Istri Cacat CEO
Bab 5
Christ terbangun di pagi harinya dengan kepala yang berat disertai pusing. Ia membuka matanya perlahan lalu duduk sambil memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri.
Christ baru saja akan berdiri ketika matanya tak sengaja melihat cadar hitam yang teronggok di atas kasur tempatnya berbaring tadi.
Keningnya langsung berkerut.
'Pemilik cadar ini pasti dia.' Dengan sedikit marah di hatinya, Christ mengambil cadar itu kasar lalu berjalan cepat menuju ke kamar asistennya, Via.
Saat itu Via tengah menyisir rambutnya yang basah. Dia terkejut ketika pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dengan sedikit kencang. Untunglah rambut panjangnya segera Via sapukan kebagian wajah kirinya.
"Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Via takut-takut melihat ekspresi wajah Christ yang melotot ke arahnya.
Untunglah separuh wajah Via yang cacat tertutupi oleh rambutnya yang panjang sehingga bekas luka itu tidak terlihat oleh Christ. Saat ini Christ tidak terlalu jelas melihat wajah Via karena wanita itu berdiri menyamping.
"Bisakah kau Jelaskan kenapa ada cadarmu di atas tempat tidurku?" tanya Christ dengan intonasi sedikit tinggi.
"Maaf tuan. I-itu tidak disengaja. Semalam anda ada mabuk jadi saya-"
"Ok, cukup, hentikan. Aku akan terlambat ke kantor pagi ini jadi tolong buatkan aku sarapan," perintahnya dingin sambil berlalu. Via langsung mengangguk tanda mengerti. Setelah lelaki itu pergi, Via menegang sambil menekan dadanya.
Hampir saja ketahuan.
Sekembalinya dari kamar Via, Christ tersenyum simpul. Sesaat setelah melihat sedikit wajah Via, hatinya berdetak tidak karuan, bahkan dirinya seperti pernah melihat gadis itu di suatu tempat namun entah kapan dan dimana. Christ masih menggenggam cadar Via ditangannya. Entah mengapa hatinya jadi menghangat.
*****
Christ sudah siap dengan pakaian kantor yang dikenakannya. Buru-buru ia pergi ke arah dapur untuk menikmati sarapan paginya. Christ tertegun saat melihat Via menggunakan cadarnya sambil mencuci piring. Via sedikit mengangguk tanda hormat. Diatas meja makan sebuah sandwich dan kopi hitam yang masih mengepul, setia menanti Christ untuk menyantapnya.
"Kenapa kau memakai cadar di sini? Ini bukan negara Arab jadi kamu bebas memakai baju apapun yang menurutmu nyaman," ujar Christ penuh ketegasan.
Via tertegun. Ia sendiri bingung harus mengatakan apa. Haruskah ia berkata bahwa cadar itu untuk menutupi luka cacat di wajahnya. Via menggeleng. Jika Christ mengetahui cacatnya dia pasti akan merasa jijik dan langsung mengusirnya pergi. Lalu bagaimana dengan pengobatan sang ayah yang membutuhkan banyak biaya saat ini.
Tidak, itu tidak boleh terjadi. Via lebih rela memakai cadar asal sang ayah dapat perawatan yang baik. Lagipula siapa yang sudi memperkerjakan wanita cacat, yang ada mereka akan sangat jijik sekali.
"Saya nyaman menggunakan ini, Tuan."
"Tapi sekarang musim panas. Apa kamu tidak merasa kepanasan?" tanya Christ heran.
Via hanya menjawab dengan gelengan kepala.
"Kalau begitu, terserah!" tukas Christ sambil menikmati sarapannya.
"Kopinya enak, terima kasih." Christ berlalu tanpa mendengar komentar dari Via. Via sendiri merasa lebih baik, saat bosnya itu tidak rewel bahkan perangainya terkesan cukup baik meskipun terkesan agak dingin.
*****
Christ baru saja mendudukkan pantatnya di kantor ketika Bram memberitahu ada sebuah panggilan masuk berasal dari anak buahnya di Indonesia.
"Hallo, Tuan?"
"Apakah ada informasi terbaru? Katakan," ujarnya dingin.
"Ya, Tuan. Kami telah menemukan alamat Nona Olivia beserta ibunya, namun ada seseorang yang menjemput mereka dengan mobil mewah dan hingga saat ini mereka tidak kembali lagi ke rumahnya. Saat ini kami sedang mencari pemilik mobil itu," ujar anak buah Christ dari seberang.
"Bagus, cari terus informasi sampai kamu bisa menemukan Olivia."
"Baik, Tuan!"
Christ tersenyum simpul, ia merasa senang atas informasi yang diberikan oleh anak buahnya. Ia berpikir tak lama lagi dirinya akan menemukan Olivia. Meski kelak Olivia tak ingin bersamanya, setidaknya janji sang ayah kepada sahabatnya akan terpenuhi dan dirinya bebas untuk menentukan pilihan, bersama siapa ia akan melanjutkan hidupnya kedepannya.
"Sepertinya anda sedang senang, Tuan?" ejek Bram saat melihat ekspresi bos sekaligus sahabatnya itu sedikit tersenyum simpul.
"Hei, sudah berapa kali aku bilang, berhenti memanggilku tuan saat tak ada orang lain." Christ mendelik tajam. Auranya yang dingin membuat siapapun lawannya yang melihat pasti akan langsung ketakutan.
"Mana berani aku, Tuan," canda Bram sambil menaik turunkan alisnya.
"Kau ingin aku pecat rupanya," balas Christ dingin.
"Kau selalu menyeramkan saat sedang marah, Tuan." Bram terkikik sambil berlalu dari hadapan bosnya.
Istri Cacat CEOBab 6Christian baru sampai di unitnya saat mencium harum masakan dari arah dapur. Ia melihat kesana dan mendapati Via tengah duduk sambil menikmati makan malam sendirian. Walau mulutnya tengah mengunyah pelan, namun pikirannya sedang berkelana hingga tak menyadari seorang Christian yang tengah berdiri memperhatikannya. Sebenarnya Christ pulang hanya untuk mandi dan berganti baju. Christ akan pergi menuju pesta yang diadakan oleh relasi bisnisnya.'Gadis aneh,' gumam Christian lalu beranjak menuju ke kamarnya.Via berhenti mengunyah makanan, pikirannya tertuju pada ibu dan ayahnya di negerinya. Ia Ingin tahu kabar mereka, namun dia tak mengetahui nomor telep
Istri Cacat CEOBab 7Iring-iringan dua unit kendaraan nampak memasuki sebuah halaman rumah yang cukup mewah. Seorang pengawal membukakan pintu Range Rovers hitam, ia membungkuk hormat saat James turun dari kendaraan miliknya.Pria berumur setengah abad lebih tersebut nampak mengedarkan pandangan ke sekeliling lalu memasuki rumah itu setelah pelayan mempersilahkannya masuk.James memasuki ruangan dimana terdapat seorang yang terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Dialah Suryo Joyo, sahabat karibnya semenjak lama. Sebenarnya isteri James, Melina, yang lebih akrab dengan Julia, istri dari Suryo. Saking akrabnya hubungan mereka di masa lalu, keduanya sepakat menjodohkan Christian dengan Olivia sewaktu mereka baru memasuki usia bel
Istri Cacat CEOBab 8Via membuka matanya di pagi hari yang cerah. Setelah menyelesaikan ritual di kamar mandi, ia segera menuju ke ruang tengah untuk membersihkan tempat itu.Kening Via berkerut saat melihat beberapa alat makan di meja nampak sedikit berserakan."Apakah Tuan Christian yang makan semalam," Via membatin.Via segera membereskannya lalu membawanya ke belakang. Detik selanjutnya Via segera membersihkan ruangan, menyapu dengan vacuum cleaner dan mengepel dengan hati-hati sampai semuanya terlihat rapi dan bersih."Selamat pagi, Via," sapa Bram ramah saat Via tengah mengelap meja dapur."Selamat pagi, Tuan Bram. Anda nampak tampan pagi ini," puji Via.
Istri Cacat CEO Bab 9 Mentari tampak hampir tenggelam di arah barat saat Bram kembali ke unit meninggalkan Via dengan tergesa-gesa. "Apa yang terjadi?" Via bertanya heran namun Bram sama sekali tidak menjawabnya. Wajah Bram terlihat gusar setelah menjawab panggilan dari seseorang. Bram melangkah terlebih dahulu dan memasuki lift. Saat Via menyusulnya, pintu lift itu sudah tertutup. Via mematung disana. Ia bingung sekarang. Berada ditempat yang sama sekali tidak diketahuinya. Bodohnya Via, tidak memperhatikan Bram tadi saat memencet tombol. Saat ini dirinya sendirian, bingung dan sama sekali tak tahu apa yang harus dirinya lakukan.
Istri Cacat CEO Bab 10 Pagi yang cerah saat mentari bersinar seperti biasanya dari ufuk timur, membangkitkan kembali jiwa-jiwa yang terlelap di alam mimpi untuk segera berjibaku dengan rutinitas kehidupan mereka. Chiara tengah berada di kantor Sang Ayah. Pak Hadi memberikan laporan tentang keadaan perusahaan yang tengah berada diambang kebangkrutan. "Kita harus secepatnya mendapatkan investor, kalau tidak perusahaan mengalami hal yang buruk." Chiara memijat keningnya. Mengurus perusahaan bukan keahliannya. Selain membutuhkan dana yang besar, perusahaan juga membutuhkan orang yang kuat untuk mengembangkan perusahaan. Selama ini, Pak Hadi yang mengambil alih perusahaa
Istri Cacat CEO Bab 11 Christian baru saja menutup panggilan. Beberapa saat yang lalu, ayahnya mengabarkan bahwa dirinya baru saja datang bersama istri barunya ke Dubai untuk urusan bisnis sekalian berbulan madu dan merayakan pesta disana. 'Haruskan kau merusak pagiku, Dad?' Christian kesal hingga tak sengaja melemparkan ponselnya ke sudut kasur. Pagi-pagi mood-nya sudah turun hanya karena mendengar suara ayahnya. Christian keluar dari kamarnya. Indera penciumannya langsung menghirup aroma harum dari kopi yang sudah terhidang di meja. "Selam
Bab 12Hari yang cerah, saat seorang pemuda tampan menggenggam tangan seorang gadis kecil di sebuah taman yang indah, keduanya tampak bahagia sekali.Mereka saling melirik dan tersenyum penuh dengan kebahagiaan.Pemuda itu mengucapkan sebuah nama dan berikrar suci serta berjanji akan mendampinginya selamanya.Namun tiba-tiba, tempat itu dipenuhi dengan api yang berkobar. Tak lama kemudian, terdengar sebuah dentuman yang keras, sehingga membuat semua orang berhamburan menyelamatkan diri. Gadis itu begitu ketakutan hingga berteriak kesana-kemari memanggil orang-orang yang dia sayangi. Hingga beberapa saat tubuhnya terguncang hebat.Rosaline yang heran langsung mendekat ke arah ranjang. Ia melihat
Bab 13Hari sudah beranjak pagi, saat Via membuka matanya pelan. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia berada di ruangan serba putih dengan aroma obat-obatan.Setelah melihat tangannya terpasang infus dan kepalanya yang dibalut perban. Barulah Via mengingat kejadian yang menimpa dirinya.Tak lama kemudian, seorang Suster memasuki ruangan."Anda sudah sadar, Nona?" tanyanya seraya mengecek infusnya. Via mengangguk.Melihat wajah Via yang cacat, Suster itu tidak tahan untuk bertanya."Apa yang menyebabkan wajahmu seperti itu? Kenapa kamu tidak segera mengobatinya?"Seakan tersadar, Via langsung meraba wajah bagian kirinya. Saat ini dia sangat malu kar