Setelah perkelahian hebat kemarin, akhirnya Mistha dipindahkan ke dalam ruang isolasi bersama wanita yang menolongnya. Mistha beruntung, tentu! Karena mau bagaimana pun wanita yang datang menolong kemarin seperti malaikat yang dikirim untuknya. Seandainya wanita itu tidak datang, bisa dipastikan nyawa Mistha benar-benar melayang, namun sayangnya kehadiran wanita ini tidak membuat hati Mistha melunak. Mereka berdua masih lomba berdiam diri, karena Mistha tidak mau terlalu berpikir panjang. Diam adalah cara terbaik untuk membuat hatinya tenang. Pikirnya! "Ada masalah apa. Kenapa mereka terlihat begitu membencimu?" tanya wanita itu memecah sepi. Mistha tak menggubris, meskipun wanita ini terlihat sangat baik, namun Mistha terlanjur paham, semua manusia yang selama ini Mistha temui nyatanya selalu berkedok malaikat tapi berhati iblis, hingga hatinya terlalu sulit untuk percaya. Tentu di balik usaha menyelamatkan nyawa Mistha, wanita ini pasti ada maunya. Itu saja yang ada di dalam p
"Bagaimana keadaanmu?" tanya tahanan 815 begitu melihat Mistha keluar dari Rumah Sakit.Mistha membalas senyum sekilas, enggan interaksi lebih lanjut. Entah kenapa Mistha merasa kebaikan wanita ini sangatlah aneh. Tentu, siapa wanita dengan plat nama tahanan 815 ini pun Mistha tak mengerti sebelumnya. Kenapa tiba-tiba datang dan terkesan begitu baik? Jauh berbeda dengan tahanan lain yang selalu bersikap arogan."Ada titipan untukmu," ucapnya sembari membuntuti langkah Mistha."Dari siapa?""Suamimu!"Suami? Batin Mistha tak percaya, lalu berpikir sejenak.Padahal waktu Mistha masuk Rumah Sakit kemarin saja, ia sama sekali tidak melihat kehadiran Ghara, yang Mistha ingat hanya pria aneh yang tiba-tiba sok perhatian dan mengaku-ngaku sebagai saudaranya.Kenapa sekarang Ghara datang ke lapas dan mengirim barang?"Apakah, Dia datang ke sini?" tanya Mistha sedikit menyelidiki.Tahanan 815 mengangkat kedua bahunya, sembari sedikit mencebikkan kedua sudut bibir, tanda bahwa dia sendiri pun t
Apa yang terjadi dengan wanita itu? Kenapa dia tiba-tiba membabi buta saat petugas lapas memasukkan dirinya ke dalam ruang restrain dan diperiksa oleh Dokter Jiwa. Tahanan 815 tak mampu mengendalikan diri. Otaknya seperti sedang ada yang mempengaruhi, namun ada beberapa moment yang Mistha ingat saat tahanan 815 menyuruh Mistha menjauh dari jangkauannya.Mistha binggung, tahanan 815 seperti sedang kerasukan setan setelah mengunyah coklat praline yang katanya pemberian Ghara tadi, kenapa Mistha tidak berubah seperti tahanan 815? Padahal Mistha juga sempat mengunyah coklat yang sama. "Sesuai hasil Tes Lab yang telah dibacakan oleh Dokter Adnan, ada zat Amytal Natrium dosis tinggi yang terkandung di dalam darahnya, Pak! Tahanan 815 sepertinya menenggak serum racikan yang dikemas rapi supaya mengungkapkan kejujuran.""Serbuk?" tanya Matheo Kasubsi Pembina tingkat I di lapas itu. "Benar, Pak! semacam serum kejujuran. Serbuk atau cairan semacam itu, bisa mempengaruhi kinerja otak manusia.
Seluruh lorong pagi ini masih sepi, tidak ada gaduh atau bunyi kaki yang biasanya selalu menginterupsi. Mistha menunggu petugas kebersihan yang dimaksud dalam rekaman itu. Mistha penasaran, tentu! Siapa lagi orang yang akan masuk dalam perangkap permainan ini. Sontak tubuh Mistha terpental ketika seorang pria paruh baya tiba-tiba muncul di hadapannya sembari menengadahkan telapak tangan. Mistha ragu, masih nampak menimbang-nimbang keputusan untuk menyerahkan kembali Ipod berisi jawaban sesuai pertanyaan direkaman. Sementara pria yang kini tengah berdiri di depannya berisyarat agar Mistha segera memberikan benda itu. Mistha hanya ingin tahu, siapa sebenarnya pengirim Ipod itu? namun hingga beberapa detik pria paruh baya yang sedang memegang gagang pel lantai itu terus mendesaknya, hingga membuat mulut Mistha ragu berucap. Mistha menyerah, menelan ludah yang tercekat di tenggorokan, sepertinya pria itu juga sudah tidak punya waktu lagi untuk menunggu keputusan Mistha lebih lama. "P
"Mereka yang mengirim kotak itu. Saya ditugaskan untuk membawa dan menitipkan kepada rekan Anda, namun atas nama Pak Ghara!""Apakah, Anda tahu siapa Ghara sebenarnya?" tanya Mistha. Pria itu mengangguk. "Saya pernah bertemu, bahkan Saya sempat disekap oleh Pak Ghara karena Dia tahu siapa Saya sebenarnya.""Kenapa Ghara menyekapmu?""Saya membawa kabur mobil Pak Ghara!""Siapa yang nyuruh?""Pa-, Pak Dimas!""Dimas?" Mistha menerka. Pria itu? Seketika Mistha teringat tentang pertemuan awal di Rumah Sakit waktu itu. Membunuh Hans saja Mistha mampu, apalagi menghabisi nyawa cecunguk sekelas Dimas, tentu sangat mudah untuk Mistha lakukan.Bagi Mistha siapa yang telah melempar api kearahnya, justru Mistha akan menyiramnya dengan minyak. Jangan remehkan Mistha jika ia sudah benar-benar murka. Demi membalaskan dendam, ia seakan sudah tak kenal dosa. Apa lagi dengan api neraka, saat ini Mistha sudah tidak mikir ke sana, seolah mata hatinya buta, karena baginya hutang nyawa dibayar nyawa!
"Bagaimana, Pak?" tanya Mistha lirih kepada pria paruh baya yang ditemuinya kemarin."Sudah beres, Bu! Kuncinya berhasil diduplikasi bentuknya," jawab pria itu sembari tetap fokus memandang lantai, karena tidak ingin percakapan mereka dicurigai oleh beberapa sipir yang sedang lalu lalang."Bagus!""Simpan kunci aslinya dengan baik, jangan sampai mereka tahu kalau kunci ini replika," imbuhnya memberi penjelasan kepada Mistha."Pak-" Mistha menjeda langkah pria itu setelah memberikan replika kunci yang nantinya akan Mistha simpan di dalam kotak explosion box.Pria itu berhenti, begitu mendengar Mistha memanggilnya. Memindahkan posisi gagang pel kedepan, lalu membuat gerakan mundur, sembari memekakan telinga untuk mendengar ucapan Mistha."Apakah, Bapak bisa membantu Saya melihat keadaan Ghara?" tanya Mistha berharap pria itu menaruh empati, jauh berbeda dengan sikapnya yang selama ini selalu mawas diri setiap bertemu orang baru di lapas ini. M
"Apa yang sedang Kalian diskusikan?" tanya sipir sembari membuka pintu sell tahanan isolasi.Mistha dan tahanan 815 merubah posisi yang semula duduk berhadapan seperti orang yang sedang berdiskusi, begitu mendengar sebuah kaki mendekat, mereka menghambur pura-pura menyibukkan diri."Tidak, Pak! Kami hanya menghibur diri," sahut tahanan 815."Ada kunjungan untuk Anda," ucap sipir itu kepada Mistha.Pengunjung? Siapa lagi? Batin Mistha."Ingat Mistha, apa yang sudah Kita rencanakan kemarin. Jangan bicara secara langsung. Hindari kontak mata berlebihan, tulis semua hal yang perlu Dia lakukan. Suruh baca ketika sedang sendiri atau dalam posisi aman. Jangan sampai ada yang tahu rencana ini, paham!"Mistha mengangguk."Aku nggak yakin jika Kita akan berhasil," ucap Mistha sedikit menyerah."Sekalipun rencana Kita gagal, setidaknya ada keringanan untuk vonismu," tutur tahanan 815 meyakinkan."Tapi-""Tenang Mistha, masih
"Jangan gila, Mistha!" ucap tahanan 815. "Kenapa? Bukankah Kamu bilang tidak ada sesuatu yang mustahil di dunia ini," jawab Mistha enteng. "Tapi tidak dengan begini caranya!" "Salah atau benar! Ini adalah cara yang lebih adil. Aku tidak mau terus direndahkan dan diremehkan. Ngerti!" jawabnya sembari berjalan mantap menuju ruang di mana permainan Stako dimulai. "Mistha!" ucap tahanan 815 menjeda langkah Mistha sesaat. Sementara Mistha menoleh, menatap lekat kearah wajah sayunya yang memancarkan air muka lelah. "Nyawamu taruhannya!" imbuh tahanan 815. Mistha paham! Menundukkan kepala sesaat, seperti ada sesuatu yang tiba-tiba menyergap ingatannya. Jika tidak menerima dan menyetujui permainan ini, lantas dengan cara apa lagi Mistha berusaha untuk membalikkan keadaan? Batin Mistha. Tentu, Mistha tidak ingin membiarkan semua orang menderita karena ulah satu orang yang tidak berperikemanusiaan itu. Saat ini hanya ada dua harapan yang paling Mistha inginkan, jika ia mampu memenangkan