"Ayana! Ya ampun, ini anak gadis masih tidur. Udah siang ini."
Wanita paruh baya itu menarik selimut yang menggulung tubuh putrinya. Tertidur nyenyak tanpa merasa terganggu sedikitpun. Ini pasti karena habis bergadang nonton film. Kebiasaan!"Bangun!""Sebentar lagi, ya. Sekarang Aya gak ke kampus," jawab Ayana melenguh."Itu temen kamu udah nunggu di bawah. Kasian kalau harus nunggu lama.""Siapa?""Putri."Ayana sontak mengubah posisinya menjadi duduk. Dia lupa sudah janjian untuk bertemu. Gadis itu melihat Mamanya berjalan ke arah jendela untuk membuka gorden. Saat cahaya matahari itu menerpa wajahnya, ia menyeringit silau."Tadi juga Kenneth ke sini. Mama mau bangunin kamu, tapi dia bilang jangan. Terus pulang lagi, deh.""Ken? Ngapain dia ke sini?""Gak tau. Mungkin ngajak kamu jalan," jawab Mamanya yang kembali menghampiri Ayana. Ia menarik selmut untuk dilipat."Biar Aya aja yang beresin nanti," cegatnya."Yaudah. Mandi dulu sana. Putri disuruh masuk ke kamar aja apa gimana?"Ayana mengangguk. "Iya. Langsung ke kamar aja gitu. Makasih ya, mah."Wanita itu tersenyum dan ke luar dari kamar Ayana. Dia dan suaminya juga akan pergi bersama orang tua Ken, untuk mengecek gedung. Persiapan pertunangan mereka sudah hampir beres. Tinggal menunggu hari.***"Belanjanya belum selesai?"Ken mengikuti sang adik dengan banyak paper bag di tangannya. Dia mengantar Metta ke mall untuk berbelanja. Padahal seharusnya Ken juga ikut ke gedung bersama orang tuanya. Mereka akan melihat tempat yang disewa untuk acara pertunangan nanti."Udah. Tapi abis ini langsung ke salon, ya?""Tumben. Bukannya kamu gak suka ke salon?" tanya Kenneth mengangkat alisnya."Itu dulu. Kalau sekarang suka." Metta tersenyum dan menggandeng lengan kakaknya. "Udah lama kak Ken gak ngajak Metta jalan-jalan. Kalau Kak Ken udah nikah, masih sayang aku gak?""Pasti. Kamu ini tetap satu-satunya adik kesayangan Kakak. Gantung di pohon toge kalau kakak bohong."Metta sontak tertawa dan mengangguk percaya. Karena Metta menyayangi kakaknya, dia tidak mau pria ini sakit hati karena perempuan. Metta takut jika Ayana hanya ingin mempermainkan perasaan Kenneth, untuk membalas dendam."Hai Metta!"Kakak beradik itu menoleh saat melihat Yura berjalan ke arah mereka."Lo juga di sini?" tanya Metta seolah kaget. Padahal itu bagian rencana mereka."Iya. Baru aja habis belanja. Sekarang mau cari makan.""Kebetulan banget. Kak Ken ikut dia aja. Soalnya aku takut lama kalau di salon. Nanti kalau udah aku kabarin."Sebenarnya Ken malas jika harus berduaan dengan Yura. Bukan karena hal lain, namun Kenneth hanya tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman saat dirinya mendekati hari tunangan. "Katanya kamu mau Kakak temenin.""Lain kali aja. Kasian Kak Yura jalan sendiri. Lagian aku gak lama, kok. Mau ya Kak, pliss.... " ucap Yura terdengar memohon."Yasudah tapi kalau kamu selesai langsung kasih tau.""Pasti."Yura mengajak Kenneth untuk mengikutinya. Ini semakin mudah karena Ken adalah orang yang wellcome. Ternyata, Yura semakin menyukai pria dewasa di depannya ini saat obrolan di rumah Metta kemarin.Metta mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kamera ke arah Ken dan Yura, yang sedang turun dengan eskalator. Setelah mengirimkan foto itu pada Ayana, Metta langsung mematikan data selulernya."Kalau kak Ken gak bisa mundur, gue yang akan bikin lo mundur."****"Ini udah bukunya?""Udah cuma itu aja. Nanti jangan lupa di cek lagi, ya."Saat ini putri berada di kamar Ayana. Mereka membicarakan soal buku tentang tugas mereka. Sekitar 3 jam Putri di sana dan sekarang barulah mereka selesai."Siap." Putri menumpukan buku-buku di depannya jadi satu. "Kalau gitu aku mau langsung pergi sama Deon.""Aku juga mau pergi sama Rendi, sih," kata Ayana."Rendi?"Gadis itu mengangguk. "Iya. Dia mau nganter gue ke toko reparasi."Kemarin Ayana menghubungi Rendi untuk mencarikannya orang yang bisa membenarkan alat miliknya yang rusak. Beruntungnya Rendi bilang dia memiliki kenalan yang bekerja di toko reparasi. Jadi pria itu akan mengantarkan Ayana ke sana."Ay, gimana kalau ternyata Rendi suka sama kamu?" tanya Putri tiba-tiba."Maksudnya?"Ting!Ponsel Ayana seketika berbunyi, tanda notifikasi pesan masuk ke ponselnya.Metta mengirim foto dimana Ken tengah berjalan dengan seorang perempuan. Kalau tidak salah ini seniornya di kampus, Yura."Dia pikir Ken doang yang bisa jalan sama cewek lain?" gumamnya menggenggam erat ponsel."Kenapa, Ay?""Metta ini emang ngajak perang."****"Enak gak makanannya?" tanya Yura setelah Ken memasukan sesuap makanan ke mulutnya."Lumayan."Yura menatap Kenneth yang menyantap makanannya. Menyadari itu justru membuat Ken menjadi risih. Namun tetap untuk tidak memperdulikannya.Mereka berdua telah pergi ke beberapa toko untuk mencari barang yang ingin dibeli Yura. Dengan alibi dompet yang tertinggal di mobil Yura meminta Ken untuk membayar belanjaan-nya. Sebenarnya Ken tidak keberatan selama orang itu adalah teman adiknya, Ken akan memperlakukan mereka baik. Dan uang dikeluarkannya juga tidak seberapa."Udah satu jam. Kenapa Metta belum kasih kabar, ya?" Ken mencoba menelponnya namun tidak aktif. Setidaknya kalau adiknya bisa dihubungi, Ken akan tenang."Mungkin masih di salon. Namanya juga cewek," kata Yura meneguk minumnya."Tapi ponselnya gak aktif.""Udahlah, jangan khawatir. Dia bilang bakal ngabarin kalau udah selesai, kan?""Maaf. Saya harus duluan buat jemput Metta.""Ken!"Yura berdecak kesal saat Kenneth pergi begitu saja. Dia segara mengambil tas miliknya dan ikut menyusul. Dasar Metta! Seharusnya dia tidak perlu mematikan ponselnya.Saat keluar dari tempat makan, Ken justru bertemu dengan Ayana yang datang dengan Rendi. Kalau Ken terlihat terkejut, gadis itu justru terlihat biasa saja. Dia sudah tau kalau Kenneth ada di sini.Setelah pergi ke toko reparasi Ayana sengaja mengatakan dirinya lapar pada Rendi dan ingin makan di sini. padahal itu hanya alasan agar dirinya bisa bertemu Kenneth dan menunjukan jika dirinya juga bisa jalan dengan Rendi."Aya?""Ken? Lagi jalan juga, ya?" tanya Ayana melirik Yura seakan dirinya belum tau."Kamu ngapain jalan sama cowok ini?""Emangnya kenapa? Rendi itu temen aku. Lagian kamu juga jalan sama cewek lain, masa aku gak boleh jalan sama temenku sendiri.""Kita ketemu gak sengaja. Saya lagi nganter Metta belanja," jelas Ken mencoba menyentuh tangan Aya, namun langsung ditepis."Masa, sih? Bukan alasan untuk kalian bisa berduaan? Soalnya tadi Metta baik banget kirimin aku foto kalian.""Maksudnya?""Kamu tanya langsung aja saa adik kamu itu.""Ay...""It's okay. Lanjut aja gak apa-apa. Aku juga mau pergi, kok." Ayana kini menatap Rendi. "Ayo, Ren. Anterin aku pulang aja, ya. Aku mau makan di rumah aja.""Kamu jangan salah paham dulu, Ay.""Ternyata bener kata Metta. Tipe kamu yang body-nya bagus," bisik Ayana sebelum pergi.Gadis itu tersenyum dan menepuk dada Kenneth pelan. Dia melihat Yeri yang melayangkan tatapan sinis ke arahnya. Bukankah seharusnya Ayana yang melakukan itu?Sebelum Ken menahannya Aya lebih dulu masuk ke dalam mobil. Rendi merasa puas karena Ayana tetap memilih pergi dengannya. Padahal bisa saja temannya ini dipaksa ikut oleh kakaknya Metta."Makasih udah nganterin sampe rumah," ucap Ayana membuka sabuk pengamannya."Sama-sama. Lo gak apa-apa, kan?""Kenapa?"Rendi mengusap tengkuknya sesaat. "Gak cemburu liat yang tadi?"Ayana terkekeh pelan dan menggeleng. Tidak, dia tidak cemburu. Hanya saja Aya ingin membuat Ken merasa panas. Entah kenapa menyenangkan saja jika membuat kesal. Aya seperti membalaskan dendamnya."Kenapa harus cemburu juga? Udah, ya, aku mau masuk. Kamu hati-hati pulangnya. Kalau barangnya udah selesai jangan lupa kasih tau aku, ya," jawabnya."iya, nanti gue yang anterin."Ayana turun dari dalam mobil dan melihat Rendi yang berlalu pergi dengan mobilnya. Setelah memastikan Rendi benar-benar pergi, Ayana masuk ke rumahnya. Dia merasa lapar dan ingin makan sesuatu sekarang. Mungkin makan mie terasa nikmat saat tubuhnya merasa dingin seperti sekarang.Saat masuk ke dalam rumah Ayana melihat Ibunya tengah berada di dapur, menyiapkan sesuatu. Dengan cepat ia menghampirinya dan melihat apa yang dilakukan Ibun
"Gak ada, Pah. Ayana cuma bercanda mungkin.""Jangan bohong Ken! Kalian ada masalah?"Metta yang merasa ini adalah kesempatan langsung memanfaatkannya. "Pah, Mah, jadi Aya itu liat Kak Ken sama temen kampus aku yang mamanya Yura jalan berdua. Nah, mungkin karena itu.""Kamu jangan mulai, Ta. Jangan bikin Kakak tambah marah," ucap Ken kesal dengan sang adik. "Ini cuma salah paham. Papa sama Mama jangan khawatir karena aku jamin ini bukan masalah besar.""Kamu yakin? Mama gak mau kalau Ayana berakhir membatalkan perjodohan kalian sedangkan acara pertunangan sudah di depan mata. Mama mau Ayana yang jadi menantu Mama, Ken."Diam-diam Metta pergi dari sana menuju kamar. Orang-orang di rumahnya menyukai Ayana bahkan Ibunya sampai mengatakan hanya ingin Aya yang menjadi menantunya. Sehebat apa, sih? Banyak wanita lain di luar sana yang lebih baik dari Ayana.***Seorang gadis keluar dari kamarnya dengan tampilan acak-acakan. Ia terbangun di malam hari dengan keadaan yang kurang baik. Tubuhny
"sayang, ayo bangun dulu. Ini waktunya kamu minum obat, loh." Ayana mengeluh dan perlahan membuka matanya. "Gak mau, Mah. Nanti aja.""Kamu harus cepet sembuh. Gak inget tadi dokter bilang kamu harus makan? Ini suhu tubuh kamu masih panas. Kamu juga belum makan apa-apa dari pagi.""Gak mau."Gadis itu memelas. Perutnya sakit setiap diisi makanan. Tadi pagi dia sudah mencoba memakan bubur namun baru satu suapan sudah terasa mual. Lagipula selama belum merasa lapar ia masih bisa menahannya. Ayana bahkan tak memiliki tenaga untuk bangkit jika memang harus memuntahkan isi perutnya ke kamar mandi."Tadi pagi siapa yang datang?" tanya Ayana teringat sesuatu. Ia menyingkirkan kompresan di keningnya."Siapa? Kayaknya gak ada.""Terus itu dari siapa?"Dilihatnya benda yang ditunjuk Ayana. Sebuah kotak kecil di atas nakas yang diletakan di samping lampu tidur. Intan baru sadar ada benda ini. Ia membukanya untuk melihat apa yang ada di dalam kotak tersebut.Wanita itu mencoba mengingat dan seg
Hari ini Kenneth kembali sibuk dengan pekerjaannya. Dia berangkat pagi-pagi ke kantor untuk melakukan pekerjaan yang ditinggalkan kemarin. Namun sebelumnya Ken tentu sudah menghubungi Ayana untuk menanyakan kabar. Hatinya sedikit lega saat mengetahui keadaan gadis itu yang membaik. Ehm! Bagaimanapun acara pertunangan mereka itu besok malam.Ken duduk di kursi miliknya dan menatap layar monitor. Sebenarnya sekarang dia memiliki banyak meeting dengan klien, namun untuk sekarang Ken membiarkan pertemuan itu diwakili asistennya. Pria itu memilih untuk mengerjakan pekerjaannya di kantor. Dia sedang malas bertemu dengan orang-orang.Sebagai seorang pengusaha muda, apalagi baru saja datang setelah bertahun-tahun di luar negeri, Kenneth memiliki kebiasaan yang terbawa hingga sekarang. Bahkan di perusahaan keluarganya di luar negeri, dia tidak terlalu menampakan diri dari dunia luar. Bisa dikatakan lebih suka bekerja dibalik layar. "Permisi, Pak. Ini saya bawa laporan keuangan."Seorang karya
Setelah dinantikan banyak orang, akhirnya hari yang mereka tunggu tiba juga. Malam ini adalah acara pertunangan Ayana dan Kenneth. Dua keluarga besar itu dipertemukan dalam satu tempat yang sama. Sebenarnya Ayana juga belum siap, tapi tidak ada pilihan selain mengikuti acara ini. "Mah, kenapa tamunya banyak banget? Perasaan cuma keluarga kita sama keluarga Ken aja, kan?" tanya Ayana yang duduk si samping Mamanya."Biasalah. Papa ngundang rekan bisnisnya. Terus Mama undang teman-teman Mama. Gak banyak, kok.""Padahal Aya aja gak ngundang temen. Lagian baru juga tunangan, seharusnya gak sebanyak ini tamunya.""Supaya meriah."Ayana mendengus pelan dan menatap Papanya. "Papa juga gak bilang mau ngundang temen kerja. Ini bukan acara tempat pertemuan kolega."Ayana bahkan tidak diberi tau Ibunya jika dia boleh mengundang. Atau bisa dikatakan Intan yang lupa memberitahu putrinya."Papa minta maaf ya, sayang. Papa cuma mau semua orang tau hari bahagia ini.""Udah, dong, jangan cemberut gitu
Hari ini Metta menemui Yura di fakultasnya. Dia sudah janji pada Ken untuk tidak berurusan lagi dengan Yura. Metta tidak ingin kakaknya itu semakin marah padanya. Karena itu Metta berniat untuk berhenti mendekatkan Ken dengan Yura. Dia akan mencari cara lain agar Ayana menjauh dari kakaknya."Gue mau ngomong sama lo," kata Metta saat melihat Yura yang baru saja keluar bersama beberapa temannya.Teman-temannya Yura seolah bertanya siapa gadis ini. Namun Yura hanya tersenyum kecil dan meminta mereka untuk lebih dulu pergi. Tidak ada yang tau kalau Yura berniat mendekati kakaknya Metta."Kalian duluan aja, gue ada perlu sama dia.""Oke. Nanti nyusul aja, ya."Gadis itu kini menatap Metta. "Ada Apa?""Gue mau berubah pikiran," kata Metta tiba-tiba."Maksud lo?""Kak Ken udah tau rencana kita. Jadi gue gak mau lagi berurusan sama Lo.""Itu karena lo ceroboh! Harusnya lo jangan matiin HP. Jadi Ken gak akan curiga hari itu."Metta mendelik. Kenapa dia yang harus disalahkan? Jelas ini bukan ha
"Maksudnya apa, Ren?" tanya Ayana. Saat ini mereka berada di luar kampus. Atau lebih tepatnya di salah satu kafe terdekat. Aya belum paham maksud dari ucapan Yura saat di kantin. Mungkin karena tidak ingin ada salah paham akhirnya lelaki itu membawa Ayana untuk berbicara berdua."Gue mau jujur aja sama lo," jawab Rendi sambil menatap Ayana lekat."Tentang?""Perasaan gue. Gue udah suka sama lo sejak-""Sebentar!" Ayana menatap Rendi seolah tak percaya. "Kamu suka sama aku? Ren, Kamu bercanda, kan?"Rendi menggeleng beberapa kali. Dia tau jika Ayana mungkin tidak akan percaya. Tapi siapa yang sangka jika dirinya memiliki perasaan untuk gadis itu? Terserahlah dengan hubungan pertemanan mereka. Yang namanya cinta itu datang tanpa diminta."Dengerin gue dulu ya, Ay. Gue emang beneran suka sama lo. Dari lama, saat kita awal ketemu."Ayana membuang wajah ke arah lain. "Kamu tau aku udah tunangan.""Terpaksa, kan?""Terpaksa atau bukan, aku juga gak bisa balas perasaan kamu."Gadis itu menata
"Mama sama Papa jadi pergi hari ini?" Ayana menekuk wajahnya melihat koper di hadapannya."Iya. Sebentar lagi kita pergi ke bandara.""Gak akan lama, kan?"Wanita itu tersenyum menatap putrinya. Dia tau kalau Ayana ini sedikit manja. Dia bahkan takut jika harus ditinggal di rumah sendiri. Tapi sesekali Ayana harus mandiri. Apalagi dia sudah bertunangan dan akan segera menikah."Cuma sebentar. Harusnya satu minggu, cuma karena Mama gak mau kamu kenapa-napa, kita cuma beberapa hari, kok.""Udah kamu gak usah khawatir. Mama sama Papa juga gak mungkin biarin kamu tinggal sendiri. Yang ada kamu keluyuran malem."Ayana menggeleng. Mana ada yang seperti itu? Tapi terkadang Alina memang keluar, sih. Bahkan beberapa kali mencoba diam-diam pergi keluar rumah hanya untuk nongkrong di luar. Tau saja Papanya ini."Jadi maksudnya?""Nanti sebentar lagi ada yang datang. Kamu tunggu aja.""Siapa, sih?" Ayana menebak-nebak orang yang dimaksud Papanya."Nanti juga tau. Papa sama Mama pergi dulu, ya. S