Share

Permohonan Sebelah Pihak

Perasaan gusar gue, sudah mengganggu semua ide yang muncul untuk segera membawa Amanda, ke sebuah ikatan suci yang memang gue sangat menginginkannya. Gue masih sangat mencintai Anjani tapi gue enggak bisa memungkiri kalau gue sangat mendambakan hadirnya buah hati ke tengah kehidupan rumah tangga gue.

Gue baru menyadarinya kalau Anjani melupakan dirinya yang bertugas sebagai seorang istri, gue sebagai seorang pria sekaligus suami terlalu hampa untuk membangun rumah tangga ini sendirian. Di mana aku yang mengayuh sebuah kapal yang mana ombaknya sangat besar dan kencang. Tapi Anjani hanya diam tanpa tau harus berbuat apa untuk rumah tangganya saat ini.

Sejujurnya, gue jengah melakoni rumah tangga yang bila di katakan di ujung tanduk ternyata memang benar adanya. Kalau sudah seperti ini siapa yang akan di salahkan? Dan gue sebagai kepala rumah tangga yang goyah ini hanya bisa diam dan enggak bisa berbuat apa pun?

”Bi..Minah, tolong katakan pada Dareen saya pergi!”Ungkap Anjani dan berlalu pergi

Kreekk..

Suara kursi di tarik Dareen menuju ke arah suara yang mengatakan kalau dirinya akan pergi. Dareen berjalan dengan sangat cepat agar ia bertemu dengan Anjani ternyata orang yang akan ia sambangi sudah berlalu pergi dan menghilang tanpa memperlihatkan bayangannya.

“Bi Minah, Anjani pergi ya? Kenapa enggak permisi dengan saya kalau dirinya akan pergi?

“Sa..saya enggak tau, Tuan Dareen. Saya sudah katakan begitu ke Nyonya kenapa enggak permisi dengan Tuan Dareen. Tapi nyonya malah langsung pergi,” ungkap Bi Minah.

Bi Minah, enggak tahu dengan masalah rumah tangga gue yang semakin hari menurut gue semakin rumit saja. Gue pun bingung harus dari mana mengembalikan rumah tangga yang penuh dengan kehampaan ini.

Gue pun enggak tau saat ini harus berbuat apa? hanya bisa pasrah pada keadaan. Lebih baik saat ini gue bergegas menuju kediaman keluarga Amanda untuk menagih janji mereka kembali. Dan kali ini gue harus siap dengan konsekuensi yang ada. Gue harus terima kalau pada akhirnya semua di luar dugaan gue sebagai manusia biasa yang enggak kuput dari khilaf.

Di saat kesiapan gue menuju rumah keluarga Amanda. Setibanya gue di kediaman keluarga Amanda terlihat mereka duduk di ruang tamu mereka yang terlihat sangat sederhana yang berhiaskan kursi kayu yang hampir saja akan rubuh. Kehidupan keluarga Amanda sangat lah memprihatinkan. Enggak seperti kehidupan orang pada umumnya, tapi gue kagum pada wanita ini yang selalu saja bekerja keras demi membahagiakan orang tuanya, tentunya untuk melunasi hutang piutang orang tuanya.    

Tok..Tok

Pak Darmono, apa anda berada di dalam?tanyaku dengan suara sangat hati-hati sekali. Bagaimana pun tak akan tega gue menyakiti keluarga ini. Ini semua hanyalah sebuah siasat gue untuk mendapatkan Amanda.

Pak Darmono beserta keluarganya enggak menjawab pertanyaan gue? Apa sebegitu takutnya mereka dengan gue? Apa tampang gue terlihat menyeramkan? Udah tampan begini di pikir mereka gue seorang debt collector.

Gue ulangi sekali lagi panggilan gue padahal baru aja gue mendengar kalau mereka tengah berbincang di ruangan tamu yang terlihat sangat sederhana ini.

Tok..Tok

Pak Darmono, apa anda dan juga keluarga anda ada di dalam? Maafkan, kalau kalian takut dengan kehadiran gue ke rumah kalian.

”Sssssttttttt..jangan berisik,” ungkap Amanda kepada kedua orang tuanya.

Saat ini Amanda ingin menyelamatkan dirinya dan juga keluarganya dari kedatangan pria seperti Tuan Dareen yang terhormat. Amanda adalah wanita yang sangat pintar dan juga sangat lihai dalam mengelabui pria seperti Dareen saat ini.

Bagaimana pun, Amanda belum mau menikah dalam waktu dekat apalagi dengan pria yang sama sekali enggak ia kenal.

Dareen, bukanlah seorang pria yang dengan mudahnya di bohongi. Ia mulai menyusuri setiap sudut, jengkal rumah Pak Darmono. Ia tau kalau mereka tengah bersembunyi guna menghindari kedatangan Dareen.

”Nak..apa enggak sebaiknya kita hadapi saja, kedatangan Tuan Dareen. Kalau kita bersembunyi seperti ini yang ada beliau pikir kita menghindarinya. Bapak, enggak mau kalau kita seperti ini untuk menghindari kedatangannya.”

”Pak, apa Bapak enggak kasihan dengan putri Bapak yang satu ini?” Tanya Manda dengan tatapan yang sangat menyayat hati.

”Manda enggak mau menghabiskan masa muda Manda, menikah dengan pria yang sudah berumur seperti Tuan Dareen, Pak,” sarkas Amanda kepada sang Bapak.

”Lalu dengan cara apa kita membayar semua hutang keluarga kita padanya dan juga keluarganya. Orang tua Tuan Dareen dan juga dirinya sudah sngat baik dan berjasa dalam hal ini. Hanya Manda saja yang enggak mengerti, betapa baiknya mereka dengan kita, Bapak hanya malu ketika menginat kebaikan orang tuanya Tuan Dareen.”

”Kalau orang lain Bapak katakan baik, lantas anak Bapak apa? Manda tau, kalau Manda enggak bisa memberi di saat kalian membutuhkan. Tapi percaya lah, Manda juga bisa membantu kalian untuk membayar hutang. Tapi mungkin hari ini belum saatnya, percaya lah semua akan indah pada waktunya,” sambil memegangi kedua tangan milik orang tuanya.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Amanda hanya memohon kalau ia enggak akan lagi di nikahkan dengan pria yang wajahnya terlihat agak menua. Enggak seperti dengan usianya yang masih beranjak memasuki usia kedewasaan untuk membina bahtera rumah tangga.

”Nak.., Bapak sudah bersabar untuk mencari pinjaman ke sana ke mari namun hasilnya, enggak ada. Enggak ada, yang mau meminjamkan uang pada kita untuk membayar hutang kepada Tuan Dareen.”

”Lantas? Manda yang harus berkorban kali ini, Pak?” dengan berderai air mata, Amanda menyampaikan rasa kecewanya pada kedua orang tuanya. Kali ini Amanda enggak bisa berbuat apa pun lagi. Ia hanya diam membisu tanpa kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya meratapi nasibnya yang harus menerima pernikahan yang sebenarnya enggak ia inginkan.

Bapak, bergegas keluar dari kamar yang kami huni sedari tadi untuk menghindari Tuan Dareen. Bapak, segera pergi menemui Tuan Dareen yang pasti sudah lama menunggu di halaman depan.

Cklek..

Suara pintu tengah di buka. ”Maaf, Tuan Dareen sudah lama menunggu di sini? Saya tadi habis buang air di toilet. Jadi saya enggak mendengarnya,” ucap Pak Darmono berdalih.

Dareen, hanya memberikan senyuman khasnya yang membuat wanita mana pun enggak akan mungkin mengingkari pesona tampannya.

”Enggak apa-apa, Pak Darmono, saya paham!”

”Saya jadi merasa enggak enak hati dengan Tuan Dareen sudah lama menunggu di sini seperti kediaman saya enggak memiliki penghuni,” jawab Pak Darmono asal.

”Pak Darmono, bagaimana dengan kesepakatan kita? kapan bisa kita langsungkan pernikahannya?”

”Sepertinya Tuan Dareen, sudah enggak sabar ingin menikah dengan putri saya? Karena setiap hari datang selalu mengunjungi kediaman kami, demi menanyakan apa sudah ada uang untuk membayar hutangnya.”

Dareen, yang merasa belakang kepalanya tak gatal, dirinya pun menggaruknya. Karena pertanyaan Pak Darmono sangat to the point sekali.

”Apa iya, Pak Darmono? Sepertinya saya enggak begitu.”

Dareen, yang merasa sangat malu dengan ucapan Pak Darmono hanya bisa berdalih dan apa yang di ucapkan Pak Darmono enggak benar adanya. Hanya saja, ia malu untuk mengakuinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status