Share

8. Perubahan Suasana Hati

"Kamu tau 'kan selama ini aku berjuang mengumpulkan uang agar kita bisa nikah."

"Aku tau, tapi seenggaknya jawab telpon sekali aja masa gak bisa. Aku bingung saat itu dan gak bisa nolak lamaran Dave karena kamu menghilang."

Suara Rachel terdengar parau. Alex lantas menarik Rachel kedalam dekapannya. Tangis Rachel pecah seketika.

"Maaf. Sinyal disana gak memungkinkan aku buat jawab telpon," ujar Alex sembari menepuk-nepuk punggung Rachel.

"Ceritakanlah! Apa yang sebenarnya terjadi," pinta Alex dengan nada lembut.

Rachel lalu bercerita tentang pertemuannya dengan Dave yang berakhir dengan pernikahan yang mendadak. Alex mendengarkan dengan seksama. 

Tangan Alex seketika terkepal, menahan kesal. Alex tidak menyangka rencananya yang sempat gagal itu malah dimanfaatkan baik oleh Dave. 

"Kalau saja Emilio tidak datang malam itu, pasti aku yang lebih dulu mencicipi Rachel." Batin Alex bersuara dalam hati.

Rachel mendongak, menatap wajah Alex yang termenung.

"Lex..." panggil Rachel seraya menepuk pelan punggung tangan Alex.

"Hah?!"

Tepukan ditangannya, menyadarkan Alex dari lamunannya.

"Kamu dengar cerita aku gak sih?"

"Aku dengar ko sayang," ucap Alex sambil tersenyum lembut.

Alex lantas membelai sayang rambut Rachel.

"Sorry. Harusnya aku enggak pergi ninggalin kamu sendirian di klub waktu itu. Maafkan kesalahan aku ya," tutur Alex dengan tatapan menyesal.

Rachel menghela napas pelan.

"Sudahlah. Nasi sudah jadi bubur. Semua sudah terjadi. Kita juga gak bisa memutar waktu," lirih Rachel terdengar lemah.

Tangan Alex yang tadinya memegang rambut itu, kemudian berpindah menyentuh telapak tangan Rachel. Ia mengenggam erat telapak tangan Rachel dengan kedua tangannya.

"Aku beneran menyesal, Hel. Enggak seharusnya aku menyalahkan kamu, karena nyatanya semua itu salahku. Maaf, Hel. Aku nggak nyangka kalau bakal jadi kaya gini. Maafkan aku, Rachel."

Alex memohon sambil menatap kedua mata Rachel dengan tatapan wajah sendu. 

"Iya, aku udah maafin kamu. Aku pernah bilang 'kan aku bisa ngerti posisi kamu apapun itu asalkan kamu jujur," ucap Rachel sambil tersenyum tipis.

"Makasih. Kamu memang wanita yang paling mengerti aku—" 

Seketika Alex menghela napas lega, sembari tersenyum senang.

"Kita masih bisa sama-sama kaya dulu lagi 'kan sayang?" tanya Alex penasaran. 

Rachel terdiam membisu, tak tau harus berkata apa. Saat ini dirinya sudah berstatus istri Dave. Jika ia tetap bersama Alex sama dengan berselingkuh di belakang Dave. Tapi ia tidak bisa mengelak dari perasaannya yang sangat mencintai Alex. Seketika Rachel gamang. 

"Kamu ingat janjiku 'kan? Aku cuma mau kamu bahagia. Kamu pantas dapat yang terbaik," ucap Alex menyadarkan lamunan Rachel.

Melihat Rachel hanya diam saja sembari kepalanya tertunduk, kedua tangan Alex lantas menangkup pipi Rachel agar menatap ke arahnya. 

"Sekarang lihat aku. Tatap mata aku, Rachel—"

Rachel menatap mata Alex setelah mendengar perintah darinya.

"Apa kamu cinta sama laki-laki itu? Apa laki-laki itu bikin kamu bahagia? Apa kamu senang saat bersamanya?"

Rachel menatap sendu kedua mata Alex. Tatapan seakan mengisyaratkan keterpaksaan dan kebimbangan hatinya.

"Jawab pertanyaan aku Rachel," geram Alex menahan emosi.

Bukannya segera menjawab pertanyaan Alex, Rachel malah menitihkan air mata. Alex terkejut saat Rachel menerjangnya dengan pelukan erat di pinggangnya. Tangis Rachel kembali pecah saat Alex membalas pelukan Rachel.

Yang bisa Alex lakukan saat ini hanya menepuk-nepuk punggung Rachel dan sesekali mengelus rambutnya dengan kedua tangannya. Setelah Rachel cukup tenang, kepala Alex mendekat ke telinga Rachel.

"Aku siap nunggu janda kamu, Hel. Saat kamu bercerai nanti kita menikah ya," bisik Alex terdengar lembut di telinga Rachel.

Rachel pun mengangguk pelan masih dalam dekapan Alex.

☆☆☆☆☆

Setelah bertemu dengan Alex, wajah Rachel kembali ceria. Kesalapahaman pasca pernikahan dadakannya telah mereka berdua selesaikan secara baik-baik.

Rachel merasa senang dengan kebaikan hati Alex yang mau menunggunya setelah ia resmi bercerai dari Dave. Mereka berdua pun telah berjanji menjaga hati masing-masing dan bersabar untuk sebulan kedepan.

Perasaan suka cita itu mendadak lenyap begitu Rachel sampai di halaman rumah mertuanya. Rachel melihat Dave berdiri sambil berkacah pinggang. Matanya melotot ke arah Rachel.

"Mau bikin ulah apa lagi sih tuh orang? Kaya gak bisa liat orang senang aja," gerutu Rachel dalam hatinya.

Ingin rasanya Rachel memutar balik langkah kakinya, kemudian mencari jalan lain untuk masuk ke rumah. Namun sayangnya tidak ada jalan lain yang bisa dilalui Rachel selain melintasi laki-laki berambut pirang itu.

Apalagi posisi tempat Dave berdiri saat ini tepat menghadap ke pintu utama rumah. Mau tidak mau Rachel terpaksa harus melewatinya.

Walaupun Rachel berjalan seperti biasanya, namun sorot matanya nampak waspada. Ia mencoba mengantisipasi kalau Dave menahannya masuk ke rumah.

Dugaan Rachel tidak salah. Saat Rachel hendak melintas, Dave langsung menghadangnya. 

"Habis darimana saja kau?" tanya Dave begitu Rachel berada di hadapannya.

Saat ini Dave menatap tajam mata Rachel.

"Keluar sebentar cari angin," ucap Rachel datar.

"Jadi begini kelakuan aslimu sebenarnya. Pergi begitu saja tanpa pamit pada yang lain," sindir Dave seketika.

Rachel yang hendak melangkahkan kaki itu, seketika menghentikan langkahnya saat mendengar sindiran Dave.

"Asal kau tau saja. Aku sudah izin mamah tadi," kata Rachel dengan santainya.

"Mamah? Apa kau sudah lupa kalau punya suami," keluh Dave menatap tajam ke Rachel.

"Aku sedang malas berdebat lagi denganmu," ucap Rachel datar.

"Kalau begitu jawab pertanyaanku," sela Dave memotong ucapan Rachel.

"Pertanyaan yang mana ya?" 

"Kenapa kau keluar tidak minta izin dulu padaku?"

"Saat mau pergi, kau tidak ada tadi."

Rachel yang malas menanggapi pertanyaan yang keluar dari mulut Dave itu, hanya menjawab asal dengan seadanya.

"Tidak ada bagaimana? Saya tidak pergi kemanapun hari ini," ucap Dave terdengar bingung.

Rachel melirik sekilas ke arah Dave yang kebingungan.

"Ya, sudah. Lainkali izin dulu denganku kalau mau pergi keluar biarpun hanya sebentar. Dan jangan coba-coba pergi lagi jika belum dapat izin dariku walaupun, kau sudah bilang pada mamah ataupun papah."

"Kenapa begitu?" tanya Rachel seketika.

"Itu aturan pertama yang harus kau patuhi," ucap Dave terdengar serius.

Rachel memandang wajah Dave dengan tatapan tidak percaya.

"Kenapa menatapku begitu? Kau mau protes?" tanya Dave seketika saat menyadari tatapan mata Rachel.

"Tidak. Aku hanya heran saja. Mengapa aku harus menunggu izin darimu dulu disaat izin dari mamah sudah kudapatkan. Bukannya sama saja ya. Merepotkan sekali," ujar Rachel menyuarakan pemikirannya.

"Apa kau bilang? Merepotkan?" geram Dave seketika.

Rachel mengangguk pelan sembari melirik ke arah Dave yang tengah menatapnya tajam.

Seketika Dave menyudutkan Rachel ke tembok. Kedua mata mereka saling menatap tajam satu sama lain.

BERSAMBUNG...

Jesslyn Kei

Terima kasih sudah membaca cerita ini. Jangan lupavote-nya ya. Karena dukungan dari pembaca sangat berarti bagi penulis.

| 1
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mei Rani Madoss
please donk kk di mudahin cara nya pake vidoe iklan aja please buka bab nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status