"Em, maksud lo Amar divisi exim itu?" tanya Aluna, memastikan.Karena setahunya nama Amar hanya pria itu. Lagi pula, memang Aluna sering berkomunikasi dengan Amar meskipun hanya tentang pekerjaan. Tetapi, memang Aluna selalu jutek dan terkesan galak. Aluna berpikir itu adalah cara dirinya melindungi diri. Setidaknya dia punya benteng pertahanan agar tidak ada pria yang meremehkannya atau memperlakukan semena-mena."Iya, memang lo pikir Amar yang mana lagi?" tanya Alika, gemas.Aluna terkekeh pelan. "Memang dia bilang apa?" tanya Aluna penasaran.Selama ini, Amar terlihat bersikap biasa saja. Padahal, kalau memang ada yang mau dibicarakan, pria itu tinggal bilang saja pada Aluna, tidak harus lewat Alika. Itulah yang membuat Aluna penasaran. "Katanya mau bertemu dengan elo, mau berbicara empat mata."Aluna kaget, dia bahkan sampai berdiri. "Benarkah? Hahaha." Sekarang giliran Alika yang keheranan. "Kenapa lo malah tertawa?" "Iya. Bagaimana gue tidak tertawa, kalau dia memang ingin b
Aluna terdiam memandang lurus ke depan. Setelah pembicaraannya dengan Alika, dia pun berpikir matang-matang. Kalau misalkan Aluna meminjam uang kepada Darren, apakah mungkin pria itu memberikannya? Sementara sebelumnya sang pria menawarkan 500 juta untuk mahar agar dia mau menikah dengan Darren. Ini benar-benar memalukan untuknya.Bagaimana bisa dia mendatangi Darren dan meminjam uang 100 juta? Pasti pria itu akan menertawakannya dan sang pria akan menawarkan lagi 500 juta itu untuk mahar yang katanya demi menikahi gadis cuek seperti Aluna. "Yang benar saja! Masa aku harus nikah sama Pak Darren? Dia kan lebih tua dariku. Harusnya itu dia jadi pamanku. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Kalau misalkan menolak permintaan Pak Darren, tentu saja aku juga tidak akan mendapatkan 100 juta itu. Tapi, kalau aku tidak meminjam kepada Pak Darren, bagaimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat?" Aluna mulai frustrasi. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Jika menjual rumah
"Jadi, maksud Ibu aku akan jadikan barang jaminan untuk melunasi utang-utang Ayah? Ibu mau menjualku?" tanya Aluna dengan nada tak percaya. Karena dia pikir ibunya akan membahas masalah lain, ternyata malah menyuruhnya menikahi rentenir yang harusnya menjadi ayahnya sendiri. Amalia langsung menggelengkan kepala, menolak tuduhan yang dilayangkan oleh anaknya itu. "Bukan seperti itu, Nak. Ibu bukan bermaksud menyuruhmu menyerahkan diri untuk menjadi jaminan atas utang-utang kita. Ibu mengatakan ini karena dia itu duda. Dia tidak punya istri. Jadi, apa salahnya kalau kamu menikah dengannya? Kamu juga pasti akan terjamin hidup bersama pria itu. Ya, walaupun memang usianya sudah cukup tua. Tapi menurut Ibu itu lebih baik dibandingkan kamu berjuang mati-matian untuk mengumpulkan uang sebanyak itu," ungkap Amalia berusaha untuk memaparkan maksud baiknya. Walaupun memang ini sangat menyedihkan, tetapi itu adalah jalan satu-satunya yang terbaik. Mumpung rentenir itu berbaik hati untuk memb
"Loh, Amar?" tanya Aluna kaget, saat tiba-tiba saja pria itu sudah ada di depannya.Sementara pria itu tampak tersenyum kaku. Wajahnya terlihat sekali pucat, tetapi sang pria berusaha untuk bersikap santai. Mungkin tidak mau sampai mempermalukan diri di depan gadis yang sangat dia sukai.Ya, Amar memang menyukai Aluna sejak pertama kali bertemu dengan gadis itu. Amar lebih dahulu masuk ke pabrik itu dibandingkan Aluna, yang baru saja beberapa bulan. Sementara sang pria sudah 1 tahun bekerja di bagian divisi ekspor impor. Dia sudah berusaha untuk mendekati Aluna. Tetapi gadis itu terlalu cuek dan jutek, sementara dia takut jika berhadapan dengan wanita yang seperti itu. Hingga rasa sukanya itu tidak bisa dipendam lagi dan akhirnya meminta bantuan kepada Alika. Mungkin memang terdengar tidak gentlemen, tetapi ketakutannya beserta rasa suka yang berbaur menjadi satu, membuat pria itu akhirnya memilih jalan tersebut. "Ada apa?" tanya Aluna dengan wajah datar. Seperti biasa gadis itu ak
"Kalau begitu aku akan menunggumu sampai kamu siap," ucap Amar tiba-tiba saja membuat Aluna terperangah, kaget. Baru kali ini dia mendapat pernyataan perasaan dari seorang pria sampai memaksa seperti ini. Padahal sudah jelas-jelas Aluna mengatakan kalau dirinya itu belum siap berhubungan. "Amar, entah sampai kapan aku siap. Lalu, perasaan juga tidak bisa dipaksakan," ujar sang gadis.Jujur, dia sama sekali tidak suka kepada Amar. Tetapi pria itu banyak sekali diam, hanya saja matanya terus saja memperhatikan. Selama ini, bukannya Aluna yang tidak tahu kalau Amar sering mencuri pandang kepadanya. Tetapi, gadis itu tidak mau memusingkan, karena baginya pekerjaan yang dibebankan kepada Aluna lebih penting juga lebih banyak dibandingkan harus mengurusi seorang pria seperti Amar. Selama sang pria tidak mengganggunya, Aluna tidak mau mengambil tindakan. Lagian, selama ini Amar juga tidak menyakitinya atau mengusik sang gadis. Hanya saja, setelah mendapatkan kejujuran dari Amar, Aluna mu
"Maksud Bapak apa?" tanya Aluna. Dia berpura-pura tidak tahu saja, karena gadis itu tidak mau membuat masalah. Kalau misalkan sekarang Aluna terus terang tentang apa yang terjadi sebelumnya, pasti Darren akan semakin marah juga gadis itu yakin, Darren marah sebab pria itu berpikir kalau dia punya hubungan dengan Amar, sementara lamaran Darren ditolak oleh sang gadis dengan mentah-mentah. "Jangan berpura-pura bodoh, Aluna! Aku mendengar semuanya. Aku melihat kalian berbicara di koridor itu. Iya, kan?"Aluna langsung tersentak. Dia sampai meneguk saliva dengan susah payah, sebab mendengar pernyataan dari bosnya. Jadi, pernyataan cinta Amar kepadanya itu didengar langsung oleh Darren? Gadis itu mengaduh dalam hati. Sekarang dia benar-benar terpojokkan dengan semua keadaan ini. Kalau misalkan mungkin Darren yang kesal pada Amar atau bisa jadi pria itu melakukan hal yang aneh-aneh kepada Amar. Pemikiran buruk itu terus saja berdatangan kepada sang gadis, hingga Darren pun kembali berseru
Aluna menautkan jari-jarinya karena merasa malu jika membicarakan nominal uang yang harus dipinjam, serta utang almarhum ayahnya. Hanya saja, kalau misalkan dia tidak jujur, Darren pasti akan melakukan sesuatu, entah marah atau berujung dia dihukum dengan segudang pekerjaan yang tidak akan pernah selesai hari itu juga. "Begini, Pak. Sebenarnya utang Ini bukan utang saya." Pria itu menaikkan setelah alis penasaran. Apa yang sebenarnya Aluna katakan? Kalau memang bukan utangnya, kenapa gadis itu malah meminta pinjaman kepada Darren? Karena pria itu tahu Aluna bukanlah seorang yang matre. Itu terlihat jelas dari sang gadis jika menanggapi semua hal yang berkaitan dengan materi. "Kalau sudah tahu itu bukan utangmu, kenapa kamu minjam kepada saya? Kamu tidak malu, hah?! Apalagi kamu sudah menolakku," sindir Darren akhirnya mengungkapkan itu juga. Padahal dari tadi Aluna berdoa semoga saja pria itu tidak pernah menyinggung masalah kemarin, tetapi dengan terang-terangan Darren malah mengu
"Jadi, maksud Bapak, Bapak tidak akan memberi saya pinjaman 100 juta?" tanya Aluna dengan wajah sedih dan ketakutan.Darren terdiam sejenak, meneliti ekspresi gadis itu. Entah kenapa dia merasa iba. Tetapi berusaha untuk menahan diri. Ini kali pertama Darren melihat Aluna yang berbeda dari biasanya. Setiap hari Aluna itu selalu cuek, jutek dan susah sekali tersenyum. Sekarang untuk pertama kalinya dari melihat gadis itu hampir saja menangis, tampak sekali ada linangan air mata. Hanya saja Darren juga butuh feedback yang besar dari Aluna. Kalau memang dia ingin meminjam darinya, maka Aluna harus mau menikah dengan Darren. Pria itu terkesiap sembari menegakkan punggung saat terlintas ide gila yang mungkin saja bisa membuat rencananya berhasil. Darren tidak mau terus-terusan ditanya kapan menikah oleh Danita. Bukan hanya itu saja, akan ada dua hal lain yang membuat Darren benar-benar harus melancarkan aksinya agar aksinya sukses. Kalau misalkan Darren tidak membawa gadis ini ke depan