Kate lantas menghela napas berat. Kate memandangi wajah Rachel yang kini menundukkan kepalanya sembari mengerakkan kukunya, tidak berani menatap ke arah Kate.
"Anak itu ya, benar-benar. Malam pertama malah menyuruh istrinya tidur di luar kamar," dengus Kate seraya mengeleng sebal.
Kedua tangan Kate terkepal. Ia hendak berjalan pergi, tapi langkahnya seketika terhenti."Mamah, mau kemana?" tanya Rachel saat melihat Kate hendak menaiki tangga."Mau ke atas, ngasih pelajaran ke suami kamu itu." Rachel terus memegangi lengan Kate, mencegahnya pergi ke kamar Dave."Tidak usah, Mah. Lagipula sekarang sudah larut malam. Nanti malah menganggu yang lain. Dave juga sepertinya sudah tidur," ucap Rachel sambil menahan Kate.Kate menghela napas berat, lalu beralih melihat ke arah Rachel. Sedangkan, Rachel hanya bisa diam saja sembari matanya menatap penuh harap ke arah Kate."Ya, sudah. Sekarang kamu ikut mamah. Ayo!" ucap Kate sembari menuntun Rachel ke suatu tempat.Rupanya Kate mengajak Rachel ke kamar lain yang ada di rumah itu."Kamu tidur di kamar ini dulu ya untuk malam ini. Biasanya hanya tamu dari kerabat jauh yang tidur disini, mamah tidak menyangka menantu mamah harus tidur disini sekarang," lirih Kate terdengar sedih."Tidak apa-apa. Kamarnya bagus juga ko, Mah."Kate kembali mendesah berat."Mamah masih tidak habis pikir dengan kelakuannya. Dia itu bukan tipe laki-laki yang kasar pada wanita. Dengan mamah dan Cindy saja, Dave tidak pernah seperti itu. Kenapa Dave jadi seperti itu padamu?" "Entahlah, Mah. Mungkin karena awalnya dia tidak suka denganku. Aku juga tidak mengerti," ucap Rachel sambil mengangkat kedua bahunya."Maafkan kelakuan anak mamah yang satu itu ya. Bersabarlah menghadapinya, kelak dia pasti akan sadar akan perbuatan buruknya.""Iya, Mah. Lagipula, aku belum terlalu mengenalnya juga. Kami berdua masih perlu mengenal satu sama lain lebih dalam. Jadi aku tidak ambil pusing dengan sikapnya ini," ucap Rachel sembari tersenyum.Kate ikut tersenyum, kemudian menyuruh Rachel beristrirahat.Keesokan harinya, Dave terkejut saat Kate membangunkannya dengan menyiram air ke wajahnya. Dave mengerang kesal."Apa-apaan sih, Mah? Baju Dave basah 'kan jadinya nih," keluh Dave seketika."Kamu yang apa-apaan? Kenapa kamu suruh Rachel tidur diluar? Suami macam apa kamu tega berbuat begitu pada istrinya?""Mah, ini masalah rumah tangga Dave. Kenapa mamah mau ikut campur juga sih?" dumel Dave menahan kesal."Mamah bukannya mau ikut campur, tapi kamu kelewatan. Istri kamu salah apa sampai harus tidur di luar begitu?"Dave bungkam seketika, tidak tau harus berkata apa. Jika ia asal menjawab, bukan tidak mungkin dirinya akan tambah disalahkan oleh mamahnya yang sudah terlihat sangat kesal itu."Tidak bisa jawab kan kamu. Berarti bukan masalah serius kan?—"Kate menatap tajam ke arah Dave."Asal kamu tau ya. Walaupun kami bertengkar hebat sekalipun, papahmu itu tidak pernah menyuruh mamah tidur diluar. Eh, anak mamah sendiri yang malah bertindak begitu. Mau kamu mamah laporkan ke papah sekarang juga? Biar nanti kamu dihajar lagi, begitu maumu?" ancam Kate dengan berapi-api."Eh. Jangan, Mah.""Ya, kalau gitu kamu jangan bikin ulah begitu. Jadi suami yang baik saja masa gak bisa," kesal Kate."Iya, Mah. Iya. Dave minta maaf dan mengaku salah.""Minta maaf sama istrimu sana, bukan sama mamah."Dave mengangguk patuh, kemudian berjalan ke luar kamar. Sedangkan, Kate hanya bisa mengeleng sembari memandangi punggung Dave yang perlahan menghilang dari pandangan matanya.Dave kemudian mencari Rachel disekitar rumah, tapi tidak juga bertemu dengan sosoknya. Hanya satu tempat yang belum dikunjunginya, yaitu kamar kosong. Ia sempat memandang sebentar di depan pintu kamar. Suara batinnya lantas bertanya, "mungkinkah wanita itu ada di dalam sana?" Saat pintu kamar dibuka, Dave mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi yang ada dikamar itu. Ia lantas masuk dan duduk di atas ranjang. Memandangi sekeliling kamar itu, sembari menunggu Rachel yang sedang mandi."Lama sekali mandinya," keluh Dave mulai bosan. Clek...Tidak berselang lama, terdengar suara kenop pintu yang terbuka. Dave menoleh ke arah suara itu.Rachel keluar kamar mandi dengan sehelai handuk yang membelit tubuhnya. Rambut panjangnya tergerai basah. Terlihat beberapa tetesan air dari rambutnya yang jatuh. Dave terdiam sejenak, susah payah menegak saliva yang tertahan di tenggorokannya.Rachel terbelalak melihat sosok Dave yang saat ini tengah berbaring terlentang di ranjang sambil menatap wajahnya."Aku mau ganti baju sekarang. Kau sengaja kemari hanya untuk melihatku berganti pakaian," sindir Rachel seketika.Mendengar nada suara Rachel, Dave seketika tersadar. Kemudian mengeleng kuat dan beralih memandang ke arah lain. Posisi Dave sekarang tengah menghadap Rachel."Kita harus bicara," ucapnya datar."Ya, sudah. Bicara saja." "Pakai dulu bajumu. Baru setelah itu kita berbicara," titah Dave memberi perintah."Kalau gitu balikkan badanmu sekarang. Cepat! Aku tidak mau kau mengintipku.""Cih... Sok jual mahal. Sudah kulihat semuanya juga," cibir Dave seketika.Walaupun mengerutu, Dave tetap berbalik badan. Namun ia sempat mengendus sebal saat Rachel menyuruhnya."Jangan mengintip," ujar Rachel memberi peringatan."Iya, cepat ganti bajumu. Sudah belum?" tanya Dave mulai tidak sabar."Sebentar. Jangan balik badan dulu,"Rachel berganti pakaian dengan cepat sembari melirik ke arah punggung Dave.Memastikan laki-laki berambut pirang itu tidak menoleh ke belakang.
"Sudah. Kau mau bicara tentang apa?" ujar Rachel sembari berjalan mendekati ranjang."Mamah tadi protes kau tidur disini. Dia mau kau tidur diatas."Rachel mengangguk paham. Ia yakin mertuanya itu pasti sudah memarahi laki-laki dihadapannya ini, jika melihat dari sikapnya saat ini.Dave mengernyitkan dahi saat Rachel hanya memberi anggukan kepadanya."Semalam kau mengadu sama mamah ya," tuduhnya seketika."Tidak. Mamah tau sendiri," elak Rachel berbicara apa adanya."BOHONG..."Dave seketika berteriak sembari menatap tajam ke arah Rachel. Dave bangkit dari tempat tidur, kemudian berjalan ke tempat Rachel berdiri."Bagaimana mamah bisa tau hal ini, kalau bukan kau yang mengadu padanya?"Dave menuduhnya tanpa bertanya lebih dulu."Sudah kubilang 'kan mamah tau sendiri. Dia melihatku bawa bantal keluar kamar," terang Rachel menjelaskan."Kau pikir saya akan percaya semudah itu. Tidak mungkin ada orang rumah yang berkeliaran di jam segitu. Terlebih seharian kami habis pesta. Kalau mau berbohong cari alasan yang masuk akal."Rachel hanya terdiam memandanginya. Toh, dia tidak seperti yang Dave tuduhkan. Mertuanya sendirilah yang langsung tau saat melihatnya semalam, tanpa perlu Rachel katakan."Kenapa sekarang malah diam?" tanya Dave wajah menatang.BERSAMBUNG...Novel ini karya pertama author di platfrom ini. Semoga suka dengan ceritanya. Selamat membaca,
Rachel menghela napas berat sembari mengeleng heran."Rupanya kau kemari hanya ingin bertengkar denganku.""Hah?""Terserahlah, kalau tidak percaya. Tidak penting juga bagiku," ujar Rachel seraya berjalan pergi meninggalkannya."Yak.. Saya belum selesai bicara. Kau mau pergi kemana?" teriak Dave dengan lantang."Ambil sisir."Suara Rachel terdengar samar-samar di telinga Dave, membuatnya mengendus sebal.☆☆☆Rachel yang kesal karena ulah Dave yang membuat moodnya buruk itu, memutuskan pergi ke cafe langganannya. Ia ingin menenangkan diri sembari meminum secangkir kopi cappucino late.Sesampainya di cafe, Rachel terkejut saat melihat Alex tengah memesan kopi."Lex..."Alex juga sama terkejutnya dengan Rachel."Mau pesan kopi juga?" sapa Alex basa-basi.
"Kamu tau 'kan selama ini aku berjuang mengumpulkan uang agar kita bisa nikah." "Aku tau, tapi seenggaknya jawab telpon sekali aja masa gak bisa. Aku bingung saat itu dan gak bisa nolak lamaran Dave karena kamu menghilang." Suara Rachel terdengar parau. Alex lantas menarik Rachel kedalam dekapannya. Tangis Rachel pecah seketika. "Maaf. Sinyal disana gak memungkinkan aku buat jawab telpon," ujar Alex sembari menepuk-nepuk punggung Rachel. "Ceritakanlah! Apa yang sebenarnya terjadi," pinta Alex dengan nada lembut. Rachel lalu bercerita tentang pertemuannya dengan Dave yang berakhir dengan pernikahan yang mendadak. Alex mendengarkan dengan seksama. Tangan Alex seketika terkepal, menahan kesal. Alex tidak menyangka rencananya yang sempat gagal itu malah dimanfaatkan baik oleh Dave. "Kalau saja Emilio tidak datang malam itu, pasti aku yang lebih dulu mencicipi Rachel." Batin Alex bersuara dala
"Asal kau tau. Ayahmu sendiri yang menitipkan dirimu padaku. Bukan ke mamah ataupun papah. Jadi kau adalah tanggunganku sampai tiba saatnya saya mengembalikan kau ke ayahmu setelah kita bercerai nanti—""Jangan pernah coba-coba melanggar aturan yang saya buat untukmu, jika tidak mau menanggung akibatnya. Karena saya yang lebih berhak atas dirimu dari pada siapun dirumah ini," ancam Dave.Arah pandangan Dave tanpa sengaja melihat ke arah bibir Rachel.Dave mengejapkan kedua matanya, memandangi bibir merona Rachel. Seketika muncul pikiran nakalnya yang ingin mencium Rachel. Namun saat ia beralih menatap ke arah mata Rachel. Seketika Dave tersadar."Apa maksudnya itu? Kau..."Dave menghendus sebal dan pergi meninggalkan Rachel yang belum selesai berbicara."Hey, jangan pergi. Aku belum selesai bicara," teriak Rachel seketika.Teriakan Rachel tidak menghentikan langkah kaki Dave yang
Dave yang baru keluar kamar mandi, melihat Rachel tengah menatap ke bagian dadanya yang tidak tertutup handuk. "Rupanya kau sudah bangun," ucap Dave datar. Suara bass Dave seketika menyadarkan Rachel dari lamunannya. Dave mengernyitkan dahi saat melihat Rachel yang tidak juga bergeming duduk di sofa. "Kenapa masih diam disitu? Cepat mandi sana," ketus Dave mengusir Rachel ke kamar mandi. Rachel yang masih mengantuk itu, berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Dave hanya memperhatikannya dalam diam. Begitu Rachel selesai mandi, ia melihat Dave berdiri dengan lemari pakaiannya yang terbuka. Saat ini Dave telah memakai kemeja polos dan celana panjang. Namun kepalanya menoleh ke segala arah, seakan tengah mencari sesuatu. Rachel berjalan mendekatinya. "Kau cari apa? tanya Rachel menyamakan arah pandangan Dave. "Gesper hitam. Kau tidak membuang gesperku 'kan?" Rachel mende
Rachel yang tiba-tiba merasa penasaran itu, lantas menoleh ke Cindy."Dave kalau lagi kesal itu biasanya sikapnya bagaimana?" tanya Rachel manatap Cindy penuh minat."Ka Dave kalau sudah kesel pasti bakal ngomel, mengerutu terus sepanjang jalan. Pusing denger ocehannya.""Kamu sering di marahin dia juga ya.""Dirumah ini yang paling kalem cuma aku, Ka. Mamah juga sebenarnya, tapi dia kalo udah marah seremnya lebih dari papah. Ka Dave 'kan kaya papah sebenarnya gampang marah, tapi marahnya bentar doang. Jadi harap maklum ya ka."Rachel mengangguk pelan, kemudian mengajak Cindy turun ke bawah.Sesampainya mereka berdua di halaman rumah, Dave sudah berkaca pinggang di samping mobil banteng ngamuk warna hitam."Tuh 'kan, Ka. Bentar lagi bakal ngomel deh pasti," bisik Cindy di tepat telinga Rachel.Rachel dan Cindy berjalan bersamaan, mendekati Dave yang tengah be
Dave mengamati setiap lekuk wajah di hadapannya itu dengan tatapan yang sulit di artikan.Tangan Rachel tanpa sadar bergerak mengusap-usap lengan dengan mata tertutup seakan merasakan hawa dingin yang menyerang.Seketika Dave sadar selimut yang di kenakan Rachel terkesiap. Kedua tangan Dave lantas terulur menarik ujung selimut itu sampai batas pundak Rachel.Baru setelah itu Dave berjalan naik ke ranjang, memposisikan dirinya berbaring dengan nyaman.Dave menatap ke atas. Kedua matanya menerawang memandangi lama atap langit-langit kamarnya. Entah apa yang di pikirkan laki-laki berambut pirang itu pada malam hari. Lelah berkutat dengan pikirannya, perlahan mata Dave terpejam dengan sendirinya.☆☆☆Sinar mentari pagi yang menyilaukan mata tertutup, membuat Dave terbangun dari tidurnya. Ia mengerang pelan sembari meregangkan otot-otot persendiannya.Dave mengejapka
Rachel yang tadinya hendak mengambil baju dari dalam kopernya itu lantas menarik resleting koper dan menutupnya kembali.Melihat kecangungan Rachel, seketika Dave menatapnya dengan kening berkerut."Aku mau ganti baju. Kalau kamu tidak ada yang mau di bicarakan lagi. Tolong keluarlah. Aku tidak nyaman membuka koper dan memperlihatkan pakaian dalamku padamu."Mendengar perkataan Rachel, Dave lantas mengeleng sembari mendesah pelan."Ehm.. Itu.. Selama kau tinggal disini, kau yang urus dapur dan segala keperluan makan harian. Kau boleh mengunakan kartu kreditku tapi, buatlah laporan pengeluarannya tiap bulan. Saya akan menagih laporan itu tiap bulan. Jika nominalnya tidak sesuai, saya akan menuntut ganti rugi. Mengerti?" ujar Dave nampak serius.Rachel kembali mengangguk patuh."Kalau kau sudah puas melihat-lihat, cepat buatkan makanan. Batas kesabaran saya saat lapar hanya lima belas menit," uca
Rachel menoleh ke arah Dave. Bahu Rachel seketika bergetar dengan sebelah tangan menutup mulutnya sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia erusaha keras menahan tawa yang ingin meledak. Dave terlihat ketakutan saat melihat wanita tengah memainkan pisau berukuran besar ditangannya. Dihadapan wanita itu nampak seekor ikan yang sesekali bergerak-gerak. Wanita itu terlihat asyik membersihkan bagian ingsang ikan. "Kau tidak suka ikan atau takut liat ikan?" bisik Rachel di telinga Dave. "Siapa yang takut? Saya hanya geli lihatnya," kata Dave sambil membalikkan badan saat wanita itu mengeluarkan bagian dalam kotoran ikan. Rachel terkekeh geli melihat ekpresi wajah Dave. "Ya, sudah. Ayo jalan. Kita cari yang lain saja," kata Rachel sambil mendorong pelan bahu Dave. Dave mengangguk, kemudian berjalan dengan kepala lurus seperti tidak ingin menoleh lagi ke arah deretan ikan segar. Mata Rachel berkeli