Share

Penjelasan Reza

Author: Mita Author
last update Huling Na-update: 2023-10-29 21:46:42

"Sudah bangun?"

Amala menoleh mendengar suara. Dia sejenak terkejut ketika melihat Pak Rido yang sudah rapi dengan pakaian dinasnya.

Dia sendiri yang baru saja bangun semakin kaget ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih.

"Saya mau sekolah. Dik Amala tidak pergi ke kampus?" Pak Rido bertanya seraya memakai jam tangannya itu. Amala hanya menggeleng. Tidak ada janji antara dia dengan dosennya, sehingga dia juga malas untuk pergi.

"Kalau begitu, kita sarapan dulu, yuk. Saya sudah buatkan nasi goreng untuk kita semua."

Amala mengangguk saja. Pak Rido melenggang pergi. Dia baru bangkit kemudian. Berlalu sebentar ke kamar mandi hingga segera menyusul ke ruang makan.

Reza dan Kanaya sudah menunggu di sana dan terlihat tidak sabar untuk segera menikmati nasi goreng buatan ayahnya itu. Amala sendiri tidak bisa berkutik ketika tatapan Reza seolah mengintai hebat. Dia tidak nyaman dengan posisinya seperti itu.

"Ibu." panggil Kanaya, menatap Amala dengan nanar. Gadis kecil itu tak peduli dengan Reza yang menyikutnya perlahan, seolah sebuah kode untuk tidak memanggil Amala.

"Apa sih, Bang? Ibu ayo duduk di sini," ucap Kanaya dengan begitu bersemangat. Dia membantu menarik kursi mempersilahkan Amala untuk segera duduk.

Pak Rido kemudian datang membawakan beberapa potong roti. Beliau bahkan terlihat begitu sibuk dengan pakaian dinasnya itu.

"Mari sarapan. Jangan lupa berdoa dulu, ya."

“Iya, Ayah. Ayah, Adek udah bangun?"

Amala menoleh melihat Kanaya cepat. Adek? Siapa lagi yang Kanaya maksud?

Detik itu juga, Amala baru menyadari jika anaknya Pak Rido berjumlah tiga orang. Sebab, sejak kemarin dia tidak melihat anak Pak Rido yang lain.

"Huaa! Ayah!"

Suara tangis yang pecah dari bilik kamar, sukses membuat Amala tersentak kaget. Amala tahu sekarang, jika Pak Rido memiliki anak yang lebih kecil. Amala padahal sudah menebak jika Kanaya adalah anak bungsu.

"Sebentar, Ayah lihat Adek dulu, ya."

"Adek kok cengeng semenjak pulang ke rumah ini, Yah? Biarin aja Adek tinggal sama Nenek, Ayah." Kanaya berkata sukses membuat niat Pak Rido tertahan. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir itu, selain kini sorot mata Pak Rido dan Reza bertitik temu.

"Kanaya, kamu jangan bilang gitu. Habil kan anak Ayah juga, masa dirawat di rumah Nenek?" ujar Reza dengan lembut.

"Siapa yang mau jagain Habil, Bang? Kan kita pergi semua. Ayah sendiri juga mau pergi ngajar, kan?"

Amala terdiam. Dia merasa kini jika ada hal yang sedang ditakuti oleh dirinya sedang akan terbayang.

Ternyata, selama ini, anak bungsu Pak Rido tidak pernah berada di rumah karena Pak Rido tidak sempat untuk menjaganya. Jadi, ke mana anak itu selama ini? Amala hanya bisa menebak-nebak.

"Kalian tidak perlu sibuk mikirin itu. Fokus ke pendidikan kalian aja, ya?" ucap Pak Rido dengan lembut.

Saat itu, Amala sadar, meskipun enggan, dirinya mengakui bahwa Pak Rido memang ramah dan baik hati. Pasalnya, meskipun sedang menghadapi segala kerumitan yang ada di depannya, dia bahkan masih bisa bersikap tenang.

Beliau berlalu sebentar. Tak lama, pria itu kembali dengan menggendong seorang bocah kecil berusia 3 tahunan yang kini mukanya telah memerah sempurna karena menangis. Namun dia kini terlihat tenang dalam gendongan ayahnya yang begitu baik. Amala sejenak terpaku namun dia mencoba memejamkan mata, tak kuasa menerima kehidupannya yang kini telah berubah.

Dia berada di rumah orang yang belum pernah sekali pun dia jajaki. Kini, bahkan dia menjadi ibu dari tiga orang manusia yang tidak pernah dia temui sama sekali. Haruskah dia memutuskan untuk benar-benar pergi sekarang juga?

"Ibu, enggak apa-apa?"

Amala spontan membuka mata begitu mendengar pertanyaan Kanaya. Dia menggeleng dengan senyum tipis. Ada air mata yang hampir saja mengalir, sebelum hal itu benar-benar terjadi Amala segera bangkit. Berlari tepatnya.

"Ibu!"

"Kanaya, biarkan." Pak Rido mencegah Kanaya yang akan menyusul. Kanaya mengangguk kemudian.

Tak lama, satu persatu anak-anak Pak Rido telah pergi. Rumah pun mulai terlihat sepi dan hanya tertinggal Pak Rido yang sedang sibuk memberikan susu untuk anak bungsunya itu.

Amala bisa mendengar kesulitan Pak Rido dari arah kamar. Anaknya yang terus merengek menangis kemudian beliau yang bersuara dengan begitu lembut mencoba untuk menenangkan. Rasa pusing Amala kian menjadi-jadi mendengar itu semua.

Dia bahkan tidak pernah lagi keluar kamar sejak masuk sedari tadi. Dia tahu jika kini Pak Rido pasti butuh bantuan dirinya untuk menjaga anak bungsunya itu karena dia harus segera pergi mengajar. Namun Amala tidak sanggup bahkan bisa dikatakan tidak sudi melakukan itu semua.

"Dik."

Amala sukses terkejut mendengar suara Pak Rido yang kini telah masuk kamar. Habil dalam gendongannya itu menatap Amala dengan lekat. Anak itu seolah-olah heran siapa yang sedang berada di kamar ayahnya.

"Dik Amala, boleh saya minta tolong?"

Amala tahu apa permintaan itu. Dia bahkan tidak memberi jawaban selain kini segera duduk membelakangi Pak Rido. Pak Rido mendesah pelan hingga segera melangkah masuk.

"Saya juga terpaksa melakukan ini, Dik. Namun saya tidak punya cara lain. Nanti sore saya akan antarkan Habil pulang ke rumah Neneknya, tapi sekarang saya mohon untuk pagi ini Habil dijagain oleh Dik Amala sebentar, ya?"

Benar. Tebakan Amala bahkan tidak meleset sedikit saja. Amala merasakan air matanya kian menetes hebat sekarang. Dia memang seorang perempuan yang menyukai anak kecil namun bukan dengan anak kecil yang kini telah menjadi bagian dari hidupnya itu. Dia tidak akan sanggup bahkan untuk menggendong anak Pak Rido itu.

"Dik Amala. Saya ...."

"Saya enggak bisa Pak. Tolong mengerti perasaan saya." Amala berkata cepat. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia takut, jika tetap memaksa menjaga Habil kewarasan dirinya akan semakin menganggu.

"Baiklah. Saya mengerti." Pak Rido segera beranjak keluar. Amala seketika menunduk mencoba menutup isak tangis dirinya yang semakin menjadi-jadi.

Hari ini, dia benar-benar akan memutuskan untuk pergi. Tidak peduli dia akan pergi ke mana namun dia hanya harus segera meninggalkan rumah Pak Rido.

***

"Abang. Coba panggil Abang."

Amala terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara Reza dari luar kamar. Dia bahkan tanpa sadar tertidur setelah menangis sejak tadi pagi.

Bukankah tadi Pak Rido yang menjaga Habil? Lalu kenapa mendadak sekarang terdengar suara Reza?

"A ... Bang! Heheh!" disahuti oleh suara menggemaskan Habil itu hingga keduanya larut dalam tawa. Amala penasaran untuk melihat. Dia segera beranjak ke arah pintu dan membukanya dengan hati-hati.

Benar. Di bawah terlihat Habil dan Reza yang sedang bermain dengan girang. Sesekali Reza melempar bola kecil ke arah adiknya itu yang disambut dengan tawa bahagia. Reza sendiri ikut senang.

Amala sejenak terdiam. Sebenarnya ke mana ibu mereka? Kenapa Habil masih begitu kecil dan sudah ditinggal oleh ibunya? Ada sederet pertanyaan dalam benak Amala. Dia bahkan tidak menanyakan lebih perihal Pak Rido pada tantenya karena dia tidak mau semakin sakit dalam fakta itu. Namun kini, Amala yang sudah sah menjadi istri Pak Rido mau tidak mau harus tahu hal itu sekarang.

Jam kini telah menunjukkan pukul sebelas siang. Amala mencoba untuk segera turun ke bawah, disambut oleh Reza yang lumayan terkejut melihatnya. Habil sendiri segera duduk di pangkuan abangnya itu begitu melihat Amala datang. Anak kecil itu terlihat takut dengan orang asing di rumahnya.

"Lapar, ya?"

"Hm?" Amala menoleh pada Reza yang selalu menanyakan hal itu setiap kali mereka bertemu. Amala kemudian segera menggeleng pelan.

"Oh iya, terima kasih untuk nasi goreng semalam. Saya enggak sadar tertidur dan tiba-tiba Pak Rido yang ada di samping saya," ujar Amala tidak peduli dengan bahasa baku seperti apa yang sedang dia gunakan sekarang. Amala yakin jika Reza bahkan lebih tua dari dirinya.

"Enggak apa-apa, kok. Kenapa harus bilang terima kasih? Saya sering masak sebenarnya tapi semalam kebetulan kamu ... Eh, maksud saya Ibu yang lapar." Reza menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Ada rasa geli sendiri ketika menyebut Amala dengan sebutan Ibu.

Amala sendiri hanya bisa berdiam diri. Dia benar-benar tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Namun kenyataannya sekarang dia benar-benar harus dipanggil ibu oleh Reza.

"Abang, kakak ini ciapaa?"

"Eh?" Reza sejenak kaget mendengar pertanyaan adiknya itu. Dia terkekeh pelan hingga bingung harus memberikan jawaban apa.

"I-ini Ibu barunya Habil. Ibu Amala," jawab Reza kemudian. Amala hanya bisa menumpahkan senyum ke arah Habil yang kini menatapnya dengan bingung.

"Ibu bayunya Abil?" Dia bertanya sendiri dengan nada begitu polos. Dia bahkan baru bisa bicara dengan irama yang umumnya anak kecil.

"Iya, Habil. Jadi, sekarang Habil punya Ibu lagi. Habil harus sayang sama Ibu Amala. Iya? Senang enggak?"

"Senang, Abang." 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Inisiatif

    Putri mendesah pelan. "Kita hanya mencoba untuk menerka, Mal. Lalu siapa lagi sekarang? Bukankah mertuamu sangat benci dengan kamu? Kamu tahu, kan?""Tapi, tapi aku enggak yakin itu perbuatan Ibunya Mas Rido, Put.""Aku tahu. Ini berat buat kamu, Mal, tapi aku hanya membicarakan hal yang mengarah ke sana. Aku harap, kamu baik-baik saja dan kamu bisa memaklumi semuanya. Oke?"Amala tidak menjawab. Dia akan membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Namun dia tetap akan memikirkan dengan apa yang sudah Putri ujarkan padanya itu."Aku harap kamu bisa percaya, Mal. Aku juga harap, kamu bisa menerima kenyataan jika itu sebenarnya benar. Sini. Biar aku saja yang antarkan ini pada Mbak Mona," ujar Putri seraya mengambil gelas minuman pada tangan Amala dan dia segera berlalu.Amala masih berdiri di tempatnya. Pikirannya bermain dengan cepat. Ada hal yang seolah membuat dirinya kian frustasi. Haruskah kembali mengatakan pada Pak Rido jika dia mencurigai ibu mertuanya sendiri?*"Orangnya tinggi,

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Sidang

    "Tidak. Satu hal lagi. Rahmi akan segera diturunkan dari jabatan kepala sekolah.""Apa?" Amala dan Mona, kompak terkejut.*"Nilaimu sangat bagus, Amala."Bu Lusi, kini melihat lembar penilaian Amala selama masa penelitian dengan senyum senang. Ada hal yang membuat Amala ikut senang.Pak Rido telah berhasil memberikan dia ketenangan dan kini dia berhasil meraih nilai yang sudah dia inginkan itu."Bu, kapan saya akan segera ikut sidang?""Urus saja semua syaratnya, ya. Jadwal akan turun dalam dua Minggu ini."Amala terlonjak senang. "Ibu benarkah?"Bu Lusi mengangguk pasti. "Iya. Selamat, ya. Akhirnya kamu akan sidang juga. Kamu hanya perlu revisi sedikit lagi dan kamu akan mendapatkan yang selama ini kamu lakukan. Oke?"Amala mengangguk pasti. Dia pun segera pamit pada Bu Lusi tidak lupa segera mengabari Putri terkait dirinya itu. Ada hal yang membuat sahabatnya itu ikut bergembira sekarang.Putri memang sedang berada di kampus. Dia mencoba melupakan hatinya yang pernah sakit dan kini

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Rahmi Dipecat

    "Masih untung saya menerima kamu di sekolah ini! Kamu masih banyak tanya, hah! Kalau kamu saya tolak, nilai segini saja kamu tidak akan punya! Anak kemarin sore so-soan mau mengajari saya! Tidak tahu malu!"Amala bergeming. Dia tidak sadar kini, mengepal kedua tangannya dengan kuat. Gemetar."Keluar!"Amala tidak bisa lagi mempermalukan dirinya. Dia segera keluar. Ada isak tangis yang akan pecah namun sebisa mungkin berusaha menahan diri.Dia tidak lekas menemui Pak Rido suaminya itu selain kini segera ke toilet. Duduk di sana mencoba melepaskan semua hal yang membuatnya terpikat.Amala terkadang kian heran, apa yang sebenarnya Rahmi itu inginkan padanya. Bukankah seharusnya masalah pribadi tidak dikaitkan dengan hal yang ingin dia capai sekarang? Bagaimana bisa dia menjelaskan pada dosennya terkait nilai yang begitu buruk diberikan oleh pihak sekolah.Amala hanya takut, jika orang kampus juga akan mengira dia melakukan suatu hal yang jahat di sekolah ini, meskipun kenyataan Amala sam

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Rahmi Sengaja

    "Pepes ikannya enak lho, Bu. Ayah emang pintar masak, hehe!" Dia terkekeh lucu di sana yang semakin membuat Amala merasa trenyuh, sedih dan kasian karena Kanaya harus ikut dalam masalah ini.*Amala memandang lekat anak-anak dengan tatapan yang sedih. Hari ini, dia tidak bisa percaya adalah hari terakhir bertemu dan mengajar anak-anak di kelas lima itu.Ada hal puas yang hinggap dalam hatinya. Dia puas dan senang karena bisa mengajar walaupun hanya sebentar. Dia juga merasa puas karena berhasil menjadi seorang pendidik yang mereka inginkan. Meskipun kini amala akan merasa sedih karena harus meninggalkan mereka karena telah selesai masa penelitiannya itu.Dia hanya melepas anak-anak dengan berpelukan hangat. Amala bahkan sengaja tidak mengatakan apapun pada mereka terkait dirinya yang tidak akan pernah masuk lagi ke kelas lima itu, namun begitu kelas telah usai, seperti biasa hanya Andi yang tertinggal, Amala pun berniat untuk mengatakan padanya saja."Andi harus menjadi anak yang puny

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Kasihan Kanaya

    "Mas, ada apa?""Mas hanya ingin memeluk istrinya Mas sekarang. Apa boleh?""Kenapa mendadak seperti ini, Mas? Apa ada yang Mas pikirkan?" Amala sebenarnya sudah tahu apa yang membuat suaminya itu terlihat berbeda kini. Namun dia tidak lekas mengatakannya dengan segera.Pak Rido menyudadi dekapannya kemudian menatap Amala cukup lama. Lama sekali, hingga Amala merasa malu sendiri."Ada apa, Mas?""Dik Amala sudah menerima saya, kan?""Tentu. Kenapa Mas masih bertanya?""Bolehkah jika saya meminta Dik Amala untuk mencintai sepenuh hati Dik Amala? Apakah ada seseorang yang lain dalam hati Dik Amala sekarang?"Amala tidak berkata kini. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh suaminya sekarang? Haruskah dia mengatakan jika itu adalah suatu hal yang sebenarnya besar.Amala tahu, jika sekarang Pak Rido sedang cemburu pada Adlan."Kenapa Mas enggak beritahu saya kalau sudah pernah bertemu dengan Adlan?" Amala mengalihkan pembicaraan kini."Kenapa Dik Amala harus bertanya hal itu?""Mas cemburu pa

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Obat

    "Amal, kamu kenapa mendadak takut begini?" Adlan menukas cepat. Amala terhenyak. Diam seketika.*Mobil kini bergerak perlahan. Masih tidak ada kata yang keluar dari bibir Amala semenjak pergi. Pak Rido sendiri sejenak menoleh dan melihat dengan harap-harap cemas. Ada beberapa hal yang bermain dalam benaknya itu namun tidak segera ingin mengungkapkan cepat.Pak Rido tahu jika kini ada hal yang tidak beres sedang dipikirkan oleh istrinya itu.Amala tidak banyak berkomentar apapun. Dia hanya tidak ingin memperpanjang masalah yang ada."Dik, kamu kenapa diam saja?""Enggak, Mas. Cuma memikirkan masalah Kanaya saja.""Tidak apa. Kanaya sudah membaik, kok. Dik Amala tidak perlu terlalu cemas, ya."Amala mengangguk tersenyum. Dia tidak mengatakan apapun lagi selain kembali diam. Dia hanya berharap suaminya itu tidak terlalu menggubris apa yang sudah Adlan katakan sejak tadi.*"Ibu Amala!" Kanaya, gadis kecil itu kini berlabuh dalam dekapan Kanaya. Tidak ada kata yang keluar darinya setel

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Bertemu kembali

    "Amala, kamu tahu kapan waktunya."Rahmi, berujar tajam dan menatap dengan tatapan penuh kebencian.*Makanan cukup menggugah selera, belum lagi dengan rasa lapar yang sudah menghadang, Amala, dan suaminya Pak Rido kini menikmati hidangan makan siang mereka dengan nyaman.Amala tahu, sedari tadi menikmati makanannya itu dia terus merasa jika Pak Rido terus menatap dengan hikmat. Tidak ada yang keluar namun Amala hanya terkekeh sejenak."Apa yang Mas lihat?" Dia bertanya kemudian."Tidak. Hanya ingin memastikan Dik Amala menikmati makan siang ini. Enak, kan?""Iya. Kenapa Mas enggak pernah mengajak saya ke sini, ya?""Hehe. Maaf ya, Dik. Mas tidak bisa pulang dengan begitu cepat.""Haha, kenapa Mas menanggapi serius? Saya hanya bercanda. Saya tahu kok, Mas pasti sangat sibuk sekali, kan?""Tidak. Mas tahu kok Dik Amala juga sekalian curhat."Amala kini tertawa kemudian.Keduanya terus larut dalam pembicaraan mengenai mengajar Amala, hingga kemudian penuturan mereka sejenak terputus ket

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Tatapan benci

    "Ada satu orang lagi yang harus saya temui, Dik."Amala menoleh cepat. "Siapa, Mas?""Dik Amala tidak perlu memikirkan hal itu sekarang. Besok, Dik Amala akan kembali ke sekolah, kan? Lebih baik pikirkan hal apa yang Dik Amala perlukan untuk besok mengajar. Oke?" Pak Rido berkata seraya membelai lembut wajah istrinya itu.Amala bahkan baru teringat jika besok dia sudah harus masuk sekolah kembali. Dia memiliki kesempatan dua Minggu lagi untuk selesai penelitian Hinga harus kembali ke kampus.Ada beberapa hal yang membuatnya berpikir bahwa dia memang tidak pernah mengira akan secepat itu selesai."Dik Amala pasti sudah merindukan anak-anak, kan?""Iya. Aku sangat rindu mereka Mas. Besok, walaupun kaki saya masih belum sempurna sembuh saya akan tetap datang. Saya ingin segera menyelesaikan kuliah ini.""Bagus. Lalu, Dik Amala tidak perlu memikirkan hal yang sama sekali tidak penting itu. Oke?"Amala mengangguk pasti. Siapapun orang yang berpikir buruk terhadapnya itu dia akan berharap j

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Seusia istrinya

    "Saya Rido, suami Amala. Bisa kita bicara sebentar?" Adlan bergeming."Bicara apa? Saya sedang begitu sibuk karena kebetulan hari ini saya yang bertugas untuk berdiri di kasir, jadi ....""Nak. Hanya bicara sebentar saja." Pak Rido menukas cepat. Adlan sukses menegang mendengarkan panggilan nak yang keluar dari mulut suami Amala itu.Adlan kemudian tersenyum ketus. Merasa cukup rendah di hadapan lelaki yang sudah lama ingin dilihat olehnya."Bisa bicarakan di sini saja, Pak Rido?" Adlan bertanya dengan nada menyindir kini."Baiklah." Pak Rido membuang napas gusar. "Apa yang sudah kamu katakan pada Amala kemarin?"Adlan terkejut. "Apa maksud, Pak Rido?""Nak, tolong jangan bertele-tele. Kamu tahu, kamu sudah menganggu kenyamanan rumah tangga saya dengan istri saya."Adlan mendadak tertawa kini. "Pak Rido menyalahkan saya dengan masalah keluarga Bapak sendiri? Seharusnya Bapak yang instrospeksi diri untuk melihat sebenarnya apa yang sedang terjadi. Kenapa datang kemari dan menyalahkan

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status