Bugh...
Sebuah pukulan mendarat begitu saja di pipi Alex dengan begitu kerasnya.Rachel terkejut dan lantas membuka kedua matanya lebar-lebar. Ia tercengang melihat Dave tengah menghajar Alex hingga babak belur."DAVE... HENTIKAN," teriak Rachel menjerit-jerit.Dave tidak mendengar teriakan Rachel dan masih terus memukuli Alex. "Apa-apaan sih lo? Datang-datang main pukul saja," geram Alex menatap nyalang Dave.Alex bergerak bangun seperti hendak menghajar balik Dave.Bugh...Namun Dave kembali memukul Alex lebih dulu. Lebih keras dari sebelumnya hingga lelaki itu jatuh terjengkang. Dave mencengkram erat kerah baju Alex dengan kedua tangannya. Entah mendapat dorongan dari mana, Rachel memeluk Dave dari belakang dengan erat."Hentikan Dave. Sudah. Jangan sakiti dia," lirih Rachel seraya menitihkan air mata.Dave masih menatap nyalang ke araMau tak mau Rachel pasrah dan membuka mulutnya sedikit. Kesempatan itu tidak disia-siakan Dave untuk mengekplor lebih dalam."Bibir ini milikku. Selama kau masih terikat pernikahan denganku, tidak akan ada yang boleh menyentuh bibir ini selain diriku.Camkan itu," gumam Dave disela-sela cumbuannya.Ciumannya perlahan melembut. Rachel perlahan terbawa suasana. Ia mendesah pelan saat sapuan Dave turun ke lehernya.Dave menyedot kuat-kuat hingga meninggalkan bekas kemerahan di leher jenjang Rachel. Seakan memberi jejak tanda kepemilikan dirinya."Dave..."Suara Rachel terdengar sensual dan mengetarkan telinga Dave.Rachel menyadari tubuhnya menginginkan Dave bertindak lebih. Namun akal sehatnya seketika menyadarkan Rachel dari aksi gila Dave.Dengan kedua tangannya, Rachel mendorong dada Dave kuat-kuat."Hentikan, Dave."Dave terkejut hingga meng
Entah sudah berapa kali Rachel mengetuk pintu. Berharap Dave membukakannya dengan cepat. Ketukannya di pintu perlahan mulai melemah seiring dengan rasa dingin yang menjalar di tubuhnya. "Dave, ku mohon buka pintunya. Disini dingin sekali. Nanti kalau aku masuk angin, lalu sakit bagaimana? Pikirkanlah siapa nantinya yang akan memasakkanmu makanan," bujuk Rachel tanpa henti. Ceklek... Dave membuka pintu kamar mandi. Lalu menarik paksa Rachel keluar. Tubuhnya yang kedinginan seketika jatuh tersungkur di antara kaki Dave. Dave memegangi pundak Rachel dengan kedua tangannya. Rachel dapat berdiri kembali dengan tegak akibat cengkraman kuat di pundaknya. "Kau yang memaksaku untuk melakukan ini. Tidak seharusnya seorang wanita yang sudah menikah pulang berduaan dengan lelaki yang bukan suaminya, kecuali keluarganya. Tidak sepantasnya, wanita yang sudah menikah berciuman dengan lelaki selain suami dan anaknya. Tidak seha
Dave benar-benar menumpahkan semua perasaannya malam itu. Amarah, kekecewaan dan kekesalannya pada Rachel bercampur dengan kenikmatan merasakan tubuh bagian bawahnya yang menyatu sempurna dengan milik Rachel. "Selama kita masih terikat pernikahan. Kau hanya akan jadi milikku seorang. Mengerti?" tegas Dave terdengar mengintimidasi. Rachel tidak menjawab. Ia sendiri sibuk menyeimbangkan goyangan Dave yang semakin cepat. "Kau dengar itu 'kan, Rachel?" Dave menarik rambut Rachel, menuntut jawaban dari pertanyaannya. Rachel mengangguk saja sembari meringis kecil saat rambutnya di tarik. Helaian rambut Rachel seketika terkumpul jadi satu di tangan Dave. Rachel terpaksa mendongakkan kepalanya saat tangan Dave semakin kencang menarik rambutnya. "Jangan tarik rambutku, Dave. Iya. Maaf. Aku janji tidak akan mengulangi lagi," ucap Rachel terdengar bersungguh
"Aku ingin tetap bekerja bukan karena Alex, tapi untuk diriku sendiri. Kalaupun tidak ada Alex sekalipun di perusahaan itu, aku tetap ingin terus bekerja disana. Maaf untuk kali ini aku tidak bisa pergi begitu saja. Kalau ku lakukan hal itu, sama saja dengan mempertaruhkan kredibilitas ku dalam bekerja. Orang akan mencap diriku amatiran dan aku tidak ingin mendengar perkataan seperti itu." Walau kedua mata Dave tertutup rapat, lelaki itu tidak benar-benar tertidur. Ia memejamkan matanya hanya untuk menetralkan gejolak hatinya akibat gesekan kulit Rachel yang bersentuhan dengannya. Kedua telinganya mendengar sepenuhnya dengan jelas setiap perkataan yang terucap dari bibir Rachel. Ia mendesah pelan setelah Rachel selesai mengungkapkan alasan yang agar dirinya menarik perkataannya yang sebelumnya telah melarang Rachel bekerja. "Saya mengerti dan paham betul maksud perkatanmu. Itu pemikiran yang bagus sebagai seo
Semenjak percakapaan mereka di pagi hari itu, sikap Dave kepada Rachel pun berubah. Ia masih suka mengatur dan memberi perintah layaknya raja. Namun Rachel merasa Dave lebih sering mengajaknya berbicara daripada sebelumnya. Pada akhirnya Dave mengizinkan Rachel bekerja. Namun ia memaksa Rachel agar mau di antar jemput olehnya ke kantor. Pulang pergi dengan Dave merupakan salah satu syarat yang di mintanya kalau Rachel masih ingin bekerja di perusahaan Alex. Selain itu Dave memberikan syarat lain yang harus di patuhi Rachel. Ia mewajibkan Rachel untuk menghubungi dan memberikan selca —yang merupakan akronim dari self camera— saat jam makan siang. Kalau Rachel tidak patuh sekali saja, Dave akan marah dan mengancam akan menghukumnya. Pernah suatu ketika, Rachel benar-benar lupa menghubungi Dave akibat sibuknya pekerjaan. Ia juga tidak mengirimkan selca saat jam istirahat. Bagaimana bisa be
"Dave. Tunggu aku," teriak Rachel saat melihat Dave telah berjalan menjauhinya. Dave terus melangkahkan kakinya. Ia tidak menghiraukan teriakan Rachel yang memintanya untuk menunggu. Rachel berlari-lari kecil mengejar Dave yang berjalan semakin menjauh. Ia nampak kesulitan berlari akibat sepatu heels yang tengah dikenakannya. Dave tidak menoleh sedikit pun dan memasukki apartement lebih dulu tanpa menunggu Rachel yang tertinggal jauh di belakangnya. Saat Rachel sudah di dalam rumah, ia lantas berjalan menghampiri Dave. Tapi Dave malah berjalan masuk ke kamarnya sembari melonggarkan dasi yang melilit lehernya. Mau tidak mau Rachel mengikuti Dave sampai ke dalam kamar. "Aku tidak berbohong, Dave. Sungguh aku tidak mendengar panggilan teleponmu," tutur Rachel mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya. "Kenapa bisa tida
Mata keduanya saling terkunci dengan napas yang memburu. Saling menghirup oksigen sebanyak mungkin yang mereka bisa. "Kau sudah tahu bukan kalau saya tidak suka penolakan? Maka dari itu, saya akan minta persetujuan darimu dulu sebelum melanjutkannya," ucap Dave dengan cepat. Walau gairahnya sedang berada di puncak dan sulit di padamkan, namun Dave tidak mau melakukannya tanpa izin dari Rachel. Ia melakukan hal itu untuk melindungi harga dirinya dari penolakan Rachel tempo hari. Serta menjauhkan rasa bersalah yang mungkin akan dirasakannya. Yang jelas Dave tidak ingin di salahkan apalagi sampai ada yang beranggapan dirinya telah melakukan pelecehan terhadap wanita. Sesuatu tindakan yang tak ada ubahnya, bagai binatang yang tak punya etika. Rachel membatin dalam hati. Meminta izin? Sesuatu yang sangat aneh di dengar Rachel keluar dari mulut lelaki itu, membuatnya terdiam
"Siapa suruh bengong? Bukannya makan malah melamun," omel Dave sembari mengeleng pelan. "Ini juga lagi mau makan. Belum juga makan udah bawel saja kamu," keluh Rachel sambil mengerucutkan bibirnya. "Saya mau tidur ya. Bukan mau dengar keluhanmu," ujar Dave memperingatkan. Bibir memberengut dengan lengkungan ke bawah nampak jelas di wajah Rachel yang mendadak kesal setelah mendengar omelan Dave. Tubuh Dave yang kini tengah memunggungi Rachel, membuat lelaki itu tidak menyadari perubahan raut wajah istrinya. "Keluar sana! Kalau cuma mau mengeluh, jangan di sini. Di luar saja sana," usir Dave sembari menguap lebar-lebar. Rachel sudah tidak tahan lagi. Matanya seketika melotot dengan kepalan tangan terayun di atas kepala Dave. Sebelum kepalan tangan itu benar-benar mengenai kepala lelaki pirang di hadapan