Dave terlihat tengah fokus membaca salinan berkas-berkas di depannya.
Tok... Tok... Tok...Terdengar sebuah suara ketukan dari arah luar ruangan Dave. "Masuk!"Setelah mendengar seruan Dave, seorang laki-laki muncul dari balik pintu. Merasa kedatangannya tidak dihiraukan, Fabio lantas duduk di sofa Dave."Serius banget. Udah mirip kaya yang punya perusahaan kalau lihat lo kaya gini," celetuk Fabio sambil memandangi wajah rekan kerja yang usianya sama dengannya.Dave lantas menoleh, menatap tajam ke arah Fabio."Bukannya kerja malah duduk-duduk disini. Mau gua laporin ke bokap gua, biar lo dipecat karena malas-malasan," omel Dave setengah mengancam ke Fabio."Galak banget sih lo hari ini. Enggak dapat jatah istri ya lo semalam," ledeknya sambil terkekeh.Dave melengos. Malas meladeni ledekan Fabio."Sekarang jam istirahat, Bos. Jangan kerja mulu kenaKeesokkan harinya, Rachel bangun lebih awal dari biasanya. Rasa bersalahnya pada Dave membuat wanita bermata hazel itu tidak bisa tidur semalaman. Ia sibuk merangkai kata maaf agar Dave tidak marah lagi padanya.Hari ini Rachel berniat memasak makanan kesukaan Dave sebagai bentuk permintaan maaf.Bagaimana Rachel bisa tau makanan kesukaan Dave? Saat masih tinggal bersama sang mertua, ia sempat bertanya pada Kate tentang hal-hal yang disukai maupun yang tidak disukai Dave.Kate dengan senang hati memberitahukan semuanya. Ia bahkan mengajari Rachel membuat makanan kesukaan Dave salah satunya beef teriyaki.Jadilah hari ini, Rachel memasak beef teriyaki untuk suaminya. Saat masakannya hampir matang, Dave berjalan keluar dari kamarnya.Hari ini Dave mengenakan baju warna merah marun. Ia berdiri sembari mengamati Rachel yang tengah memasak. Wangi dari aroma daging yang menyebar di dapur sampai ke indera penciuman lela
Saat Rachel tengah asyik menyantap masakan yang dibuatnya sendiri, tidak sengaja ia menangkap senyum kecil di bibir Dave. Senyum tertahan yang seakan ingin di sembunyikan lelaki itu akibat terus-terus menahan tawa. "Kenapa wajahmu senyum-senyum begitu?" tanya Rachel. Dave mendongak. Ia sedikit terkejut, namun berusaha keras mengontrol ekspresi wajahnya agar tetap datar. "Siapa yang senyum-senyum? Dari tadi saya diam saja juga," elak Dave dengan cepat. Rachel tidak lantas percaya begitu saja. Dari tadi ia sudah mencoba menahan diri. Perkataan Dave yang tiba‐tiba berubah ditambah ekspresi wajahnya yang nampak kaku, menimbulkan kecurigaan di benak Rachel. Matanya seketika menyipit ke arah Dave. "Kau tidak sedang mengerjaiku bukan?" tanya Rachel terdengar bagai sebuah tuduhan. Dave yang binggung harus menjawab apa pertanyaan Rachel itu, seketika mengedarkan pandangan matanya. Tanpa sengaja matanya terpaku
Mata Rachel seketika mengejap berulang kali. Ia bingung bagaimana menjawab pertanyaan Kate.Sebelum kedatangan mertuanya, Rachel tengah bersiap-siap untuk pergi menemui Alex. Dan sekarang Kate datang ke dengan maksud mengajaknya pergi ke suatu tempat."Aku nggak lagi sibuk sih, Mah. Tapi kita mau pergi kemana ya?" tanya Rachel memutuskan berbohong pada mertuanya."Biasalah, perawatan buat wanita yang sudah menikah—"Kate menepuk pelan pundak Rachel."Aturan kamu sudah mulai ikut dari sebelum nikah, tapi berhubung kalian nikah mendadak jadi mamah baru bisa daftarin kamu baru-baru ini," ujar Kate nampak bersemangat.Sebenarnya Rachel ingin menolak ajakan mertuanya itu, namun ia tidak sanggup mengatakannya.Rachel sangat menyadari betul posisinya yang menikahi anak mami macam Dave. Untuk itu ia berusaha keras menjadi menantu terbaik di mata Kate. Mau tidak mau, Rachel mengangguk patuh.
Dave yang biasa melihat sosok Emilio yang tenang dan nyaris tanpa ekspresi di wajahnya, mendadak tercengang saat mendengar tawa kecil keluar dari mulutnya. "Cewek yang gua cari itu ada di kantor lo. Dengan terpaksa, gua ikutin sampai kemarilah. Daripada inceran gua lepas keburu di sambar orang," ucapan Emilio dengan santainya. Entah mengapa ucapan Emilio terdengar seakan menyindir dirinya. Namun Dave menapik sembari mengeleng tidak percaya. "Kalau cari cewek model begitu di club saja. Di kantor gua nggak ada yang model kaya gitu. Kebanyakan udah bersuami," ujar Dave. Dave mencoba mengusir Emilio secara halus. Ia tidak ingin ada karyawannya jadi mangsa predator macam Emilio. "Justru gua cari model yang kaya begitu. Lo tau sendiri 'kan gua ogah pake perawan. Ribet musti ngajarin dulu." "Tapi nggak cari di kantor gua juga. Di kantor lain 'kan banyak. Apa perlu gua cariin sekalian?" desak Dave agar Emilio sege
Kate yang hendak pergi dari apartement Dave, tiba-tiba saja berbalik badan."Oiya, Mamah kemari tadi bawa hadiah buat kamu sama Rachel," ujar Kate di depan pintu.Dave seketika memicingkan matanya, menatap Kate sedikit curiga. Ia sangat hapal tabiat mamahnya yang kadang suka bertindak semaunya dan masih berpegangan pada tradisi kuno."Hadiah apa, Mah? Bukan sesuatu yang aneh-aneh 'kan?" tanya Dave mengantisipasi."Bukan. Hanya minuman biasa, sejenis vitamin.""Lantas kemana hadiahnya itu sekarang?" tanya Dave seraya melirik sinis ke arah Rachel."Sudah mamah taruh kulkas. Di minum yang rutin ya," pesan Kate sebelum pergi dari apartemen Dave.Dave menatap Kate dengan alis mata terangkat sebelah. Namun akhirnya mengangguk patuh."Ayo Pak Jiman. Kita pulang sekarang—"Kate kembali menatap sekilas Dave dan Rachel secara bergantian."Mamah pulang dulu ya
Malam harinya Rachel tidak bisa tidur. Entah mengapa ia sangat gugup sekaligus bersemangat menantikan hari esok.Rachel lantas ke dapur dan membuat segelas coklat panas. Ia berharap dengan meminum hot chocolate itu, kegugupan dalam benaknya dapat berangsur reda.Saat tengah asyik mengaduk-aduk gelas, tiba-tiba saja Rachel mendengar sebuah suara dari pintu kamar Dave yang perlahan terbuka.Dave keluar dari balik sana dengan mengenakan piyama berwarna ungu kebiruan. Wajahnya tampak sayu dengan sedikit lingkaran hitam di sekitar matanya."Rachel."Cetrek...Dave meraih steker, membuat lampu-lampu yang ada di dapur seketika menyala terang. Wajahnya nampak terkejut melihat Rachel yang duduk di tengah kegelapan."Kau belum tidur?" tanya Rachel saat melihat Dave berjalan ke arahnya."Kau sendiri kenapa tidak tidur dan malah duduk di sini?""Nanti
Rachel mengejapkan mata berulang kali, memastikan penglihatannya tidak salah. Ia tidak percaya dengan pemandangan di depan matanya. "Halo. Mrs. Rachel," sapa lelaki itu dengan sangat ramah. "Alex. Kenapa kamu disini?" tanyanya bingung. Rachel tercengang melihat Alex yang duduk di kursi. Alex lantas berdiri. Ia tersenyum cerah sambil merentangkan kedua tangannya. "Selamat datang di kantorku, Baby. Sekarang kamu resmi diangkat jadi karyawan disini," ujar Alex sembari berjalan mendekat. "Ini kantormu? Sejak kapan?" ucap Rachel bingung. "Kamu pasti kaget dan bingung. Sebenarnya aku ingin memberitahumu kemarin. Berhubung kita tidak jadi bertemu, sekalian saja ku jadikan kejutan buatmu." "Jadi kau pemilik perusahan ini, Lex?" "Tidak bisa di bilang begitu juga sih. Tapi yang jelas aku seorang CEO disini," ujar Alex dengan bangga. "Enggak apa-apa. Kamu tetap terlihat hebat dimataku,"
Di tengah teriknya sinar mentari yang menyengat kulit, Dave malah sibuk di luar kantor. Pergi kesana-kemari meeting dengan berbagai klien. "Ini meeting yang terakhir 'kan?" tanya Dave ke sekertarisnya. "Iya, Pak." "Oke. Berhubung hari ini kita berhasil mengaet investor-investor itu dan kebetulan sekali kita ada di restoran yang bagus... Saya akan mentraktirmu. Kau boleh pesan makanan sepuasnya." Sekertarisnya itu terpana, matanya berbinar menatap Dave penuh haru. Wanita muda yang telah lama bekerja sebagai seketaris Dave itu tidak menyangka bosnya akan memberi kemurahan hati yang jarang di perlihatkannya. Bertahun-tahun bekerja untuk Dave, wanita itu sudah sangat hapal kebiasaan bosnya yang biasanya akan langsung kembali ke kantor setelah tidak ada meeting lagi dengan client. Namun entah mengapa hari ini Dave memilih makan siang dulu di restorant. "Beneran, Pak? Saya boleh pesan apa saja?" tanyanya m