Share

Sakit hati Dengan Perlakuan Aditya

"Mulai sekarang-jangan memanggilku dengan sebutan Tante lagi!" Mama Nita bersuara dengan tegas--memberikan peringatan pada pada wanita yang baru saja menjadi menantunya itu.

Dita seketika tersadar statusnya saat ini.

Dengan senyum kikuk, ia pun membalas, "Ma-Maafkan aku-Tan, eh maksudku Mama."

Mama Nita pun mengangguk sebelum akhirnya berkata, "Ayo kita masuk ke dalam! Dari tadi Mama mencarimu. Menanyaka mu pada Adit, tapi dia juga tidak mengetahui kau berada di mana."

Dita melepaskan senyum palsu di wajahnya.

Tidak mengetahui keberadaan Dita di mana? Bukankah tadi mereka bersama?

Mendengar itu, perasaan kesal muncul dalam diri perempuan itu.

"Ayo-kita ke dalam! Papa, ingin bicara pada mu, dan Aditya,," ujar Mama Nita menyadarkannya dari lamunan dan juga membangunkan rasa penasaran Dita.

"Ingin bicara dengan aku, dan Adit?" beo Dita.

"Ya," sahut Mama Nita dengan memberikan sedikit senyumnya. Segera, wanita itu memegang tangan menantunya dan mengayunkan langkah kaki, hingga Dita mau tidak mau mengikuti tubuh wanita itu.

***

Saat ini, Aditya dan juga Papa Herman tengah berada di dalam ruang kerja. Kedua pria beda generasi itu kini tengah terlibat perbincangan serius.

"Suka, tidak suka kamu harus menerima Dita. Bagaimana pun keadaannya, saat ini dia telah menjadi istrimu, dan Papa minta-belajarlah untuk mencintainya," ujar Papa Herman penuh penekanan.

Adit menghela napas nya dalam-dalam, setelah mendengar perkataan yang baru saja terucap dari bibir ayahnya. Serasa pasukan oksigen di dalam ruangan itu berkurang, dirinya benar-benar tersiksa.

Gara-gara kesalahan yang dibuat oleh ayahnya yang telah menabrak ayah dari Dita, hingga meninggal dunia, dialah yang terkena akibatnya dengan harus menikahi wanita itu.

Membiarkan keheningan melanda di dalam ruangan itu, akhirnya Aditya pun bersuara, "Aku sudah menikahi nya, sesuai dengan keinginan Papa, dan juga Mama. Aku sudah mengorbankan diriku, untuk menikahi wanita itu!"

"Dita adalah wanita yang baik, Adit! Papa yakin, Papa tidak salah dengan keputusan Papa yang ingin kalian berdua menikah."

Aditya seketika tertawa renyah. Tawa yang nampak menertawakan takdir hidupnya, sebab harus menikah dengan wanita yang begitu sangat dia benci di muka bumi ini. Dan yang membuat Aditya frustasi, sebab dirinya telah memiliki kekasih, dan dia sangat mencintai kekasihnya itu.

"Mengapa Papa begitu yakin?" gumamnya dengan tawa sinis.

Kriet!

Suara pintu terbuka mengalihkan pandangan Papa Herman, dan juga Aditya. Mendapati kedatangan Dita, membuat amarah yang sudah ada di dalam diri Adit-kian menyeruak, dan pria itu menyalahkan semua kekacauan di dalam hidup nya karena Dita.

"Masuklah..." pinta Papa Herman-dengan memberikan senyum hangatnya pada Dita, saat mendapati menantunya itu terlihat ragu untuk masuk ke dalam ruang kerja..

Dengan langkah kaki yang berat, Dita mengayunkan langkah kakinya masuk ke dalam ruang kerja ayah mertuanya.

Alunan langkah kaki itu semakin terasa berat untuk Dita, saat mendapati tatapan Aditya yang serasa ingin menerkam nya hidup-hidup.

Dita tahu Aditya begitu sangat membencinya.

Pasti, pria itu masih menyalahkannya atas pernikahan tadi sore.

Perlahan, Dita memutuskan untuk mendaratkan tubuhnya pada sebuah kursi yang jauh dari Aditya.

Hal ini jelas diperhatikan oleh kedua mertuanya yang tampak begitu terkejut.

"Kenapa kau duduk di sana, Dita?! Duduklah disamping Aditya" ujar Mama Nita menegur.

"Iya-Dita, duduklah disamping Aditya, bagaimana pun sekarang putraku adalah suamimu," timpal Papa Herman pula.

Dita tak lansung mengiyahkan permintaan kedua mertuanya.

Diliriknya Aditya yang kini tengah menatapnya dengan tatapan membunuh.

Seketika, Dita menelan ludahnya dengan berat.

Melihat itu, Mama Nita hanya bisa menghela napas nya berat.

Wanita itu bangun dari duduknya dan menghampiri menantunya itu.

Dipegangnya kedua pundak Dita, dan memaksanya untuk bangun.

"A-aku tetap duduk disini saja, Maa..." ujar Dita tetap bertahan pada kursi yang dia duduki saat ini meski sedikit ketakutan.

Ia sangat yakin kalau saat ini api amarah di dalam diri Aditya kian berkobar untuknya bila berpindah.

Namun, hal itu sangat berbeda dengan Mama Nita, yang justru menginginkan sebaliknya.

"Ayo, Nak." Wanita paruh baya itu tetap ingin memaksakan kehendaknya agar Dita duduk disamping putranya.

Alhasil, Dita hanya bisa pasrah kala mertuanya itu menggiring tubuhnya.

Dan setelah kedua nya telah duduk berdampingan, Papa Herman, dan juga Mama Nita sekejap melepaskan senyum bahagia di wajah.

Kedua sosok paruh baya itu terlihat sangat bahagia saat ini, sebab menurut mereka, hanya Dita-lah wanita yang tepat mendampingi putra mereka.

Duduk berdampingan jelas menciptakan suasana hati yang berbeda di dalam diri Aditya dan Dita.

Bahkan, wanita itu seketika menunduk sembari memegang ujung kebayanya kuat--menyalurkan rasa yang saat ini tengah membelenggunya.

Sementara itu, Aditya menghela napasnya berat.

Berada dalam posisi yang begitu intim dengan wanita yang sangat dia benci di muka bumi ini, membuat api kebencian di dalam diri aditya semakin berkobar.

Terasa menggelitik jika dia kembali meilihat kenyataan yang ada. Dirinya sangat membenci Dita, namun takdir membawa wanita itu menjadi istrinya.

Kedua pasangan muda itu larut dalam pikiran masing-masing, hingga Papa Herman pun bersuara. "Kalian berdua saat ini telah menjadi sepasang suami-istri, dan Papa harap kalian berdua bisa belajar untuk saling mencintai," ujar Papa Herman.

"Me--mencintai?'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status