Share

7. Curahan Hati Rachel

Rachel menghela napas berat sembari mengeleng heran.

"Rupanya kau kemari hanya ingin bertengkar denganku."

"Hah?"

"Terserahlah, kalau tidak percaya. Tidak penting juga bagiku," ujar Rachel seraya berjalan pergi meninggalkannya.

"Yak.. Saya belum selesai bicara. Kau mau pergi kemana?" teriak Dave dengan lantang.

"Ambil sisir."

Suara Rachel terdengar samar-samar di telinga Dave, membuatnya mengendus sebal.

☆☆☆

Rachel yang kesal karena ulah Dave yang membuat moodnya buruk itu, memutuskan pergi ke cafe langganannya. Ia ingin menenangkan diri sembari meminum secangkir kopi cappucino late.

Sesampainya di cafe, Rachel terkejut saat melihat Alex tengah memesan kopi.

"Lex..."

Alex juga sama terkejutnya dengan Rachel.

"Mau pesan kopi juga?" sapa Alex basa-basi.

Rachel mengangguk pelan.

"Yang biasa bukan? Cappucino late?"

Rachel kembali mengangguk, menatap malu-malu ke arah Alex. Alex lantas menambah pesanannya. 

Setelah itu, ia mengajak Rachel duduk bersama sembari menunggu pesanan mereka. Rachel menurut, mengikuti Alex mencari tempat duduk.

Alex memilih duduk dipojok yang menghadap langsung dengan kaca di sampingnya.

Alex menyadari tatapan Rachel yang terlihat bergerak gelisah saat duduk di depannya. Tidak sengaja ia melihat, cincin yang melingkar di jari manis tangan Rachel.

"Jadi status kamu udah resmi istri orang nih sekarang," sindir Alex membuka obrolan.

"Iya. Terima kasih, Lex. Aku gak nyangka kamu mau datang pas nikahanku," gumam Rachel.

Alex menatap wajah Rachel dengan tatapan tidak percaya.

"Oh, Jadi kamu maunya aku gak datang. Kamu maunya aku gak tau kalau kamu nikah ya. Kamu mau menyembunyikan pernikahan ini dari aku. Begitu maksudmu?" cecar Alex seketika.

"Bukan begitu maksudku. Aku gak ada niatan menyembunyikan apapun dari kamu, Lex."

"Trus, maksud kamu nikah itu apa?" sela Alex memotong ucapan Rachel.

Rachel terdiam saat Alex menatap sejurus wajahnya. Walaupun sorot matanya nampak tajam, namun raut wajahnya terlihat sedih.

"Kamu tau gak? Gimana perasaanku pas tau kekasihku nikah sama orang lain?—"

Alex menyentuh dadanya sendiri.

"Disini sakit, Hel."

Alex menghela napas berat.

"Selama ini kamu anggap aku apa? Kenapa kamu tega meninggalkan aku? Apa kurangnya aku selama ini? Apa karena laki-laki itu lebih terlihat kaya sampai kau mau dengannya? Aku sudah bilang akan membuktikan kerja kerasku dan lamar kamu secepatnya, tapi kenapa kamu tidak mau sabar menunggu?"

Alex menumpahkan semua rasa yang tertahan selama melihat pernikahan Rachel tempo hari.

Perkataan Alex yang seakan menohoknya, menusuk relung hatinya. Perasaan bersalah membuat Rachel tertunduk menatap gelas kopinya, seakan tidak berani menatap mata Alex. 

Sama seperti Alex, Rachel pun menderita. Sebelum pernikahan itu terjadi, Rachel yang bimbang mencoba menghubungi Alex.

Namun laki-laki itu tidak dapat dihubungi barang sekalipun, seolah hilang di telan bumi. Dan kini saat dirinya telah berganti status, Alex datang menyalahkan sikapnya.

Semakin Rachel berpikir, rasa sesak di dadanya semakin tidak tertahan lagi. Ia tidak ingin di salahkan sepenuhnya dalam masalah mereka.

"Maaf, Lex. Aku gak bermaksud meninggalkan kamu, tapi kamu kemana aja selama ini?—"

Rachel mendongak untuk melihat wajah Alex.

"Lalu sekarang kamu mau nyalahin aku karena aku nikah," tutur Rachel seraya menatap mata Alex.

Raut wajah Rachel  nampak sedih saat menatap wajah Alex. Alex bungkam seketika. Pikirannya seketika kembali mengingat kejadian di klub malam beberapa hari yang lalu.

"Kenapa kita kesini, Lex?" tanya Rachel terlihat heran.

"Kamu bilang ingin bersenang-senang."

"Tapi bukan ke klub seperti ini juga, Alex."

Rachel merengek pulang saat Alex mengajaknya ke klub malam.

"Trus kemana dong? Satu-satunya tempat yang terpikiran olehku ya ini," ucap laki-laki yang dipanggil Alex oleh Rachel.

Rachel merasa asing dengan suasana klub itu. Namun karena ada Alex disampingnya, maka tidak masalah baginya berada disana.

"Kamu duduk disini saja ya. Aku mau pesan minum dulu," ucap Alex sembari menepuk kursi tinggi yang berada di pojok bar.

Rachel menurut dan duduk manis diatas kursi itu. Alex kemudian menghilang dari pandangan Rachel.

Alex mengambil dua gelas wine yang di siapkan oleh bartender. Sebelah tangan Alex merogoh saku celananya, kemudian mengeluarkan sebuah botol kecil. Ia lalu menuangkan cairan dari botol kecil itu, ke salah satu gelas wine yang di ambilnya.

"Lagi liat apa?" sapa Alex setelah kembali berada di samping Rachel.

"Enggak liat apa-apa."

"Oh. Minum nih. Aku bawain minum," tawar Alex sembari menyodorkan segelas wine yang tadi diramunya.

"Red Wine?"

"Kenapa memangnya? Kamu gak suka wine?"

Rachel mengeleng pelan.

"Sorry. Aku gak tau. Habis adanya cuma wine ini yang kadar alkoholnya rendah disini," ucap Alex datar.

"Enggak apa-apa."

Tepat saat itu, Alex tidak sengaja melihat sosok Emilio. Seketika Alex ketakutan saat mata lelaki itu tengah melihat-lihat ke sekelilingnya.

"Sorry, Hel. Aku tinggal sebentar dulu ya. Kamu disini aja ya," ujar Alex seraya pergi tanpa mendengar jawaban Rachel.

Beberapa menit kemudian, Rachel menerima sebuah pesan singkat dari Alex yang meminta maaf karena harus pergi mendadak.

Alex rupanya belum pergi. Ia tengah berjalan cepat menghindari Emilio. Namun, Alex tidak sengaja menabrak seorang laki-laki berbadan kekar saat tengah berjalan. 

"Sorry. Maaf gak sengaja," ucap Alex meminta maaf.

Saat Alex hendak pergi, laki-laki itu menahan pundaknya.

"Mau pergi kemana?" ujar laki-laki itu sembari menatap tajam ke Alex.

Alex mendongak, menatap heran ke arahnya.

"Ada disini rupanya, Bos."

Laki-laki itu berteriak dengan wajah menatap ke arah belakang pundak Alex. Alex lantas menoleh ke belakang. Seketika ia terkejut saat melihat Emilio berdiri tepat di belakang. Laki-laki yang di tabrak Alex itu rupanya ialah anak buah Emilio.

"Kerja bagus," puji Emilio sambil tersenyum senang.

Alex kembali tersadar dari lamunannya setelah mendengar helaan keras napas Rachel. Sama seperti yang Rachel rasakan, Alex pun bersedih.

"Aku berulang kali coba hubungi kamu sebelum pernikahan itu terjadi," geram Rachel menahan kesal.

"Kamu marah karena aku sulit dihubungi kemarin-kemarin?" 

"Aku gak marah, tapi aku butuh kamu waktu itu. Coba kalau kamu angkat telponku sekali saja. Aku gak mungkin menikah dengan dia sekarang, tapi sama kamu."

"Aku udah bilang 'kan sebelumnya. Aku lagi ada urusan," kelit Alex tidak terima di salahkan.

"Apa urusan kamu lebih penting dari aku. Sebenarnya selama ini kamu anggap aku apa?" berang Rachel seketika.

Alex menghela napas berat, menatap lembut ke arah Rachel yang tertunduk. Sebelah tangannya terulur menyentuh kepala Rachel, kemudian mengelus perlahan rambutnya.

"Kamu selalu yang terpenting dan utama untukku. Aku pergi untuk urusan bisnis," ujar

Alex seraya menangkup wajah Rachel.

Rachel mendongak, menatap Alex dengan tatapan yang sulit di artikan.

BERSAMBUNG...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status