bahagia dengan wanita pilihanmu.”
“Iya,” jawab Kevin singkat. Selain karena sudah siang, dia tidak ingin memperkeruh suasana dan semakin panjang nasehat kedua orangtuanya.
Sebenarnya Kevin mirip-mirip dengan masa muda Papinya. Bedanya dia akan macam-macam hanya dengan perempuan yang statusnya memang sebagai pacar. Mantan istri Kevin bernama Amanda, dia seorang pengacara. Parasnya cantik, seksi dan terlalu cerdas. Dia tidak suka wanita cerdas yang berujung mengatur kehidupan juga rumah tangga mereka. Ditambah Amanda dekat dengan rekan satu firma dan kedekatannya termasuk saling memuaskan. Akhirnya, mereka … bercerai.
Sudah hampir setahun Kevin menjalin hubungan dengan Vanya. Vanya, seorang model. Namun, dua bulan ini mereka jarang bertemu karena dia sedang menetap sementara di Bali sebagai brand ambassador suatu produk dan sedang syuting film horor. Entah berperan sebagai tokoh utama atau hantunya, Kevin kurang mendalami hal ini tapi kalau urusan kedalaman yang lain tentu saja dia sudah mahir.
“Selamat pagi Pak,” sapa Sari sekretaris Kevin saat melewati mejanya.
“Hm.”
Akhirnya Kevin tiba di kantor, setelah melewati drama bersama Mami dan Papi. Sudah dua tahun ini Papi mengangkat dirinya sebagai direktur di salah satu cabang perusahaan property miliknya, sedangkan kantor pusat masih Papi yang pegang. Sari mengikuti Kevin ke dalam ruangan. Setelah melepas jas dan menyampirkan pada sandaran kursi, pria itu mendengarkan jadwal hari ini yang dibacakan oleh sekretarisnya.
“Jam berapa rapatnya?”
“Jam sembilan, Pak,” jawab Sari.
“Bawakan saya kopi dan ingatkan saya kalau rapat sudah siap dimulai.”
***
Di tengah rapat, dia dikejutkan dengan seorang gadis yang memulai presentasi keuangan. Ke mana si Robert, perasaan tidak pernah menandatangani surat pemecatan atau pergantian manajer keuangan.
“Kamu siapa? Ke mana Pak Robert?” tanya Kevin.
Ternyata gadis itu staf keuangan dan Robert sendiri meminta untuk diwakili. Tentu saja Kevin tidak percaya dengan kemampuan gadis itu, dia masih terlihat seperti anak magang. Sepertinya dia harus tanya HRD, jangan-jangan mereka mempekerjakan anak di bawah umur.
Ternyata namanya Rara dan dia mendapat dukungan dari manajer lain kalau dirinya memang kompeten. Kevin pun persilahkan Rara melanjutkan presentasi. Hasilnya bagus dan dia mampu menjawab pertanyaan seputar laporan keuangan. Luar biasa, tapi Kevin hanya memujinya sedikit. Jangan sampai dia besar kepala. Di sela rapat pria itu membuka pesan dari Mami.
[Makan siang, di resto XXX. Ajak kekasih kamu atau Mami jodohkan kamu dengan pilihan Mami dan Papi]
Rasanya Kevin ingin mengumpat, tapi ini Mami. Wanita yang dia sayangi dan saat ini dia berada di tengah rapat. Sebagai pimpinan tentu saja tidak boleh asal bicara. Rapat pun diakhir, menjelang waktu istirahat.
“Makan siang seperti biasa Pak?” tanya Sari.
“Tidak usah, saya ada janji di luar,” ujar Kevin lalu berniat segera menemui orang tuanya. Keputusan sepihak tentang perjodohan sungguh tidak ia setujui.
Saat berada di mobil, Kevin menghubungi Papi karena keberatan dengan keputusannya. Namun, Papi minta patuh saja. Siapa tahu pilihan mereka memang cocok untuknya. Di tengah kegundahan hati dan fokus pada kemudi, mobil pun mulai meninggalkan area kantor dan ….
Brak.
Kevin Aku menginjak rem karena ada yang menabrak dari belakang. Segera dia keluar dari mobil.
“Turun kamu!," teriak Kevin. "Ck, kamu lagi.” Ternyata gadis yang tadi presentasi, Rara.
Pria itu memeriksa area yang lecet karena benturan, sedangkan Rara sudah memohon-mohon kalau dia tidak sengaja. Dua orang security menghampiri mereka dan menawarkan membawa mobil ke bengkel. Kevin menatap Rara yang memperlihatkan wajah sendunya. Entah bisikan setan mana, dia pun ingin memanfaatkan gadis itu.
“Kamu tahu harga mobil ini?” tanya Kevin pada Rara dan hanya dijawab dengan gelengan kepala.
“Kamu harus tanggung jawab, kalau saya hitung-hitung mungkin sampai sepuluh juta,” ujar Kevin asal saja.
“Hahh, sepuluh juta. Saya harus bayar sepuluh juta, Pak?”
“Owh nggak, saya yang bayar ke kamu. Ya kamulah yang bayar, ‘kan kamu yang menabrak mobil saya.”
“Tapi saya nggak ada uang, sudah habis untuk kirim ke kampung dan bayar sewa kost,” jawabnya lirih.
Gotcha.
“Sudah kebaca kalau kamu memang tidak akan mampu bayar. Ikut saya!”
“Ke mana Pak?”
“Ck, ikut sajalah.”
Rara menahan tangan Kevin. Berani juga dia pegang-pegang, padahal dia tahu dan sadar kalau Kevin adalah atasannya. Direktur perusahaan tempatnya bekerja.
“Nanti dulu Pak, jangan bawa saya ke kantor polisi. Kita bisa selesaikan secara kekeluargaan saja.”
‘Apalagi ini, untuk apa aku bawa dia ke polisi. Padahal aku hanya akan memanfaatkan dia untuk bertemu Mami dan Papi,’ batin Kevin. Dengan sedikit bentakan, Rara pun ikut dengan Kevin. Sedangkan motornya diamankan oleh security.
Selama perjalanan Rara banyak bicara, memohon agar tidak memecatnya. Mana mungkin Kevin akan pecat Rara, sedangkan kompetensinya lumayan baik. Robert pasti ngamuk kalau Rara sampai dipecat. Pria itu akan memanfaatkan Rara untuk bertemu dengan Papi dan Mami, sebagai ... kekasihnya.
“Pak, ini saya mau diculik ke mana?” tanya Rara sambil mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kevin tidak menjawab, perasaan gadis itu makin tidak karuan.Bagaimana kalau Pak Kevin akan minta ganti rugi dengan hal lain. Menjadi pembantu rumah tangga atau one night stand. Oh Tuhan, aku harus bagaimana. Tidak mungkin aku minta bantuan Ayah dan Ibu untuk bantu ganti rugi, sedankgan mereka menunggu bantuanku juga, batin Rara. “Ini kok belok ke restoran sih,” gumam Rara. Ini sebenarnya mau ke mana, kenapa malah ke restoran mewah. Rara menduga Kevin minta ditraktir makan siang. Tentu saja hal ini membuat Rara semakin takut, dia tidak akan sanggup bayar. Tadi pun Rara berniat cari makan siang yang harganya murah.“Turun!” Kevin melepas seat belt-nya.Rara bergeming, memikirkan adegan di film yang mana sang pria melepaskan seat belt sang wanita lalu … Stop Rara, kembali ke dunia nyata.“Pak Saya nggak lapar, kita balik ke kantor aja bicara di sana,” pinta Rara bahkan sambil memohon.“Aku bil
Sejujurnya Rara tidak peduli dengan masa lalu Kevin, tapi membuat pria itu kesal bahkan sampai menatapnya tajam rasanya seru juga. Tante Mihika akhirnya yang menceritakan singkat masa lalu Kevin dan tidak heran juga, karena laki-laki memang begitu.Bermodalkan wajah tampan dan nama besar keluarga, tidak mungkin seorang pria tidak berulah. Menurut Rara, wajar saja Kevin hanya berganti-ganti pacar bukan berganti wanita tiap malam. Yang menyebalkan adalah sifat angkuhnya.“Turun!” titah Kevin setelah mobil menepi dan berhenti.Akhirnya pertemuan itu berakhir dan saat ini mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kantor. Rara menatap ke luar jendela memastikan kalau saat ini belum tiba di kantor. Lalu untuk apa Kevin memintanya turun. Apalagi dari sini ke kantor masih lumayan jauh.“Kenapa saya harus turun di sini, Pak?”“Turun ya turun. Memang kamu mau ikut sampai mana?”“Pak Kevin tahu sendiri motor saya di kantor,” ujar Rara mulai kesal dengan pria itu. Bagaimana tidak kesal, tadi dia
“Mbak Rara ya?” tanya Sari -- sekretaris Kevin. “Masuk saja Mbak, sudah ditunggu Pak Kevin.” Rara tersenyum dan menganggukan kepalanya. Isi kepalanya bertanya-tanya apa yang membuat Kevin memanggil dirinya, bahkan rekan-rekan satu divisi pun sama herannya. Kalau urusan pekerjaan, seharusnya Kevin berurusan dengan Robert selaku manager bukan Rara yang hanya staf. Mengetuk pelan pintu yang menjulang di hadapannya, Rara sempat terpukau dengan interior ruang kerja Kevin. Sangat aesthetic. Sambil menekan handle pintu, tatapan Rara masih menatap heran sekeliling ruang kerja Kevin. Seakan lupa dengan tujuannya datang. “Mau sampai kapan berdiri disitu?” “Eh.” Ucapan Kevin menyadarkan lamunan gadis itu. “Ada apa Bapak memanggil saya?” “Duduk!” titah Kevin menunjuk ke arah sofa. Rara dan Kevin sudah duduk bersama, diakui oleh gadis itu Kevin memang sempurna. Tampan, kaya sudah pasti, jabatan dan keluarga yang oke. Hanya satu kekurangan pria itu … angkuh. Bagaimana tidak, Kevin duduk dengan
Rara menghela pelan masih menatap pasangan di hadapannya. Pasangan gila menurut versinya.“Hm, gimana ya.”Harun terkekeh, sambil melirik sinis.“Kamu terlalu naif Ra. Hari gini masih sok suci, yang ada kamu jadi perawan tua. Cantik juga percuma kalau tidak bisa memuaskan laki-laki," ungkap Harun masih menyudutkan Rara. “Jadi begini, aku sengaja datang kesini dan ada Kak Harun juga mbak yang cantik dan bisa memuaskan laki-laki seperti di maksud Kak Harun ya,” tutur Rara dan cukup memprovokasi. “Tentu saja aku sudah mendapatkan pengganti Kak Harun, lebih baik malah. Lebih dari segala hal.”“Hah, mana mungkin. Itu hanya khayalanmu saja.”“Aku serius Kak. Dia tampan, kaya, walaupun bicara masalah puas dan tidak puas tentu saja pria ini bisa mengajariku karena dia sudah berpengalaman dan kami akan segera menikah. Aku pastikan Kak Harun dan mbak yang katanya cantik ini akan kami undang. Jangan sampai tidak hadir ya. Bye Kak Harun,” ujar Rara lalu melambaikan tangannya dan meninggalkan pasa
Rara mengabaikan Kevin, padahal pria itu sedang menunggu dirinya mengirimkan lokasi dimana dia tinggal. Bukan tanpa alasan, tentu saja karena … terpaksa harus bertemu. Baik Kevin dan Rara sudah sepakat akan menjalani pernikahan kontrak, tapi siapa sangka kalau Vanya datang ke Jakarta dan sudah siap dengan hubungan yang lebih serius.Tidak mungkin Kevin mengatakan pada orang tuanya kalau dia hanya memanfaatkan Rara. Apalagi Maminya mengatakan ketidaksukaan dengan Vanya sebagai artis. Selain gaya hidup bebas dan busana yang dikenakan wanita itu selalu terbuka berkesan seperti wanita nakal.Kevin akan duduk bersama dengan Rara dan Vanya tentunya, untuk membicarakan masalah mereka kedepannya dan harus malam ini karena besok pagi Rara diundang untuk sarapan bersama di kediaman orangtua Kevin.“Shittt, ke mana dia,” gumam Kevin dengan emosi karena Rara belum juga mengirimkan lokasinya. Bahkan dihubungi tidak dijawab. Tentu saja tidak akan dijawab, karena ponsel Rara sudah dalam mode silent
Rara menyanggupi perjanjian yang diajukan Kevin semata-mata karena untuk orangtuanya. Keadaan ekonomi yang memaksanya patuh pada perjanjian yang memang berat sebelah. Apalagi hinaan dari Vanya untuknya dan sengaja memperlihatkan kemesraan bersama Kevin. Sungguh Rara sebenarnya muak, tapi dia hanya bisa pasrah. “Pak, sudah selesai ‘kan?” tanya Rara. “Besok pagi, kita akan bertemu Mami dan Papi. Jangan katakan yang aneh-aneh, ikuti saja apa yang aku katakan. Mereka akan mempercepat pernikahan kita.” “Apa?” “Ck, berlagak kaget. Pasti kamu senang ‘kan bisa menikah dengan Kevin. Jadi istri dan menantu keluarga orang terpandang.” Vanya memang bermulut pedas, mungkin karena sifat wanita itu atau mungkin juga karena cemburu. “Kamu sebaiknya istirahat, jangan sampai besok terlihat mengerikan,” titah Kevin mengakhiri perdebatan antara Vanya dan Rara. “Saya nggak mungkin pulang sekarang Pak, ini sudah lewat tengah malam. Bisa-bisa saya dianggap perempuan tidak baik lalu diusir. Susah cari
“Pak Kevin, ini gimana ceritanya. Kenapa kita menikah minggu depan?” tanya Rara lirih. Ada kesempatan untuk bicara berdua, segera Rara konfirmasi masalah yang disampaikan Arka.“Memang kenapa kalau diadakan minggu depan. Kamu tidak perlu persiapan yang gimana-gimana, toh semua ada yang mengurus dan kita menikah bukan atas dasar cinta jadi tidak usah membayangkan akan sebahagia apa rumah tangga kita nanti.”“Bukan begitu pak, saya ….”“Ah, iya. Kamu tidak usah khawatir masalah biaya pernikahan termasuk resepsi. Semua aku yang akan tanggung dan kamu tidak akan menduga berapa banyak biaya yang akan kami habiskan untuk sekedar resepsi pernikahan. Cukup menyiapkan diri sebagai calon mempelai wanita tapi jangan harap menjadi istri yang sebenarnya.”Rara mengepalkan kedua tangan, ucapan Kevin tadi cukup menghina dan merendahkan dirinya. Entah kehidupan apa yang akan terjadi setelah mereka menikah, meskipun hanya sementara. Kevin begitu angkuh, bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasan dari
Rara dan Kevin sudah tiba di Juanda International Airport dan sudah hampir jam sembilan malam. Tidak mungkin Rara mengajak Kevin langsung ke rumah sakit menemui orang tuanya, atau ke rumah yang begitu sederhana dan membuat calon suami juga atasannya tidak nyaman.Tanpa menunggu keputusan Rara, Kevin mengajak gadis itu menuju hotel yang tidak jauh dari bandara. Ternyata Sari sudah mengatur baik tiket pesawat dan booking hotel selama Kevin berada di Surabaya. Sampai di hotel, dua kunci kamar sudah mereka terima dan langsung menuju kamar tersebut.“Besok pagi kita sepakati dulu informasi tentang hubungan kita, jangan sampai orang tua kamu curiga,” ujar Kevin ketika mereka berada di lift.“Baik, Pak.”Ternyata kamar Kevin dan Rara bersebelahan, Kevin langsung masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun. Rara pikir pria itu akan mengajaknya makan malam, apalagi sejak tadi siang belum mengisi perutnya karena sibuk mempersiapkan perjalanan yang mendadak.“Huft.”Rara merebahkan diri di ranjang