Hari itu, Raynar benar-benar mengumumkan hubungannya dengan Aruna. Pria tampan dengan mata elang itu tidak peduli dengan penolakan dari keluarganya. Di dalam gedung Wijaya Corporation, seluruh karyawan benar-benar terkejut. Suasana menjadi riuh, dipenuhi bisikan-bisikan. Hubungan tak terduga antara Bos dan sekretarisnya itu menjadi topik utama di seluruh perusahaan."Pak..." Aruna berdiri di balik kaca penyekat, menatap keramaian di luar. Ia ingin keluar untuk mengambil sesuatu, tetapi kakinya terasa berat. Ia tidak punya tenaga untuk menghadapi tatapan dan bisikan-bisikan itu."Hmmm. Ada apa?" sahut Raynar lembut. Ia tersenyum kecil dari meja kerjanya, menatap Aruna yang terlihat cemas seperti buronan. "Apa kamu tidak nyaman dengan mereka? Apa kamu ingin saya memecat mereka?" tanya Raynar, yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Aruna, dengan satu tangan di saku celana. Ia menunjuk ke arah beberapa karyawan yang bergosip di seberang kaca."Pak, jangan aneh-aneh, dong!" prote
BRAKKK!Pintu itu terbuka. Pemandangan pertama yang dilihat oleh CEO muda itu benar-benar membuatnya sangat khawatir. Dengan membawa ponsel Aruna yang ia temukan di depan pintu toilet, Raynar melangkah lebar menghampiri Aruna yang terduduk di atas lantai, di sudut tembok salah satu bilik toilet."Ada apa?!" paniknya, berjongkok di depan Aruna dan segera memeluk gadis itu.Aruna yang saat itu masih syok atas kejadian yang baru ia alami, hanya bisa menangis di dekapan Raynar. Usapan halus Raynar di rambutnya, cukup membuatnya merasa nyaman. Air matanya terus mengalir, membasahi jas mahal yang dikenakan oleh CEO muda itu."Siapkan mobil sekarang!" perintah Raynar kepada asistennya, Arland, yang kebetulan berada di sana untuk menyampaikan hal penting tentang perusahaan."Baik, Pak," sahut Arland, sigap.Tanpa menunggu lama, Raynar mengangkat tubuh Aruna. Dengan gagahnya ia melangkah di tengah banyaknya pasang mata yang melihatnya ketika melintasi lobi."Sembunyikan wajahmu," bisiknya lemb
Raynar dan Aruna melangkah masuk ke ruang rawat. Aroma antiseptik menusuk hidung, menciptakan suasana dingin dan kaku. Di sana, Elisa duduk di samping ranjang, tangannya menggenggam tangan Bara yang terbaring lemah dengan wajah pucat. Raisa berdiri di sudut ruangan, matanya memancarkan amarah yang tak bisa disembunyikan melihat Raynar dan Aruna. "Raynar, kenapa kamu baru datang?" tanya Elisa panik. "Ayahmu..." Aruna merasa bersalah. Ia menyadari semua ini terjadi karena dirinya. Raynar mengabaikan pertanyaan ibunya dan mendekati ranjang Bara, membiarkan Aruna tetap di sampingnya. Aruna merasakan tatapan Raisa yang menusuk, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Kenapa kamu bawa wanita itu kemari? Apa kamu sengaja memperburuk keadaanku?" tanya Bara. Suaranya lemah, menatap Raynar dengan tatapan sulit diartikan. "Raynar, apa kamu tidak bisa melihat kondisi ayahmu sekarang?" teriak Raisa, campur aduk antara emosi, cemburu, dan frustrasi. "Hubungan kami tidak ada hubungannya dengan kondisi
Meida terdiam, wajahnya pias. Kekhawatiran merayap di benaknya setelah mendengar pengakuan Arland. Jika Raynar, suami Aruna, benar-benar seorang konglomerat, lalu bagaimana dengan dirinya? Apa yang akan terjadi jika Raynar tahu ia telah menghina dan merendahkan istrinya di depan banyak orang? Meida tidak bisa membiarkan itu terjadi. Tiba-tiba, sebuah ide gila melintas, dan ia langsung menyeret cucu kesayangannya, Jessica, ke sebuah ruangan."APA?!" Suara Jessica menggema memenuhi ruangan. Ia terkejut sekaligus tidak percaya dengan ide gila yang baru saja neneknya katakan. Meninggalkan Raka, suaminya, demi pria yang bahkan belum dikenalnya?"Kenapa? Memangnya kamu mau Aruna jauh lebih unggul dari kamu?" tanya Meida, suaranya dipenuhi amarah. Ia tidak peduli dengan perasaan Jessica. Baginya, Aruna adalah aib keluarga, dan Jessica harus menjadi yang terbaik.Jessica menggeleng. Tentu saja ia ingin menjadi yang paling bersinar. Kalah dari Aruna? Itu sangat memalukan. "Tapi aku sudah menik
"Mama!" Aruna berseru, matanya berbinar saat melihat sosok Diandra. Ia langsung melepaskan pelukan di lengan suaminya, dan berlari dengan kerinduan menuju ibunya."Aruna, bagaimana kabar kamu, Nak?" tanya Diandra, lega. Kekhawatiran yang menghantuinya selama beberapa hari terakhir kini sedikit terobati."Aruna baik-baik saja, Ma!" Aruna tersenyum, melepaskan pelukan ibunya dan menoleh ke arah Raynar. "Dia suami Aruna, Ma," ucap Aruna, memperkenalkan Raynar kepada ibunya."Selamat siang, Tante!" sapa Raynar dengan sopan, melangkah ke arah Aruna dan Diandra.Diandra tersenyum, sedikit tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa ini sungguhan? Kalian sudah menikah?" tanyanya, menatap Aruna dan Raynar bergantian.Aruna mengangguk, dengan semangat ia mengambil buku nikah yang telah ia simpan di dalam tas untuk ditunjukkan kepada ibunya."Aruna Nerine Anesera dan... Raynar Aksa Wijaya?" Diandra terkejut. Marga Wijaya. Bukankah itu adalah nama perusahaan yang sangat terkenal di kota ini?
Aruna terdiam. Kata-kata Raynar terasa begitu nyata, begitu berat, namun juga begitu indah. Di tengah koridor bandara yang sepi, ia merasa dunia mereka hanyalah mereka berdua. Semua hiruk pikuk di luar, amarah Bara, kepanikan Elisa, dan tatapan Raisa yang penuh kebencian, seolah menghilang."Maksud Anda?" Aruna bertanya, suaranya pelan dan bergetar, seolah tidak percaya.Raynar menghela napas, menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bermain-main. Ia melepas pelukannya, menangkup wajah Aruna dengan kedua tangannya. Matanya menatap Aruna dalam-dalam, mencari sebuah jawaban. "Apa kamu mau menikah dengan saya?" Pertanyaan itu terasa begitu serius, begitu tulus.Raynar bermaksud untuk melamar kembali Aruna, memulai semuanya kembali dari awal. Ia menyadari awal hubungan mereka tidaklah benar. Ia ingin memperbaiki semuanya, membangun hubungan yang nyata, di atas dasar kejujuran dan perasaan tulusnya."Apa ini..." Aruna bertanya, bingung. Kalimatnya menggantung di udara. Ia tidak tahu harus bertan