“Bagaimana?” tanya Daniel penasaran. “Apa dia sudah datang ke rumahmu dan berlutut minta maaf?” Riku mengangguk. “Hm. Seperti kata paman Lucas. tidak sampai 24 jam, mereka datang ke rumahku. Dia datang bersama ayahnya. Mereka berdua berlutut di hadapanku dan orang tuaku.” “Begitu saja?” tanya Garry. “Kau berani menghajarnya atau tidak?” Riku terdiam… Garry berdecak. “Tidak akan berani.” Menggeleng pelan. “Memangnya kalian berharap apa pada bapak peri ini?” tanya Daniel. “Aku menghajarnya!” menunjukkan kepalan tangannya. kuku jarinya sampai lecet. “WOOOAH!” teriak Daniel heboh. Mengambil tangan Riku dan melihatnya. “Bagus-bagus!” Garry mengangguk dengan bangga. Riku tertawa dengan bangga. Ia menoleh pada Leonard. “Orang tuaku sangat berterima kasih padamu dan orang tuaku. kapan-kapan mereka ingin mengunjungi kalian.” Leonard mengangguk. “Gampang. Orang tuaku juga akan senang.” Leonard merogoh ponselnya. ada satu pesan yang masuk. [Dasar pengecut. Hanya berani me
Leonard Byron FrancescoAda yang bilang pemimpin FG company. Atau Francesco Gold company adalah iblis tampan yang berbentuk manusia. Selain sangat tegas, Leonard bisa mengetahui kesalahan di antara banyaknya angka perhitungan. Dalam kurun waktu 1 tahun saja menjabat sebagai pemimpin FG Company, Leonard membasmi orang-orang yang merugikan perusahaan. Mereka langsung didepak dari perusahaan setelah terbukti melakukan korupsi. Mereka tidak hanya mengganti rugi perusahaan tapi juga mempertanggung jawabkan perubatan mereka di jeruji besi. Maka, dalam satu tahun saja. perusahaan yang awalnya mengalami penurunan karena para tikus-tikus itu. akhirnya berkembang semakin pesat. Leonard… Memiliki wajah tampan yang memikat banyak wanita. Namun, sampai umurnya menginjak 30 tahun. Tidak kunjung berkencan dengan wanita. Ada yang bilang, Leonard menyukai laki-laki. Bukan tanpa alasan, Leonard tidak bisa berdekatan dengan seseorang karena…. Bisa melihat masa lalu, masa kini dan masa depan me
“Konglomerat kita sudah datang!” seru Garry yang melihat Leonard datang ke klubnya. Leonard mengambil duduk dan bersandar. Ada satu wanita yang hendak mendekat—ia segera mengangkat tangannya. Memberikan gerakan mengusir. Wanita itu tidak jadi mendekat—alhasil hanya ada 4 orang di sana. Semuanya laki-laki dan teman Leonard. Mereka adalah teman sekolah menengah atas. sempat terpisah karena menjalankan pendidikan tinggi yang berbeda. Namun persahabatan mereka awet hingga mereka memasuki kepala tiga. Sayangnya dari 4 pria tampan itu, yang menikah baru satu. “Memangnya apa enaknya menikah?” tanya Leonard pada Riku. Pria keturunan jepang, satu-satunya dari mereka yang sudah menikah. Leonard menunduk—menggeleng pelan. menghentikan penglihatannya. “Sial.. aku melihatmu bertengkar dengan istrimu.” Riku berkacak pinggang. menunjuk Leonard. “Yang kau lihat memang yang jelek-jelek.” “Menikah tidak seburuk itu. kita lebih sering bermesraan daripada bertengkar,” balas Riku.
Leonard memejamkan mata. Kemudian membuka matanya dan melihat wanita itu lagi. Bahkan saat ia mencoba menggunakan kekuatannya saja tidak bisa melihat wanita itu. “Ada apa denganmu!” Daniel menyenggol Leonard lumayan keras yang mengakibatkan Leonard hampir terjungkal. “Shit!” Leonard melotot. “Kenapa kau mendorongku?!” sambil marah-marah. Daniel menunjuk Leonard. “Dari tadi kau melihat pelayan bar itu!” tidak mau kalah. “Kau seperti orang linglung.” Garry dan Riku tertawa melihat mereka. Garry juga tahu apa yang diamati oleh Leonard sampai begitu tertegun. “Ada apa dengannya?” tanya Garry. “Dia cantik dan menarik perhatianmu?” tanyanya lagi. Leonard mengerjap. “Aku tidak yakin…” “Dia pegawaimu?” tanya Leonard. Garry mengangguk. “Baru beberapa bulan dia bekerja di sini.” Mata ke-empat pria di sana tertuju pada seorang perempuang yang terlihat sibuk membawa nampan yang berisi minuman. “Dia cantik,” ucap Garry. “Wajar jika kau tertarik dengannya….” mengangguk pel
“KAU BILANG KAU AKAN MEMBERIKU UANG JIKA AKU TIDAK MENGANGGU IBU?!” teriak seorang pria pada seorang wanita. “Kau pikir aku sekarang sedang apa?” tanya wanita itu kembali. “Aku sedang bekerja untuk mendapatkan uang. Seminggu yang lalu aku sudah memberimu uang. Apa masih kurang?” tanyanya. “kau pikir uang 200 dollar cukup untuk melunasi hutangku?” tanya pria itu. “Untuk itu aku bekerja keras untuk membantu membayar hutangmu. Aku minta padamu untuk sabar! Jangan mengangguku atau menganggu ibu. Jika aku sudah memiliki uang, aku akan memberikannya padamu!” “Kau pikir aku ingin menganggumu dengan sengaja? Mereka mengejarku. Para rentenir sialan itu mengejarku terus-menerus!” Wanita itu nampak frustasi. “Shitt..” umpatnya pelan. “Kau.. kau mengumpat di hadapanku?!” tanya pria itu dengan nada yang meninggi. Wanita itu mendongak. “Sorry, aku terbawa suasana.” “Yaa…” pria itu berdecih. “Kau pasti sedang memandang rendah kakakmu ini sampai-sampai mengumpatiku. Siapa tahu kau di
Sebelum pergi, pria itu mendengus dengan kesal. Membawa dua lembar uang yang tersisa dari dompet adiknya. “Terima kasih,” ucap wanita itu sembari menunduk dengan sopan. Sekali lagi, Leonard mencoba melihat yang terjadi pada wanita ini. Tapi tidak ada. Ia tidak bisa melihat bayangan apapun. Leonard akhirnya menyerah dan menunduk. Ia membantu wanita itu mengambil barang-barang yang terjatuh. Leonard sempat melihat kartu nama wanita itu. “Terima kasih,” ucap wanita itu sekali lagi. Wajahnya nampak berkeringat. Dengan rambut yang berantakan. Sepertinya kelelahan dengan bibir yang sedikit pucat. Wanita itu mendongak—menatap Leonard. Di saat itulah… Kedua mata mereka saling bertatap tapi tetap saja, Leonard tidak bisa melihat apapun. “Sekali lagi terima kasih sudah membantu saya,” ucap wanita itu lagi. Leonard mengangguk. “Siapa namamu?” tanyanya. “Ruby Marlowe Wren. Anda bisa memanggil saya Ruby.” Ruby tersenyum ramah. Satu kata yang terlintas. Cantik! Leon
Ruby terdiam. Kemudian menunduk dan tersenyum. Tertawa pelan sebelum mendongak. “Apa maksud anda?” tanyanya. Leonard melangkah mendekat. “Aku ingin menikahimu.” Ruby justru tertawa. “Anda terlalu mabuk.” “Anda pulanglah. Saya berterima kasih pada anda untuk hari ini. dan saya akan melupakan perkataan anda yang baru saja anda katakan.” Leonard memejamkan mata sebentar. “Jangan lupakan kata-kataku hari ini yang mengajakmu menikah.” “Aku memang mabuk, tapi aku masih cukup sadar.” Leonard menatap Ruby. “Aku akan menghubungimu nanti.” Leonard membalikkan badan dan pergi ke mobilnya. Meninggalkan Ruby yang tercengang di tempat. “Dia pasti gila.” Ruby menggeleng pelan. memutar tubuhnya dan berjalan ke apartemennya. Di sepanjang menaiki tangga—ia tidak bisa berhenti berpikir. Kenapa pria itu tiba-tiba mengajaknya menikah? Mau membayar hutang-hutangnya juga. Ruby menggeleng keras. Menepuk pipinya pelan. “Aku yakin dia sedang mabuk mangkanya berbicara omong kosong.”
Ada tiga pekerjaan yang dijalani oleh Ruby dalam sehari. Yang pertama adalah pelayan di sebuah restoran. Yang kedua adalah seorang barista. Yang ketiga adalah pelayan di klub. Pekerjaannya berputar dari jam 8 pagi sampai jam 3 subuh. Setiap hari ia hanya beristirahat selama 4 jam. Untuk apa bekerja begitu keras? Untuk membayar hutang kakaknya! sudah hampir 5 tahun bekerja keras tapi hutang kakaknya seakan semakin bertambah. Hari ini pukul 4 sore. Ia bertugas sebagai barista sampai pukul 10 malam. setelah itu jam 11 akan berangkat ke klub untuk bekerja lagi sampai pukul 3 subuh. Dunia memang terus berputar. begitupun dengan tubuhnya yang bekerja tiada henti. Seharusnya di usianya yang menginjak 24 tahun ini, ia lulus kuliah dan bekerja di kantor. Bersenang-senang dengan teman seusianya. Sayangnya, kehidupan normal itu hanyalah sebuah mimpi indah di malam hari saja. Ruby yang sibuk meracik minuman tidak sadar kalau seorang pria yang baru saja datang menatapnya begi
8 bulan berlalu dengan cepatnya….. Ruby berada di ruang persalinan. mempertaruhkan seluruh nyawanya untuk anaknya. Leonard sampai tidak tega melihat Ruby yang kesakitan saat melahirkan. “Uweeek!” suara tangisan bayi. Leonard menitikkan air mata ketika seorang bayi laki-laki yang dibawa oleh dokter. “Kamu berhasil.” Leonard mengusap pipi Ruby. Ruby mengangguk, jemari mereka bertaut. Dokter mendekat—memberikan bayi mungil itu ke pelukan Leonard. Leonard menatap anaknya. sekali lagi anaknya! ia tersenyum—dengan jantung yang berdebar. “Apa dia mirip dengan kamu?” tanya Ruby. Leonard menunduk—menunjukkan bayi mereka pada Ruby. “Bilang terima kasih pada Mom yang sudah berjuang melahirkan kamu.” Ruby tersenyum lebar. “Jadi namanya…” “Sebastian Charles Francesco.” “Hati-hati, Leonard.” tangan Ruby terulur mengusap lengan anaknya. “Jangan sampai terkena pukulannya. dia pasti menuruni kekuatanku. “ “Dia masih kecil..” balas Leonard. “Kekuatannya akan bertumbuh sa
Ruby membuka pintu dengan cepat. “Surprise!” kepalanya muncul di balik pintu ruangan Leonard. Leonard yang awalnya begitu serius pada dokumen kini mengangkat kepalanya dan menatap istrinya dengan senyum lebar. Leonard bangkit dan mendekati istrinya. Ruby masuk perlahan dan memeluk suaminya. “Apakah sibuk?” tanya Ruby. Leonard menggeleng. “Tidak. sebentar lagi juga waktu pulang.” “Kenapa ke sini?” tanya Leonard. “Bukankah tadi kamu bilang kamu akan ke toko roti ibu?” “Aku sudah. Jadi aku membawakanmu roti buatan ibu.” Ruby menunjukkan paper bagnya. “Aku tadi juga membawanya untuk sekretaris kamu.” “Eddy?” Leonard mengambil paper bag itu. “Dia pasti sangat senang.” Ruby mengangguk. “Benar, dia sangat senang. Sepertinya dia sedang lapar.” Leonard menarik Ruby untuk duduk di sofa. “Tidak. Dia memang sangat senang dengan makanan. Dia seperti mendapatkan emas saat mendapatkan makanan.” Ruby tertawa pelan. ia mengambil roti dari paper bag itu. Kemudian membawanya ke
“Pemandangan yang menakjubkan.” Ruby masih berada di dalam mobil. Hari ini ia datang sendiri. Leonard bekerja, sudah berapa hari pria itu tidak bekerja. Ruby menatap Michael yang membantu ibu bekerja di toko. Untungnya Michael memiliki paras yang tampan. Banyak perempuan yang datang ke toko. Tidak hanya sekedar membeli roti tapi juga sekedar mencari perhatian dari Michael. “kalau begini kan dia terlihat lebih waras.” Ruby akhirnya turun dari mobil. Ia berjalan ke toko dan membuka pintu. “Kamu datang…” Ibu mendekatinya. Ibu memeluk Ruby. “Bagaimana kabar kamu? bagaimana cucu ibu?” tanya ibu sembari menyentuh perut Ruby. “Ruby baik-baik saja, Bu.” Ruby tersenyum. Ruby mengamati toko ibu yang lebih bagus. dengan tatatan yang lebih indah. Mirip kafe hanya lebih kecil saja. Ibu juga punya beberapa pegawai. Sudah lama sekali ia tidak ke toko. Semuanya telah berubah. Rasanya sudah lama sekali… “Kau datang…” Michael yang melewati Ruby. Pria itu membawa nampan yang
“Hueek!” Akhirnya Ruby muntah lagi. Tapi kali ini tidak terlalu parah dibandingkan kemarin. Obat yang ia minum bekerja dengan baik. Setiap kali Ruby muntah—Leonard selalu menemani. Leonard tidak pernah meninggalkan Ruby ke kamar mandi sendirian. Leonard terus memastikan bahwa istrinya baik-baik saja. Leonard mengusap bibir Ruby dengan tisu. Bibir wanita itu basah karena bilasan air. Ruby mendekati Leonard. memeluk tubuh suaminya itu. “Mama sudah menyiapkan sup. Kamu makan pelan-pelan saja. kalau muntah nanti berhenti.” Leonard mengusap punggung Ruby. Ruby mengangguk pasrah. “Apa mama memasaknya sendiri?” “Tidak. ada Maid yang membantunya. Mama mengarahkan Maid itu agar rasanya sama persis dengan Sup yang ia makan waktu dulu hamil aku dan Luna.” Leonard menggendong Ruby yang lemas. Ia mendudukkan Ruby di sofa depan ranjang. di atas meja sudah ada sup yang disiapkan oleh Lila. Juga susu hamil. “Makan pelan-pelan.” Leonard menyuapi Ruby dengan telaten. P
Guys hari ini Chapter terakhir. semoga suka ya, selamat membaca :))))--“Nanti mau beli baju buat anak kita warna apa?” Pertanyaan itu bukan dari Ruby. Melainkan dari Leonard! Leonard terlihat sangat antusias. Bahkan sudah membahas baju. Lalu katanya, ingin mendekorasi kamar anaknya sendiri. Padahal belum tahu perempuan atau laki-laki. Ruby tertawa pelan. “Pikirkan nanti saja, sayang.” “Kamu terlalu bersemangat,” lanjut Ruby lagi. Leonard terkekeh pelan. ia masih fokus menyetir. Mereka akan ke rumah orang tua Leonard. Untuk memberitahu kehamilan Ruby. Tadi Ruby sudah menelepon ibunya. ia akan ke rumah ibunya besok saja. Mobil sudah memasuki area mansion orang tua Leonard. Ruby dan Leonard keluar dari mobil. “Setelah pergi ke rumah Diego. ternyata rumah orang tuaku tidak begitu buruk.” Leonard memandang Mansion orang tuanya. Ada beberapa penjaga di sana. mereka selau berjaga setiap hari. Jumlahnya tidak terlalu banyak. “Benar. Di sini tidak banyak penjaga.
Leonard menutup bibirnya tidak percaya. Ia mendongak. kenapa rasanya panas sekali matanya. Ruby mendekat dan tertawa. “Kita akan jadi orang tua.” Leonard memeluk tubuh Ruby. Sedikit mengangkat tubuh Ruby dan memutarnya. “Aku sangat bahagia.” Leonard mengecup dahi Ruby beberapa detik. “Terima kasih.” “Akhirnya!!!” suara Stormi yang begitu bahagia. Ia melompat dengan bahagia sembari memeluk lengan Diego. Diego tersenyum melihat tingkah Stormi. Ia juga ikut bahagia dengan kehamilan Ruby. “Kamu harus ke rumah sakit lagi untuk melakukan pengecekan lebih lanjut.” Ibu Stormi memeluk Ruby. “Mulai sekarang hati-hati. Awal kehamilan adalah masa yang paling rentan.” “Selamat ya,” ucap ibu Stormi. Ruby mengangguk dengan bahagia. “Terima kasih, aunty.” Tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang. Yang pasti ia sangat senang. Ia menyentuh perutnya. Tidak bisa berhenti tersenyum lebar. Leonard menoleh mendapatkan tepukan dari samping. “Kau jago juga,” ucap Die
“Terima kasih, aunty…” Stormi tersenyum. Bibi yang merawat rumahnya membawakan makanan. Sehingga ia tidak perlu pergi keluar mencari makan dengan Leonard. “Kemarin saya melihat rumah aunty ada helikopter dan beberapa orang…” ucap Ruby. “Sepertinya saya mengenal anak aunty.” Ibu Stormi mengangguk. ia mengambil duduk di samping Ruby di depan meja makan. “Aunty juga bilang pada anak bibi. Kalian memang saling mengenal.” “Sebenarnya, Aunty sedikit menghawatirkan Stormi. Dia pulang-pulang membawa pria bersamanya. Memang pria itu tampan, tapi aunty takut kalau Stormi terlibat hal yang berbahaya bersama pria itu.” Ruby mengerti… Wajar saja ibu Stormi menghawatirkan anaknya. Awalnya Ruby juga memang sedikit kawatir jika Stormi berhubungan dengan Deigo. Ruby menoleh ketika Leonard turun dari tangga. Ruby menatap Leonard sebentar. “Saya dan Suami saya juga mengenal Diego. meskipun belum lama. Tapi yang saya lihat…” “Diego memperlakukan Stormi dengan baik. Jadi aunty jangan te
21++ Makan malam yang kurang diharapkan oleh Diego sebenarnya. Karena ia harus menunda hukuman untuk Stormi. Sedangkan Stormi cengengesan seolah sedang mengejeknya. Tangan Diego tidak berhenti mengusap pinggang Stormi dari samping. Benar-benar tidak bisa jauh dari Stormi. “Aku tidak mau masak besok,” ucap Steven. “Biar dia saja yang masak.” Menunjuk Stormi. Stormi mengerjap. “Jangan mempermalukanku. Aku tidak bisa memasak.” “Besok ibu saja yang masak.” Ibu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Mengunyahnya santai. “Bukankah besok itu jadwal itu membersihkan rumah lama itu?” tanya Steven. “Rumahnya sudah ditempati cucunya. Dia baru saja kembali bersama suaminya. Jadi ibu bisa bersantai,” jelas ibu. Stormi mengernyit. “Siapa?” “Anak yang dulu kamu takuti. Dia juga sudah dewasa dan ternyata dia sudah menikah,” jawab ibu. “Siapa namanya? Dari dulu aku sudah takut duluan melihatnya. Jadi tidak pernah tahu nama dan wajahnya lagi.” “Ruby…” balas ibu. “UHUUUK!” St
21++ Di belahan bumi yang berbeda. “Sayangku kenapa lama sekali?” teriak Leonard tidak sabaran menanti Ruby yang berada di dalam kamar mandi. “Iya…” Ruby menggigit bibirnya pelan. Ia keluar—menggunakan ligerie yang berbentuk jaring-jaring itu. Tubuhnya tembus pandang. Jaring-jaring hitam itu tidak mampu menutupi tubuhnya yang begitu berlekuk. Leonard sampai menahan nafasnya melihat istrinya. Ruby berjalan ke arahnya. “Kamu bilang aku yang memimpin malam ini? tapi kenapa wajah kamu terlihat ingin menerkamku secepatnya.” Leonard mendongak—tangannya merengkuh pinggul Ruby. “Sepertinya aku tidak bisa. Biarkan aku—” Bruk! Ruby mendorong tubuh Leonard sampai berbaring di ranjangnya yang kecil itu. Perlahan Ruby merangkah ke atas tubuh Leonard. Tangan Ruby yang lentik melepaskan pakaian atas Leonard. Ia mendekat—menangkup wajah Leonard—kemudian mencium bibir pria itu. Leonard membalas pangutan Ruby dengan liar. Tangannya sudah bergilya masuk ke dalam