Share

Penolakan Anjani

Setelah tiba di rumah yang gue tinggali dengan Anjani terasa sangat sepi tanpa hadirnya seorang buah hati. Kapan ia akan hadir di tengah-tengah pernikahan gue yang hampir mendekati satu dasawarsa.

Gue memandangi sebuah pepohonan yang terlihat dari atas balkon ruangan kamar yang gue tinggali dengan Anjani selama beberapa tahun ini. Meski gue dan dirinya bertemu hanya sesekali. Anjani sangat sibuk dengan pekerjaannya dan gue hanya sendiri di kamar ini ketika dirinya harus syuting sebuah acara striping.

Cklek..

“Sayang, kamu sudah ada di rumah? Sejak kapan? Kenapa aku enggak mengetahuinya,” ungkap Anjani. Anjani adalah wanita yang sangat lembut namun takdir belum mengizinkan kami untuk memiliki buah hati.

“..Hmm, baru aja sayang”

“Kenapa kamu berdiri di balkon kamar kita? biasanya kalau aku sudah berada di dekat kamu, kamu enggak akan bisa jauh dariku dan kamu akan selalu mmberi kecupan hangat dan juga manis untukku.”

“Cup..,” sambil mengecup pipi sebelah kanan Dareen

Dengan wajah yang terlihat sangat tidak bergairah. Anjani mengetahui ada hal yang berbeda dari pria yang selama beberapa tahun sudah mengisi hari-harinya.

“Kamu sakit? Kamu seperti tidak bergairah melihatku, ketika berada di dekat kamu, sayang? Apa kali ini aku sudah mengganggu waktu kamu?” Sambil mendekap sang suami dari arah belakang.

“Saya, enggak kenapa-kenapa koq?” lirih Dareen. Dari kata yang keluar dari mulut gue, kalau gue seperti enggak menginginkan kehadiran Anjani saat ini.

“Kamu kenapa sih, sayang? Aku seperti enggak mengenal kamu saat ini? Kamu marah karena aku sibuk dengan pekerjaanku di dunia ke artisan? Sebelumnya kita pernah sepakat kalau kamu enggak akan memberi aku jarak untuk pekerjaan yang sangat aku sukai.”

Gue hanya bingung sebagai kepala rumah tangga. Gue hanya menginginkan sebuah keluarga yang utuh dan hadirnya seorang baby di kehidupan rumah tangga gue dan Anjani.

“..Hmm, Anjani bolehkah saya bicara dengan kamu dari hati ke hati?”

“Bicara, apa? jangan katakan bagaimana caranya kita memiliki buah hati lagi? Aku bosan ketika di tanya akan hal yang satu ini. Aku enggak mau menjadi gemuk karena harus melahirkan buah hati?”

“Terus tujuan kamu menikah denganku apa, Anjani?”Sarkas Dareen pada Anjani

“Aku cinta sama kamu, Dareen, dengan membelai sebelah kanan pipi Dareen. Tapi aku enggak mau memiliki buah hati saat ini. Karena, karirku lagi sangat baik di dunia ke artisan. Aku mohon, mengerti aku Dareen.”

“Sudah sering saya memahami kamu, Anjani. Tapi rasanya kamu yang enggak mengerti dan memahami saya sebagai suami kamu. Aku bosan dan sangat lelah, Anjani. Coba kamu menjadi saya, Anjani. Kamu berbuat seperti ini, karena kamu enggak tau bagaimana hati dan perasaan saya sebagai suami kamu. Saya pikir kamu seperti ini hanya satu tahun atau bahkan dua tahun tapi ini sudah bertahun-tahun Anjani,” Sarkas Dareen.

Dareen, yang di kenal sebagai pria yang baik dan selalu menghargai wanita. Tapi kali ini Dareen marah dan muak dengan keadaan yang selalu saja seperti ini. Dirinya, bosan ketika relasi Papanya bertanya “sudah berapa putra dan putrinya?” Hal itu yang selama ini selalu mengganggu di pikirannya. Dirinya enggak pernah mengatakan hal itu kepada Anjani karena dirinya sngat mencintai Anjani. Tapi kali ini, toleransi itu seakan memudar sejalannya waktu.

Kamu pikir aku mau seperti ini, Dareen? Tapi ini lah kesempatanku meraih karir yang gemilang di dunia ke artisan.

“Kamu kejam, Anjani,” sambil memperlihatkan ekspresi marah terhadap Anjani dan meninggalkannya di kamar seorang diri.

Braaakkkkk

Dareen berlalu pergi dengan membanting pintu kamarnya. Hal ini yang paling sangat dirinya takutkan ketika Anjani di masa gemilang karirnya sebagai seorang aktris.

“Mau kamu apa sih, Dareen? Sungguh aku kecewa dengan kamu, Dareen,” ucap Anjani.

Hiks..hiks

Anjani kini menangis meratapi kesedihan yang telah dilakukan Dareen padanya. Menurutnya, itu semua wajar kalau ia mengejar cita-citanya menjadi seorang artis terkenal, enggak ada yang salah dengan impiannya selama ini.

Huffftttt.., sambil mengusap belakang kepala

Kenapa dan kenapa Anjani enggak pernah mengerti dengan keadaan yang selalu di dambakan pasangan yang tengah menikah? Dan alasannya sangat enggak masuk akal kalau dirinya takut gemuk ketika melahirkan buah hati mereka.

Selama beberapa jam Dareen dan Anjani enggak saling sapa meski mereka ada di dalam satu tempat yang di tinggali. Dareen, memilih untuk tidur di kamar tamu sebagai bentuk rasa kecewanya pada Anjani.

Dareen, yang berada di ruangan kamar tamu hanya bisa  membalikkan badannya ke kanan dan ke kiri hingga sangat sulit untuk memejamkan matanya. Bayangkan saja, apabila orang yang enggak memiliki sebuah masalah dirinya akan mudah untuk menutup matanya dan berada di bawah alam sadarnya. Tapi enggak, bagi Dareen!

Di ruangan kamar yang lain, Anjani terlihat sangat pulas masuk ke alam bawah sadarnya. Dirinya begitu terlihat sangat letih karena sudah beberapa hari ia kurang tidur karena proses syuting yang tengah ia jalani.

Keesokan paginya Anjani merasa perutnya sangat lapar dan ia kini berteriak memanggil Asisten Rumah Tangga yang biasa melayani segala keperluan Dareen dan Anjani ketika mereka berada di kediamannya.

“Bi Minah..cepat sediakan saya breakfast, saya lapar,” sarkas Anjani kepada Bi Minah

Hoaamm..

Dareen menggeliat khas orang bangun tidur dan menarik sebahagian tubuhnya. Suara apa itu? Kenapa pagi-pagi sudah ada yang teriak-teriak, sih?

Dengan wajah yang terlihat masih sangat kusut khas orang bangun tidur. Dareen, bergegas menuju ke arah suara berisik yang mengganggu tidurnya. Karena, Dareen baru saja tertidur dari lamunan panjangnya yang memikirkan perkataan Anjani kemarin sore.

Kreekkk..

Suara kursi yang hendak di tarik ketika berada di ruangan meja yang berbetuk persegi itu. Anjani masih terlihat sangat acuh dengan suaminya. Ia enggak menyapanya di kala pagi menyambut. Seharusnya, Anjani mengalah dan meminta maaf kepada sang suami. Tapi Anjani hanya diam tanpa satu kata pun yang keluar dari mulutnya.

“Keterlaluan..,” lirih Dareen

Anjani, seolah enggak mendengar perkataan Dareen yang saat ini mereka sama-sama berada di satu ruangan makan.

“Bi Minah.., segera bereskan piring makan saya ya. Terima kasih!” ucapnya dengan mulut yang sedikit terkatup.

“Tuan sudah selesai juga makannya? Biar saya bereskan juga piringnya Tuan,” ucap sang Asisten Rumah Tangga.

“Enggak usah, Bi Minah! Terima kasih, saya masih bisa membawakan piring saya ke wastafel pencuci piring,” ucap Dareen.

“Kalau begitu saya permisi ke belakang dulu ya, Tuan Dareen.” Sambil menunduk

Apa sih sebenarnya maunya Anjani? Selama ini gue udah cukup memahaminya, tapi apa yang gue terima? Ia malah mengabaikan gue, bukannya minta maaf. Malah gue di tinggal sendiri di ruangan makan ini.

Braakkk..

Terlihat kalau Anjani masih sangat marah dengan Dareen, hingga dirinya membanting pintu kamar mereka. Entah apa yang ada di pikiran Anjani saat ini? Apa ego nya terlalu tinggi untuk memohon maaf terlebih dahulu kepada suaminya? Di dalam sebuah rumah tangga enggak ada yang namanya malu untuk memohon maaf terlebih dahulu. Ketika kita salah ataupun enggak salah wajib hukumnya untuk memohon maaf demi kenyamanan di dalam sebuah rumah tangga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status