Share

Antara Ayana dan Kenneth

"Makasih udah nganterin sampe rumah," ucap Ayana membuka sabuk pengamannya.

"Sama-sama. Lo gak apa-apa, kan?"

"Kenapa?"

Rendi mengusap tengkuknya sesaat. "Gak cemburu liat yang tadi?"

Ayana terkekeh pelan dan menggeleng. Tidak, dia tidak cemburu. Hanya saja Aya ingin membuat Ken merasa panas. Entah kenapa menyenangkan saja jika membuat kesal. Aya seperti membalaskan dendamnya.

"Kenapa harus cemburu juga? Udah, ya, aku mau masuk. Kamu hati-hati pulangnya. Kalau barangnya udah selesai jangan lupa kasih tau aku, ya," jawabnya.

"iya, nanti gue yang anterin."

Ayana turun dari dalam mobil dan melihat Rendi yang berlalu pergi dengan mobilnya. Setelah memastikan Rendi benar-benar pergi, Ayana masuk ke rumahnya. Dia merasa lapar dan ingin makan sesuatu sekarang. Mungkin makan mie terasa nikmat saat tubuhnya merasa dingin seperti sekarang.

Saat masuk ke dalam rumah Ayana melihat Ibunya tengah berada di dapur, menyiapkan sesuatu. Dengan cepat ia menghampirinya dan melihat apa yang dilakukan Ibunya. "Lagi apa?"

"Eh, kamu udah datang. Kebetulan banget, kamu tolong anterin makanan ini ke rumahnya Kenneth, ya. Mama masak banyak jadi mau sekalian ngasih ke calon besan. Diantar sama supir ke sana."

Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali. "Gak mau. Mama aja yang nganterin, kan mama yang mau ngasih."

"Mama aja, yang mau ngasih juga Mama. Aya lagi males ketemu Ken."

"Emangnya kenapa?"

Ayana menggeleng pelan. Ia duduk dan meraih gelas dan air. "gak apa-apa."

wanita paruh baya tersebut menghela nafas pelan. "Yaudah kalau gak mau biar Mama aja yang anterin."

Tak selang lama terdengar suara gemuruh langit, sepertinya akan turun hujan. Ayana tidak mungkin membiarkan ibunya pergi jika di luar sana akan terjadi hujan. Lebih baik dirinya saja yang pergi.

Dengan cepat Ayana berdiri dan mengambil alih bungkusan berisi makanan itu. "Iya-iya, aku aja yang anterin."

****

"Metta!"

Kenneth bergegas masuk ke dalam rumah untuk mencari adiknya itu. Ternyata di tempat salon tadi tidak ada Metta. Ken sudah mencari ke sana kemari namun tidak ada salon yang menerima pelanggan dengan ciri-ciri seperti Metta.

Apa maksudnya itu? Ken jelas kesal. Dia seperti dipermainkan oleh adiknya sendiri.

"Metta!" panggilnya sekali lagi.

"Ya ampun, ini baru datang kenapa teriak-teriak?" Mama dan Papanya sampai menghampiri Ken.

"Metta udah pulang belum?"

"Udah. Tadi pulang naik taxi. Katanya kamu lagi ada urusan sama temen."

"Sekarang dimana anaknya?"

"Di atas. Ada apa, sih?" Kini Papanya ikut bertanya.

"Ken mau ke atas dulu Pah, Mah."

Sepasang suami istri itu dibuat bingung dengan anaknya. Apa terjadi sesuatu? Tapi tadi Metta terlihat biasa saja.

Tidak biasanya jika kedua anaknya memiliki masalah Kenneth berteriak seperti itu. Ken selalu bersikap lembut pada adiknya bahkan ketika marah. Pernah beberapa kali namun ketika memang itu adalah masalah yang besar.

"Mereka kenapa, ya?"

"Namanya juga adik kakak, ada berantemnya."

Kebali ke Kenneth, lelaki itu naik ke lantai atas menuju kamar Metta. Tepat di samping kamarnya. Ayo lihat, dia mau mengelak apa lagi?

Jika memang Metta belum bisa menerima Ayana yang akan jadi kakak iparnya, oke. Tapi tidak perlu berusaha untuk menjadi api diantara keduanya. Ken tidak menyangka adiknya akan membohonginya seperti ini.

"Metta! Buka pintunya!"

Tak selang beberapa lama pintu tersebut langsung terbuka. "Kak Ken udah pulang?" tanyanya masih terdengar santai.

"Kakak nyari kamu, tapi kamu gak bisa dihubungi. Sekarang kamu malah ada di rumah."

"Baterai-nya habis. Jadi aku pulang duluan tadi."

"Tapi kami gak ke salon, kan?"

Sontak Metta gelagapan. Dari mana kakaknya ini tau?

"Kalau ditanya itu jawab, Metta," ucap Ken sekali lagi.

"Aku... aku ke salon. Cuma-"

"Sejak kapan kamu belajar bohong?" Kenneth menatap sang adik dengan dingin. Nada bicaranya begitu datar.

"Kak..."

"Ayana tau kalau kakak lagi sama temen kamu itu. Kamu yang ngasih tau?"

Saat itu juga Metta menyadari kesalahannya. Jadi Ayana mengadu? Pantas saja Kakaknya pulang dalam keadaan marah. Jangan-jangan Ayana juga yang menghasut Kakaknya.

"Oke! Aku ngaku. Aku emang sengaja ngasih foto kak Ken sama Yura ke Aya."

"Terus?"

"Terus aku juga sengaja mau bikin Aya kesel. Biar dia tau kalau Kak Ken lebih cocok sama perempuan lain. Emang ini akal-akalan aku."

Kenneth menarik nafas pelan agar dirinya tidak terbawa emosi. "Ternyata bener."

"Maksudnya?"

"Kenneth, Metta!" Tiba-tiba seorang pria paruh baya menghampiri keduanya.

Metta yang terkejut langsung menundurkan tubuhnya selangkah. Takut jika Papanya mendengar obrolan mereka. Karena Metta tau dirinya hanya sendir. Orang-orang di rumah ini menyukai Ayana kecuali dirinya.

"Kalian ini lagi apa? Itu di bawah ada Aya. Kata Mama suruh panggil kalian."

"Aya?"

****

"Aduh, Tan. Sebenarnya aku gak akan lama di sini. Cuma di suruh nganterin kue aja sama Mama."

"Duduk dulu. Emangnya gak mau ketemu Ken sama Metta? Kita ngobrol-ngobrol soal pertunangan kalian."

Ayana tersenyum kaku. Kalau bukan karena Mama, dia juga tidak mau datang ke sini. Tapi melihat Tante Mirna yang semangat bertemu dengannya mau tidak mau Aya harus ikut duduk sebentar. Lagipula di luar sana sedang hujan.

Ya, di jalan saat menuju ke sini Ayana disambut hujan meskipun tak besar. Benar saja karena sudah ditebak dari langit yang mendung.

"Nah, itu anaknya."

Terlihat dari arah tangga Ken dan Metta turun bersama Papanya. Ayana mencoba untuk bersikap biasa. Melupakan kejadian tadi siang.

"Aya?" Ken menghampiri Ayana dengan perasaan lega. "Kita bisa bicara berdua?"

"Eum... tapi aku harus pulang. Soalnya Mama udah nunggu di rumah," kata Aya langsung berdiri.

"Cuma sebentar, Ay."

"Maaf ya, Ken. Aku juga cuma nganterin pesanan Mama."

"Gimana kalau Ken aja yang nganterin kamu? Itu hujan, loh," saran Papanya Kenneth.

"Aku ke sini dianterin supir, Om."

Ken terlihat frustasi. Apa Ayana marah padanya? Atau kecewa? Cemburu? Ken tidak tau. Dengan Ayana yanh bersikap seperti ini justru membuat bingung. Dia terlihat biasa saja.

"Semuanya, Aya pamit pulang ya. Maaf gak bisa lama," ucap Ayana, lalu  beralih menatap Kenneth. "Ngomong-ngomong Yura itu cantik, ya."

Deg!

"Apa maksud Ayana tadi? Siapa itu Yura?" tanya Papa Kenneth murka.

Kenneth hanya bisa menghela nafas pelan. Jelas, Ayana sengaja mengatakan hal itu di depan kedua orangtuanya.

Dia pikir dengan begitu dirinya menang?

Tidak! Ken tidak akan membiarkan perjodohan dirinya dan Ayana gagal.

"Jadi...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status