Ada yang ingat Yan Shiming? Yang sudah baca Tabib Cantik pasti tau nih 🤣
Ciuman itu berakhir dengan berat. Yuze menarik diri setengah inci, napasnya terengah, matanya merah, seolah baru saja tenggelam lalu muncul ke permukaan dengan paksa. Jemarinya masih menggenggam dagu Anli, terlalu kuat untuk disebut lembut, tapi juga terlalu rapuh untuk disebut keras.Anli membuka matanya pelan. Pandangannya memang buram, hanya siluet abu-abu hitam yang samar, tapi ia bisa merasakan jelas sorot tajam Yuze di depannya.Hatinya gemetar, bukan karena ciuman itu menyentuh, tapi karena ia tahu, dirinya hanyalah pelarian.Suara Anli terdengar datar, namun tegas.“Kalau ini yang Anda butuhkan untuk melupakan kesepian Anda… maka saya akan diam.”Yuze tertegun. Jemarinya melemah di dagu Anli.Anli menarik napas, lalu melanjutkan, suara beningnya menusuk lebih dalam.“Tapi jangan salah paham, Tuan Qin. Saya bukan Qianyi. Dan saya tidak akan pernah menjadi dia.”Kata-kata itu jatuh seperti bilah tipis ke dada Yuze. Ia mundur selangkah, matanya menajam, rahangnya mengeras. Amarah
Riuh rendah di aula perlahan mereda setelah Yan Shiming kembali ditemukan oleh pengawal kerajaan. Beberapa tamu yang tadi panik kini duduk lagi, meski bisik-bisik mereka tak kunjung padam.“Berani sekali… ada yang mencoba membunuh raja terdahulu di pesta sebesar ini.”“Kalau bukan musuh keluarga Qin, siapa lagi?”“Bisa saja… ada orang dalam yang ikut bermain.”Nada suara rendah itu berputar di antara deretan tamu. Kipas sutra terangkat, gelas anggur disentuh bibir, namun mata-mata penuh rasa curiga terus melirik ke sekeliling.Haoran berdiri di depan panggung, suaranya tegas menjaga wibawa.“Pesta ini tetap berlanjut. Keamanan sudah diperketat, semua tamu bisa merasa aman.”Namun tatapannya gelap, ia sendiri tahu ini bukan sekadar gangguan kecil.Di kursi kehormatan, Yan Shiming sudah didorong kembali oleh pengawal. Tubuh tuanya tampak rapuh, selimut di pangkuannya bergetar halus karena tangan yang gemetar. Tetapi sorot matanya jauh menembus keramaian, seolah tidak lagi berada di aula
Pria bermasker maju lagi, ayunan pisaunya ganas, tapi gerakannya kasar. Anli mendengar napasnya semakin tidak teratur. Ia menunggu momen, lalu menangkap lengan pria itu dengan cepat, menekuknya ke samping.Klak!Pisau terlepas dan jatuh berdenting ke lantai.Pria itu meraung, mencoba melawan. Namun Anli masih menggenggam lengannya. Jemarinya meraih rambut pria itu, menariknya ke bawah dengan kasar. Dengan lututnya, ia menghantam perut pria itu keras-keras.“Ughhh!” Suara pelayan bermasker itu teredam. Tubuhnya terbungkuk, napasnya tersengal.Anli tidak berhenti. Jemarinya bergerak cepat, meraba sisi tubuh pria itu, mencari titik tertentu. Saat ia menemukannya, ia menekan dengan presisi.Pria bermasker itu terhuyung, tubuhnya kejang sebentar, lalu jatuh terjerembab ke lantai, tak mampu bergerak.Lorong kembali hening.Yan Shiming menatap lekat ke arah gadis yang berdiri di depannya. Samar, dalam cahaya redup, ia melihat wajah Anli dari dekat. Nafasnya tercekat.“Titik motorik…” gumamnya
Aula besar kembali tertata. Para tamu sudah duduk di kursi masing-masing, gelas anggur berkilau di bawah cahaya lampu kristal. Musik lembut mengalun dari sudut ruangan, suasana tampak kembali normal meski hawa tegang masih terasa tipis di udara.Pembawa acara keluarga Qin melangkah ke tengah, menyapa dengan suara lantang.“Sebagai tanda kebahagiaan atas hari ulang tahun Madam Qin, para tamu terhormat telah membawa hadiah. Kini, izinkanlah kami memulai sesi penyerahan hadiah.”Pelayan mulai mengatur barisan. Hadiah-hadiah dari para pejabat dan pengusaha ditata di panggung kecil: kotak perhiasan, lukisan, bahkan beberapa sertifikat sumbangan untuk acara amal. Tepuk tangan sopan terdengar, satu per satu hadiah dipamerkan.Namun, ketika giliran berikutnya tiba, dua pelayan datang membawa sebuah kotak besar berbalut kain merah. Tidak ada nama jelas yang tertera, hanya label kecil: dari seorang tamu.Haoran yang duduk di kursi utama mengernyit. Ia melirik ke Yuze. “Apa kau sudah memeriksany
Para tamu berdiri berbaris rapi, menundukkan kepala. Keluarga Qin pun bangkit menyambut dengan sikap penuh wibawa.Pintu besar perlahan terbuka.Cahaya siang menerobos masuk, memantulkan kilau dari lampu kristal di langit-langit. Derap langkah pengawal kerajaan terdengar teratur, lalu muncullah sosok yang ditunggu. Raja muda, Yan Zhenrui. Tubuhnya tegap, jubah resmi berwarna hitam dengan hiasan emas melekat di bahunya. Tatapannya tajam, sorot mata penuh ambisi yang membuat siapa pun otomatis merasa kecil di hadapannya.Di belakangnya, dengan langkah pelan dan dijaga ketat, hadir Yan Shiming, raja terdahulu. Rambutnya memutih, tubuhnya tampak lemah, duduk di kursi roda dengan selimut menutupi kaki. Meski renta, aura wibawanya masih terasa, membuat semua orang menunduk lebih dalam.Aula mendadak hening, hanya suara langkah rombongan kerajaan yang terdengar.Qin Haoran maju selangkah lagi, menunduk rendah, lalu menyambut dengan suara resmi,“Atas nama keluarga Qin, kami merasa terhormat
‘Kenapa aku… terus melihatnya?’ batinnya jengkel.Ia menarik napas panjang, lalu melangkah pergi ke arah luar aula, mencoba mengalihkan pikirannya dengan memeriksa jalur masuk tamu. Namun bayangan Anli yang sederhana sekaligus menawan itu tetap tinggal di benaknya.Waktu merayap cepat.Matahari mulai condong ke atas kepala, sinarnya menembus jendela besar dan membuat lantai marmer berkilat terang. Para pelayan bergegas, mengganti serbet, mengisi ulang gelas anggur, dan memastikan karpet merah sudah membentang sempurna.Suasana rumah utama keluarga Qin kini berubah total. Tidak ada lagi hiruk pikuk persiapan yang kacau, melainkan ketertiban yang sibuk dan anggun. Musik lembut diputar, meja jamuan siap, dan pintu depan dibuka lebar menunggu kedatangan tamu-tamu penting.Siang itu, pesta ulang tahun Madam Qin resmi dimulai.Mobil-mobil mewah mulai berdatangan di halaman depan. Pelayan menyambut dengan sopan, tamu-tamu berdandan mewah berjalan masuk satu per satu. Aula besar segera dipenu