Sekar sedikit terkejut karena tidak pernah melihat foto Clarissa. Yuda hanya pernah bilang padanya kalau Clarissa sangat cantik. Saat itu Sekar tidak terlalu memikirkan ucapan Yuda tapi dia baru sadar kalau kakaknya jarang memuji perempuan. Kalau dia memuji, perempuan itu pasti sangat cantik. Rasa benci dan iri tiba-tiba muncul di hati Sekar. Dia merasa tidak terima kenapa penggantinya harus secantik ini? “Tumben cepat balik dari kantor,” ucap Calvin menghampiri Clarissa dengan akrab. Sekar jelas sadar kalau Calvin tidak bersikap seakrab ini padanya. “Kebetulan kantor lagi aman-aman aja,” balas Clarissa. Tatapannya beralih pada gadis yang tampak asing di belakang Calvin. “Kalian belum pernah bertemu yah? Dia Sekar, anak Bibi Hanum, sepupu kamu.” Calvin menunjuk Sekar dengan jempolnya. Sekar mencoba memperbaiki ekspresinya, menunjukkan senyuman lembut tapi seketika wajahnya berubah datar mendengar ucapan Clarissa. “Benarkah? Padahal keluarga Lesmana bilang aku cucu perempuan sa
Bryan sarapan sendiri pagi ini. Clarissa belum turun dari lantai dua sampai Bryan berangkat ke kantor. Mulai dari masuk kantor hingga jam makan siang, pikiran Bryan dipenuhi kejadian semalam. Dia merasa bersalah, merasa menjadi lelaki brengsek tapi juga diam-diam bahagia. Dia menyesal tapi bukan karena telah melakukan itu bersama Clarissa, melainkan karena dia takut Clarissa tidak nyaman atau menyalahkannya nanti. “Pak, langkah apa yang akan kita ambil?” Suara Dika menyadarkan Bryan. Bahkan di saat dia tengah membaca laporan pun, pikirannya dengan muda teralihkan oleh Clarissa. “Jalankan sesuai rencana. Booking restoran untuk pertemuan dengan Dani Majaharja,” arah Bryan. Dika mengangguk lalu undur diri dari ruangan atasannya. Bryan mengusap wajah. Dia tidak menjadi dirinya sendiri setelah kemunculan Calvin. Sifat posesifnya muncul tanpa sadar. “Apa yang aku rasakan pada Clarissa? Apa aku hanya tidak suka melihat perempuan yang berstatus sebagai istriku dekat dengan adikku? Ata
Melihat Clarissa tidak segan membicarakan hal ini, Bryan melanjutkan, “Kamu masih muda. Apa kamu tahu hal-hal dewasa?” “Aku tahu,” jawab Clarissa. “Tentang cara agar melakukan itu tanpa hamil, gaya-gaya dalam berhubungan, apa yang disukai laki-laki dan apa yang disukai perempuan. Aku tahu banyak hal.” Bryan terkejut lalu memutar lehernya ke samping, melihat wajah cantik Clarissa di bawah sinar lampu temaram. “Kamu tahu sedetail itu?” tanya Bryan, tidak percaya. “Iya. Ada tanggal khusus supaya wanita bisa menghindari hamil. Laki-laki juga melakukannya dengan posisi tertentu untuk mencegah hamil...” Clarissa lanjut menjelaskan tanpa rasa canggung dengan lancar seolah dia pernah merasakannya sendiri. Bryan menatap wajah istrinya yang selalu berekspresi tenang. Dia tiba-tiba merasa marah. Dia tidak ingin Clarissa tahu hal-hal itu. Setidaknya, dia ingin Clarissa tahu karena dirinya. “Kamu sudah pernah melakukannya?” potong Bryan tidak mampu mendengarkan lebih lanjut. “Tentu saja ti
Bryan merasa sangat marah. Dia ingin berlari ke arah Calvin dan memukul wajah adiknya itu. Harusnya Bryan yang ada di situ, tertawa bersama Clarissa. Harusnya tawa Clarissa hanya diperlihatkan padanya. Rasa posesif muncul di hati Bryan tanpa dia sadari. Dia menyadari kalau dia ingin memiliki Clarissa. Clarissa bukan lagi wanita yang terpaksa dia nikahi. Gadis itu telah masuk ke hati Bryan terlalu dalam dan tanpa halangan. Sikap Clarissa yang santai, menyenangkan dan juga tanpa niat terselubung membuatnya menurunkan pertahanan yang selalu dia bangun di depan wanita manapun. Mungkin ada banyak wanita cerdas dan cantik tapi Clarissa berbeda. Dan Bryan terlambat menyadarinya. Dia menyadari keberadaan gadis itu setelah gadis itu masuk ke dalam hatinya. “Clarissa, duduk di sini.” Bryan berucap dengan nada berat sambil menunjuk posisi di sebelah kirinya. Di mana bangku itu adalah bangku yang paling pojok. “Kayaknya kamu harus duduk di sini supaya bisa nonton lebih jelas.” Calvin menunju
“Aku mau menelpon Kak Calvin, Ma. Mau menemui dia sekarang,” ucap Sekar bersemangat. Hanum ingin menyarankan anaknya untuk pulang ke rumah dulu, mengingat dia baru tiba. Tapi melihat ekspresi Sekar, Hanum menarik ucapannya. “Halo, Kak Calvin. Aku udah tiba. Aku rindu banget sama kakak. Aku mau ketemu sekarang,” ucap Sekar ceria. “Kamu udah sampai? Aku gak bisa, aku sibuk sekarang.” Tutt. Sambungan dimatikan tanpa menunggu balasan Sekar. Dia bisa mendengar nada tidak senang di dalam kalimat Calvin. Calvin terasa berbeda. Dia bukan lagi Calvin yang selalu menurut dan termakan ucapan Sekar. “Calvin bilang apa?” tanya Hanum hati-hati. Eskpresi Sekar menunjukkan dia tidak baik-baik saja. “Kak Calvin sibuk,” jawab Sekar, kecewa. “Calvin kan udah pegang posisi tinggi sekarang. Wajar dia sibuk. Kamu pulang dulu aja. Hari ini harusnya kamu manfaatin bersama keluarga.” Hanum menggenggam tangan anak perempuannya. Sekar mengangguk wajahnya masih tidak terima. ... Calvin mematikan telep
Calvin pulang setelah makan malam, walau tatapannya berkali-kali melirik ke rumah dua lantai itu. Bryan menjadi lebih tenang setelah Calvin pulang. Dia menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat keluar dari kamar mandi, Clarissa sudah terlelap di tempat tidur. Sepertinya dia sangat sibuk dan kelelahan akhir-akhir ini. Bryan menggeser tubuhnya dengan perlahan. Clarissa bergerak sedikit memperbaiki tubuhnya dalam keadaan tertidur. Bryan berbaring menghadap Clarissa yang kini tengah berbaring ke arahnya. Wajah Clarissa memang sangat cantik bahkan tanpa sentuhan make-up sedikit pun. Pikirannya kembali pada pertanyaan Calvin di kantor tadi. Bryan tidak menjawab karena dia merasa ragu. Setelah hidup bersama Clarissa beberapa bulan ini, dia ingin melihat Clarissa bahagia dengan laki-laki yang dia sukai tapi di dalam hatinya, dia juga tidak rela kalau laki-laki itu orang lain. Sayangnya keragu-raguan Bryan dianggap Calvin sebagai lampu hijau. Calvin dengan berani datang ke rum