Dita Setiawan masih tidak dapat menyembunyikan wajah syoknya hingga saat ini.
Dirinya tidak pernah menyangka akan menikah di umur 21 tahun. Bahkan, ia masih berstatus mahasiswi semester akhir di salah satu kampus terkenal yang ada di kota.
Parahnya, suami Dita adalah Aditya Wijaya--pria yang selama ini selalu mem-bully-nya di kampus.Dalam balutan kebaya pengantinnya, wanita itu terus menghantarkan pandangannya pada Aditya yang saat ini tengah berbincang dengan kedua orang tuanya dan beberapa tamu undangan yang hadir diresepsi pernikahan mereka."Ini tidak mungkin, dan aku masih belum bisa dapat mempercayainya, namun inilah kenyataannya. Pria yang aku benci, dan juga sangat begitu membenciku, kini telah resmi menjadi suamiku. Oh Tuhan, apa yang akan terjadi lagi dalam hidup hamba selanjutnya...," lirih Dita, frustasi.Hanya saja, pandangan keduanya tiba-tiba tak sengaja bertemu.Dita pun segera mengalihkan pandangan itu ke arah lain. Terlebih, saat menyadari tatapan Adit begitu tajam padanya."Dasar gadis culun! Kampungan!" umpat Adit dengan menggerakkan mulut, tanpa mengeluarkan suaranya sama sekali.Merasa tidak nyaman dengan apa yang Aditya lakukan padanya, Dita merasa sakit.Jadi, perempuan itu memutuskan untuk pergi ke taman. Angin malam juga udara dingin seketika menyambut kedatangan Dita. "Paa....Maa...Dita kangen...." lirihnya.Sepasang manik mata Dita kini telah berkaca-kaca saat kerinduan pada yang sudah tiada sangat begitu menyiksa.Tanpa dirinya sadari, air mata itu kini telah jatuh membasahi kedua pipi nya.Dita begitu merinduhkan kedua orang tuanya. Dan kesedihan itu semakin dalam dia rasakan, sebab di hari pernikahannya, mereka tak ada.Namun, ketenangan itu tak mampu bertahan lama dia rasakan, saat tiba-tiba suara lelaki yang dikenalnya terdengar.
"Hei, Culun!"
Sendu di wajah Dita memudar tanpa sisa saat mendapati kedatangan suaminya itu."Adit..." gumam Dita dengan pias, dan juga was-was yang kini telah menyelimuti diri.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, Aditya menghentikan langkah kaki nya. Sorot mata itu tajam menatap Dita, dan tercetak jelas api kebencian di dalam diri pria berwajah tampan itu."Ke...Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Dita takut-takut. Jujur saat ini diri nya tengah resah, sebab dia dapat melihat kobaran api pada sepasang manik mata Aditya. "Kamu senang, kan?!" tanya Adit tersenyum, namun senyuman nyata nya adalah senyuman yang penuh dengan kebencian. Seolah melupakan rasa takut nya, raut wajah Dita seketika berubah bingung, setelah mendengar kata-kata yang baru saja terucap dari bibir Aditya, "Senang? Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan," sahut Dita yang memang benar-benar tidak mengerti dengan apa yang Aditya maksudkan. Kebencian kian tercetak jelas di wajah Aditya, bagaimana pria itu mendapati ekspresi polos Dita yang menurutnya hanya sebuah kebohongan semata. Kedua tangan nya yang menggelantung-terkepal erat, menyalurkan emosi yang benar-benar sudah memuncak di dalam diri nya.Tak mampu menahan diri itu lagi-Adit segera menghampiri Dita, dan setelah mendekat pria itu segera mencengkram erat kedua pipi Dita, yang membuat wanita itu nampak kesakitan, namun hanya bisa menahan nya. "Katakan padaku. Kaukan, yang merencanakan pernikahan ini?!"sungut Adit."Bu...Bukan aku, Adit. Ini murni keinginan kedua orang tuamu.." "Kau bohong! Aku yakin, semua ini pasti rencanamu!""Aku berkata jujur, aku benar-benar tidak tahu kalau pria itu adalah kamu. Jadi, tolong jangan salahkan aku."Masih dengan mencengkram kedua pipi Dita, Aditya berusaha mencari kejujuran di mata perempuan itu.Namun, dia dapat melihat dengan jelas bahwa Dita berbicara jujur padanya.
Segera, ia pun melepaskan cengkraman tangannya dari pipi Dita.
"Ingat! Jika kau mengatakan pada siapa pun tentang pernikahan kita, aku tidak segan-segan akan melakukan hal yang lebih buruk padamu! Kau mengerti?!" hardik Adit dengan nada suara yang masih sama. "Aku mengerti!" sahut Dita lirih.Ia bahkan terus menunduk karena tak berani menatap pria di depannya itu."Tuan Adit...." panggil seseorang tiba-tiba.Hal ini membuat Aditya mengalihkan pandangannya dari Dita dan menemukan seorang pelayan muda tengah berlari ke arah keduanya.
"Ada apa?!" tanya Aditya "Anda, dipanggil oleh Tuan besar. Katanya, ada sesuatu yang ingin dia bicarakan dengan Anda."Pelayan itu membalas ucapan Aditya, tetapi matanya terus menyorot pada Dita yang akhirnya menatap pelayan itu balik.Di sisi lain, Adit menghela napas berat.Mengetahui kalau saat ini sang ayah ingin bertemu dengannya, Aditya benar-benar tidak dapat menolak.
"Baiklah, aku akan ke sana."Pria itu lalu berlalu dari taman tanpa menoleh sama sekali--meninggalkan Dita seorang diri di sana.
Perempuan itu seketika menghela napas.
Entah mengapa, Aditya begitu membencinya. Padahal, Dita sama sekali tidak pernah mengusik kehidupan pria itu.
"Sekalipun menangis, aku tidak akan mungkin mengembalikan keadaan. Papa tidak akan mungkin kembali hidup, dan kenyataaannya sekarang Aditya adalah suamiku," hibur Dita pada dirinya sendiri.Ia merasa dirinya harus menjalani dengan ikhlas dan menanti rencana Tuhan untuk saat ini.
Lagi pula, Dita yakin ini hanya untuk sementara karena Aditya telah memiliki Kekasih. Keduanya juga terlihat saling mencintai."Baginya, aku hanya virus," gumam Dita tanpa sadar, "jadi, bagaimana bisa aku menggapai hatinya?! Itu sangat tidak mungkin." Senyuman miris muncul di wajah gadis itu."Dita...! Kenapa kamu ada di sini?" Suara wanita paruh baya menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
Segera ia membalikkan badan dan menemukan Ibu Mertuanya tengah menatapnya penuh penasaran."Tante..." gumam Dita tanpa sadar. Tak lupa, ia memberikan senyum hangat pada wanita di depannya.
Namun, sang ibu mertua malah menatapnya kesal. "Ck! Tante?"
"Mulai sekarang-jangan memanggilku dengan sebutan Tante lagi!" Mama Nita bersuara dengan tegas--memberikan peringatan pada pada wanita yang baru saja menjadi menantunya itu. Dita seketika tersadar statusnya saat ini. Dengan senyum kikuk, ia pun membalas, "Ma-Maafkan aku-Tan, eh maksudku Mama." Mama Nita pun mengangguk sebelum akhirnya berkata, "Ayo kita masuk ke dalam! Dari tadi Mama mencarimu. Menanyaka mu pada Adit, tapi dia juga tidak mengetahui kau berada di mana." Dita melepaskan senyum palsu di wajahnya. Tidak mengetahui keberadaan Dita di mana? Bukankah tadi mereka bersama? Mendengar itu, perasaan kesal muncul dalam diri perempuan itu. "Ayo-kita ke dalam! Papa, ingin bicara pada mu, dan Aditya,," ujar Mama Nita menyadarkannya dari lamunan dan juga membangunkan rasa penasaran Dita. "Ingin bicara dengan aku, dan Adit?" beo Dita."Ya," sahut Mama Nita dengan memberikan sedikit senyumnya. Segera, wanita itu memegang tangan menantunya dan mengayunkan langkah kaki, hingga Dita
"Mama juga berharap demikian. Kami sangat mengharapkan, kalau kalian berdua bisa saling menerima, walaupun kalian menikah bukan atas dasar cinta," ujar Mama Nita pula. Aditya menghela napasnya dalam-dalam. Bahkan, hembusan napas pria itu terdengar sangat begitu jelas, dirinya benar-benar merasakan sesak di dalam dadanya. Dita seketika menunduk, diam-tanpa bersuara sama sekali. Dia hanya akan menjadi pendengar setia di sini. "Aku ingin, dtinggal berdua dengan Dita," ujar Aditya tiba-tiba.Hal itu membuat Dita yang sedari tadi menunduk diam, seketika mengangkat pandangannya. Tidak langsung menyetujui keinginan sang putra, Papa Herman justru mengalihkan pandangannya pada Dita, "Bagaimana Dita? Apakah kamu setuju dengan keputusan Adit?"Dita tak langsung menyambut pertanyaan yang sang ayah mertuanya ajukan. Rasanya, kata-kata yang hendak dia ucapkan tertahan di tenggorokannya. "Aku....Aku......" ujarnya ragu, dan juga takut-takut. "Dit...Bagaimana kalau untuk sementara kau, dan D
Setelah selesai mengenakan pakaian, Aditya segera berlalu dari ruang ganti, namun, dia tak menemukan keberadaan Dita di kamar. Tak perduli, Aditya melanjutkan langkah kaki itu, menuju cermin, namun-sekejap menghentikan langkah kaki itu, saat mendapati ada ranjang nya yang sudah terlihat rapi. Raut wajah itu nampak tak biasa, dan kembali melanjutkan langkah kaki itu. Beberapa menit merapikan penampilan nya di depan cermin, Aditya segera berlalu dari dalam kamar, hingga langkah kaki itu dia hentikan, saat suara telepone menyapa gawai nya. Dan pada layar HP nya, dia mendapati nama, SAYANG, yang tak lain adalah Dina-kekasih nya. "Hallo, Yang--." "Dit--, Kenapa kemarin, lo, nggak masuk kampus?!" tanya Dina dengan nada suara nya yang terdengar kesal. Raut wajah Aditya berubah seketika, saat dilayangkan pertanyaan seperti itu oleh Dina. Seandai nya kekasih nya taju, apa yang terjadi dalam hidup nya. "Dit--!" panggil Dina tiba-tiba, saat Aditya tak kunjung menyambut panggilan telep
Dita terlihat berat, untuk bangun dari duduk nya. Kembali membayangkan Aditya yang selalu merundung nya di kampus, dan juga begitu membenci nya. Se malam saja-pria itu mengatai diri nya habis-habisan. "Dita! Ayo!" panggil Mama Nita tiba-tiba. "Iya, Maa--," sahut nya. Dita terlihat bak, orang bodoh. "Ayo-bangun! Aditya, sudah menunggu." Dengan berat hati, akhir nya dia pun bangun dari duduk nya, dan membawa langkah kaki nya ke luar dari dalam rumah. Mama Nita terlihat sangat begitu bahagia. Wanita paruh baya itu terus mengukir senyum di wajah nya, "Semangat Dita!" Dan menantu nya itu, hanya menyambut dengan senyuman kikuk nya. ** ** Dita mengayunkan langkah kaki yang berat, dan saat berada di depan, wanita itu mendapati Aditya yang tengah menunggu nya. Smirk iblis, dengan tatapan membunuh, tercetak jelas di wajah tampan pria itu. Dan itu membuat Dita ragu. "Mau, sampai kapan, kau berdiri di sana?!" tanya Aditya, dengan nada suara nya yang telah mengandung emosi. "Aku, akan nai
Walaupun sudah mendapatkan penolakan, Dita tak mau putus asa, sekalipun dia tahu dengan jelas sangat mustahil untuk diri nya bisa masuk, kalau itu sudah berurusan dengan geng dari Aditya. Namun, kuliah pagi ini sangat penting untuk nya, membuat Dita kembali memohon, berharap mereka akan luluh, walaupun dia tidak yakin. Masih dengan tatapan memohon nya, dan juga air mta yang telah jatuh membasahi kedua pipi, Dita kembali meminta pada petugas keamanan itu agar membukakan gerbang untuk nya. "Pak....Saya mohon.....Saya mohon.....Soal nya mata kuliah pagi ini sangat penting, jadi saya minta buka pintu nya, " lirih Dita dengan deraian air mata. Securiti berusia senja itu hanya bisa menatap nanar pada Dita, "Maaf Neng, tapi Bapak...." ujar nya ragu, dan juga takut-takut, membuat Dita hanya bisa meneteskan air mata nya. Semua orang tahu kalau Aditya Wijaya adalah anak seorang konglomerat kaya, dan ayah nya Herman Wijaya merupakan salah satu donatur di kampus itu. Dan mereka pun juga t
Dita merasa ada yang aneh dengan sikap Aditya hari ini, yang membiarkan diri nya untuk masuk, sebab biasa nya pria itu akan membully nya habis-habisan, sebelum membiarkan diri nya begitu saja. Walaupun terselip rasa penasaran, namun-dalam diri Dita merasa lega, sebab dia tidak harus melewati perundungan dari pria, yang di juluki, RAJA KAMPUS itu. Membawa langka kaki nya setengah berlari, kini Dita telah tiba di depan kelas nya. Dan-saat tiba di depan ruangan, wanita itu mendapati proses belajar-mengajar yang sudah ber jalan. Memberikan ketukan, hingga mengalihkan pandangan Miss Rose, yang saat ini tengah menerangkan mata kuliah. Raut wajah wanita asing itu-seketika berubah-begitu mendapati kedatangan Dita,"Kamu!" gumam nya, dengan tatapan yang tajam pada Dita. "Pagi Miss," sapa Dita pelan, akibat rasa takut nya. "Pagi!" sahut nya datar, dan kembali bersuara, "Bisakah, kamu tidak selalu seperti ini?!" lanjut Miss Rose, dengan nada suara nya yang kini telah berbalut emosi. "Maafka
Raut wajah Jeni berubah seketika, dengan tatapan yang semakin dia tajamkan pada Dita setelah mendengar apa yang baru saja wanita itu katakan. Dan menurut nya Dita nampak sedikit aneh. Dan Dita yang menyadari kalau saat ini Jeni tengah menatap nya dengan tak biasa-segera bersuara, "Ke--Kenapa kamu menatap ku seperti itu?" tanya nya terbata, dan terlihat jelas sedikit pias yang memenuhi wajah nya. "Kamu nampak aneh hari ini." Wajah pias, dengan senyuman kikuk nya seketika memenuhi wajah Dita-mendengar kata-kata yang baru saja terucap dari bibir Jeni,"Aneh, bagaimana? Bahkan wajah ku masih sama." "Wajah mu memang tidak ada yang berubah. Namun-tingkah mu nampak aneh. Sebab tidak biasa nya kamu menolak saat aku akan tidur di rumah mu." Dita menelan susah payah ludah nya, dengan penuturan yang baru saja terucap dari bibir Jeni, "Aku beberapa hari ini menginap di rumah Bibi ku, jadi hal itu lah yang membuat aku tidak mengijinkan kamu menginap di rumah." Kedua alis mata Jeni bertaut. Raut
Dita mengayunkan langkah kaki nya setengah berlari, saat berlalu dari taman. Tidak pernah terbayang di dalam diri wanita itu, kalau dia akan melakukan perlawanan pada seorang Aditya Setyo Wijaya, setelah ber tahun-tahun pria itu merundung nya di kampus. Sangat sulit untuk di jabarkan, bagaimana suasana hati seorang Anandita saat ini. Takut, senang, rasa nya campur aduk. Merasa diri nya sudah berlalu jauh, Dita menghentikan langkah kaki nya ,dengan napas yang ter-engah-engah. Memijak kan diri nya di sana, Dita berusaha untuk menenang kan diri nya dari rasa yang tak menentu itu. "Dita---," panggil seseorang tiba-tiba. Dita memaling kan pandangan nya pada asal suara. Menegak kan tubuh nya, setelah mendapati kedatangan Jeni. "Kamu baik-baik saja?" tanya Jeni-dengan kekhawatiran telah memenuhi wajah nya, saat mendapati ada sesuatu yang tak biasa dari sahabat nya itu. Menghembuskan napas nya dalam-dalam, Dita berusaha untuk menahan gemuruh di dalam dada nya, "Aku, baru saja bertemu d