Hari ini Ayana akan melakukan pemberangkatan liburan bersama teman sekelasnya yang lain. Tempat tujuan mereka adalah pantai, dan mereka akan menginap di hotel untuk beberapa hari. Akan ada beberapa acara juga yang diadakan di sana nantinya."Bener gak mau saya antar?" tanya Ken kesekian kalinya pada Ayana. Gadis itu memutuskan pergi berdua dengan Metta naik mobil. "Aku sama Metta berdua aja. Lagian kamu mau kerja juga, kan? Nanti aku kabarin kalau sampai sana.""Tapi seenggaknya saya liat kalian aman sampai tujuan."Metta menghampiri sepasang suami yang tengah berdebat di depan mobil. "Kak, tenang aja gak usah khawatir. Lagian sekarang ada aku yang jagain Ayana."Ken masih belum tenang. Dia ingin mengantar mereka sampai ke pantai namun Ayana tidak mau. Jika dia memaksa gadis itu pasti akan marah, padahal mereka baru saja akur. Tapi sepertinya benar kata Metta, sekarang dua gadis itu sudah kembali berteman jadi dia bisa menitipkan Ayana pada sang adik dan begitu sebaliknya. "Tapi kal
"Lo kenapa keliatan gak tenang gitu, sih?" tanya Tio melihat bos sekaligus temannya mondar-mandir."Gue lagi nunggu kabar dari Ayana. Dia gak bisa dihubungi. Ditelepon gak diangkat, pesan gak dibaca. Metta juga teleponnya gak aktif.""Yaelah, ditinggal belum sehari aja udah galau. Lagian udah pasti istri Lo lagi sibuk sama acaranya di sana. Udah jangan overthinking gini, yang ada Lo ribet sendiri."Pria itu duduk setelah cukup lama berdiri. Dia menatap ponselnya dan masih berharap balasan notifikasi dari Ayana segera muncul. Dia mengkhawatirkan gadis itu dan mungkin cemburu karena ada Rendi juga di sana. Tentu Ken tau jika Rendi masih menginginkan istrinya.Dia tidak masalah membebaskan Ayana berlibur ke pantai bersama teman kampusnya agar dia juga bisa menikmati waktu. Hanya saja jika gadis itu dekat dengan lelaki lain Ken merasa tidak terima. "Tenang aja, sih. Ada adek Lo juga, pasti dijagain. Wajar aja kalau mereka sibuk sekarang. Lo masih bisa hubungi nanti.""Tetep aja gue gak t
Metta menikmati makanannya sambil menatap langit malam di luar sana. Mereka semua sedang makan di luar, di tempat terbuka sambil menikmati keindahan pantai. Beberapa orang terlihat bernyanyi dan memainkan ukulele. Ada juga yang membuat video untuk dokumentasi. "Aduh, ini hp kenapa sih?!"Metta yang sedang mengunyah makanan langsung menoleh menatap salah satu temannya yang memukul-mukul ponsel. "Kenapa?""Gue mau telepon Nyokap tapi ga ada jaringan. Gue boleh pinjem ponsel Lo gak, Ta?""Boleh. Ambil aja tuh di dalam tas. Password-nya masih ingat kan?""Masih kalau belum diganti," ucapnya sambil mengambil ponsel Metta.Perempuan tersebut pergi ke belakang untuk menelpon Ibunya sedangkan Metta kembali melanjutkan makan. Setelah lelah memikirkan kuliah ternyata menyenangkan untuk pergi ke tempat seperti ini. Rasanya masalah langsung menghilang terbawa deburan ombak dan angin pantai.Meski terlihat begitu menikmati makanannya namun Metta sesekali memperhatikan Ayana yang duduk di samping
Bugh...Sebuah sepatu mendadak telempar hingga mengenai kepala Ayana. Gadis tersebut sontak memegangi pelipisnya yang dirasa memar. "Woy! Siapa yang lempar sepatu ke muka aku?" teriaknya sambil mengangkat sepatu tinggi-tinggi. "Gue! Lagian ngapain lo berdiri di situ?"Mendengar ucapan menantang dari musuh bebuyutannya, sontak Ayana membelalak. "Harusnya aku yang nanya. Kayak anak kecil aja lempar-lempar sepatu. Kurang kerjaan banget."Keributan tersebut ditonton oleh beberapa mahasiswa di koridor kampus. Mereka sudah tidak asing lagi dengan pemandangan tersebut. Ayana Birdie adalah salah satu mahasiswi di fakultas ekonomi bisnis (FEB), sedangkan gadis di hadapannya adalah Metta Adzkiya yang berada di fakultas yang sama.Keduanya dikenal sebagai rival sejati!"Gue mau ngelempar dia. Salah siapa lo tiba-tiba muncul?" kata Metta lagi. Kini, dia menunjuk salah satu lelaki berkacamata yang kini memeluk bukunya."Bukannya minta maaf, malah balik nyalahin.""Udah-udah. Buruan balikin sepa
Di waktu yang bersamaan, keluarga Mirna dan suaminya juga sedang mengadakan rapat di rumah. Jika Kenneth sudah mengetahui perjodohan ini dari lama, Metta justru tidak mengetahuinya. Dia terkejut sekaligus kesal karena Aya adalah orang yang akan menjadi calon kakak iparnya."Jangan dong, pah. Perjodohannya batalin aja.""Dari tadi kamu terus bilang jangan. Kenapa? Yang dijodohin itu kakak kamu," kata Papanya yang tak mengerti dengan perkataan sang anak."Iya. Kamu sama Aya itu kan temen. Mama juga seneng kalau Aya jadi mantu di rumah ini."Metta berdecak kesal. "Aku sama Aya udah gak temenan lagi.""Kenapa gitu? Padahal dulu kalian lengket banget.""Mama kayak gak tau aja anak perempuan," kata Ken yang sejak tadi diam. Matanya kembali fokus pada ponsel."Ih, kakak pokoknya harus nolak perjodohan ini. Nanti aku kenalin sama temen cewek aku di kampus," bisik Metta."Gak, ah. Cantik-cantik, gak?""Cantik. Aku tau selera kak Ken kayak gimana. Yang body-nya bohay gitu, kan? Gak usah bohong
"Ya ampun sayang, kamu cantik banget." Aya membalas pelukan tante Mirna padanya. "Makasih. Tante juga cantik banget.""Sini, duduk di samping tante." Melihat mamanya yang dekat dengan Aya membuat Metta semakin dibalur rasa cemburu."Kita langsung aja, ya. Aya masih inget sama Ken? Malam ini kita datang buat jodohin kalian berdua," kata papanya Ken dan Metta."Kamu mau, kan?" lanjutnya.Aya melirik kedua orang tuanya serta tante Mirna dan suami secara bergantian. Kalau menolak di depan banyak orang seperti ini Aya juga merasa tidak enak. Mama dan papanya juga pasti akan malu. Jadi, Aya memutuskan untuk mengangguk."Kalau begitu kita langsung tentuin tanggal tunangannya.""Eh? Tunangan?" Ayana menatap terkejut. Ini pertemuan pertama tapi sudah membahas pertunangan."Iya. Lebih cepat lebih bagus, kan?""Gimana kalau minggu depan?"Kini semua mata menatap Kenneth. Tak terkecuali dengan Aya dan Metta yang melayangkan tatapan tajam. Sepertinya kali ini dua gadis itu memiliki pemikiran yang
Siang ini Ken sedang dipusingkan dengan tugas kantornya. Setelah perjodohan ini tentu saja Ken akan menetap di Indonesia. Dia harus meneruskan perusahaan keluarga dan usaha miliknya sendiri. Karena ini hal baru, Ken harus kembali beradaptasi dengan semuanya."Mama?" Ken berdiri dari duduknya saat mamanya masuk ke dalam ruangan."Ken, kamu lagi sibuk?""Lumayan. Emangnya ada apa?"Wanita paruh baya tersebut tersenyum simpul dan mendekati sang anak. "Hari ini kamu beli cincin sama Aya buat tunangan nanti. Gedung sama dekorasi udah mama siapin. Terus jangan lupa ke butik buat ambil baju.""Iya. Aku juga mau jemput Aya sama Metta ke kampusnya.""Mama jadi gak sabar nunggu kalian menikah.""Mama tenang aja. Aya akan jadi menantu mama." Lelaki itu melirik jam tangannya sekikas. "Kayaknya aku harus jemput mereka sekarang. Mama mau aku antar pulang dulu?""Gak usah. Mama ke sini sama supir. Sekarang mau ke kantor papa dulu.""Yaudah, hati-hati.""Kamu juga."****Metta tersenyum cerah saat me
"Kamu suka yang mana?" tanya Ken dengan menunjukan beberapa cincin yang berjejer di etalase.Setelah kejadian di dalam mobil itu, mereka benar-benar bersikap seperti biasa. Seolah tidak terjadi apapun sebelumnya. Walaupun Aya rasanya ingin mengomel, tapi dia lebih takut melihat Ken marah. Ayana menatap jejeran perhiasan di depannya dengan tak minat. "Terserah.""Kok terserah? Yang pakai cincin-nya bukan cuma saya. Kamu juga.""Lagian aku bingung milihnya. Semuanya keliatan sama aja. Emangnya harus banget aku yang pilih?""Harus kamu yang pilih."Ribet! Aya mendengus pelan. Apa susahnya pilih sendiri? Liat saja, dia akan memilih cincin paling mahal agar lelaki di sampingnya ini menyesal. Bukankah ini kesempatan Ayana agar pria itu berpikir dia memang matre dan tidak menyukainya?"Cincin yang paling bagus mana, mbak? Yang sepasang," ucap Aya dengan melihat beberapa cincin yang dihiasi berlian. Ia mengibaskan kecil rambutnya ke belakang."Sebentar." Wanita itu mengambil salah satu cinci