Federic dan Matteo sudah duduk di meja makan menunggu pengantin baru turun dari kamarnya. Federic terus menatap ke atas, ke pintu kamar Arga.
"Kenapa masih belum keluar ya, berapa ronde semalam mereka melakukannya." Matteo berdecak seraya menggelengkan kepala mendengar Federic yang terlalu blak-blakan. Hingga suara pintu terbuka membuat Matteo mendongak ke atas dan melihat cucunya sudah keluar bersama Arga. Federic mengembangkan senyuman di wajahnya, menaik turunkan alisnya kepada Matteo seakan berbicara lewat matanya jika pengantin baru yang mereka hendak intip semalam sudah keluar. Arga berjalan menuruni anak tangga diikuti Cherry di belakangnya. "Kau tampak kelelahan Cherry," seru Federic kala Cherry duduk bersama mereka. Federic menahan kedutan di ujung bibirnya saat bertanya seperti itu. Cherry tersenyum. "Iya, Grandpa." "Tidak apa-apa, pengantin baru memang seperti itu," lanjut Federic seraya terkekeh. Cherry tidak mengerti maksud Federic apa, dia hanya menatap bergantian dua kakek itu. Federic tiba-tiba menendang kaki Arga di bawah meja membuat mereka semua kaget. "Pelan-pelan!" ucap Federic serius tapi membuat Arga menaikan alisnya tidak mengerti. Apanya yang pelan-pelan? Apa barusan Arga menuangkan air ke gelas terlalu cepat? Wajah serius Federic hilang dan tersenyum kembali ketika menatap Cherry. "Ayo makan, makan makanan yang sehat supaya cepat jadi hehehe." Lagi, Cherry tidak mengerti ucapan Federic. Apanya yang cepat jadi? Tapi Cherry menganggukan kepala. "Iya, grandpa." Arga juga yang kebingungan hanya menatap bergantian Federic dan Cherry. Sebenarnya kakeknya ini kenapa? hanya itu pertanyaan yang ada di otak Arga. Federic dan Matteo terdiam dan menatap kedua cucunya yang sibuk mengambil makanan masing-masing. Matteo menginjak pelan kaki Cherry di bawah meja, Cherry menoleh dan Matteo memberi kode dengan matanya agar Cherry melayani suaminya, mengambilkan makan. Cherry berdecak. "Apasih, Kakek?" Arga menoleh ke arah Matteo dan Matteo pun tersenyum. "Kakek tidak makan?" tanya Arga. "Ah iya, ini mau makan hehe." Federic memaklumi hal tersebut toh mereka masih pengantin baru. Mereka berempat pun akhirnya makan bersama. "Setelah ini, Kakek pulang. Kau baik-baik di sini, Cherry." "Kenapa tidak tinggal bersama kami saja?" tanya Federic. "Lagipula kami tidak keberatan." "Iya, Kek. Di sini saja," timpal Cherry. "Toko laundry tidak ada yang jaga," sahut Matteo. Arga menyimpan sendok dan garpuhnya lalu menoleh ke arah Matteo. "Tutup saja, untuk usiamu tidak cocok bekerja seperti itu. Cukup berat." "Ya, setuju. Kalau mau, kau bisa bekerja di perusahaanku," timpal Federic. Matteo tertawa. "Orang sepertiku bekerja di perusahaan besar." "Aku serius, Matteo." "Tidak perlu, Federic." "Kakek, di toko laundry sudah tidak ada aku, kalau kakek yang mengurus semuanya, bisa-bisa kakek sakit. Lebih baik tutup saja," timpal Cherry. "Begini saja, kalau kau tetap mau pulang tidak apa-apa. Tapi ingat toko laundry-mu itu tidak boleh buka lagi," seru Federic yang dijawab anggukan oleh Arga dan Cherry. Matteo menghembuskan nafas. "Baiklah kalau begitu." **** Arga dan Federic pergi menuju perusahaan tapi mereka menaiki mobil yang berbeda. Arga membawa mobilnya sendiri sementara Federic lebih dulu pergi bersama supir dan Cherry tengah di perjalanan mengantar kakeknya pulang. Arga mencoba menghubungi Domeng dari tadi tapi asistennya entah kemana tidak mengangkat telponnya sama sekali. Dia berdecak sebal dan mencoba menghubunginya lagi dengan satu tangan sibuk mengendalikan stir. Domeng lebih sering telat datang ke perusahaan, Arga khawatir sebab ada berkas yang harus dia persiapkan untuk meeting pagi ini. "Hallo bos ..." suara Domeng terdengar berat seperti baru bangun tidur. "Kau dimana sial*n? Jangan bilang kau baru bangun!" "A-aku ..." Domeng menoleh ke sampingnya, perempuan sexy yang dia temui semalam di pesta pernikahan Arga masih tidur. Ya, Domeng dari semalam tidur dengan perempuan itu. "Domeng jangan menguras emosiku sepagi ini!" "Hehe ampun bos. Biasalah, baru selesai charger." Arga menghela nafas kasar. Dia mengerti kata charger yang dimaksud asisten biad*bnya itu, Arga sampai mencengkram kuat ponselnya. "Dengar baik-baik, dalam waktu setengah jam kau belum sampai di kantor, kau aku pecat!" kesal Arga lalu mematikan panggilan telponnya. "Bos ... bos ..." teriak Domeng. "Si*l!" Pria itu langsung menyibakan selimut dan memunggut celana dan bajunya satu persatu. "Euurrgghhh ... kau mau kemana sepagi ini," keluh si perempuan yang baru tersadar dari tidurnya. Dia sama-sama telanj*ng, hanya saja tubuhnya ditutupi selimut tebal. "Aku harus bekerja. Aku akan menelponmu nanti, oke." Domeng segera berlari keluar dari kamar meninggalkan perempuannya yang hanya bisa berdecak sebal. **** Brak. "Telat lima menit," seru Arga ketika pintu ruangan terbuka dan Domeng baru saja sampai dengan nafas terengah-engah. "Kau tidak mungkin memecatku hanya karena terlambat lima menit kan, bos ..." Domeng berjalan dengan keringat membasahi wajahnya dan dia terlihat begitu kelelahan. Pria itu pun duduk di depan bos nya. "Tidak, hanya gajimu yang aku potong!" Domeng berdecak. "Mana berkas yang aku butuhkan?" tanya Arga tidak mau basa-basi lagi. Domeng mengambil berkas yang dia selipkan dibalik jasnya kemudian dia duduk bersandar menetralkan nafasnya yang memburu sementara Arga sibuk dengan berkasnya kini. "Oh iya bos." Domeng menarik tubuhnya kembali dan menatap Arga. "Kau semalam sudah meniduri si badut Cherry itu?" Plak. "Auww." Domeng mengusap kepalanya yang dipukul oleh berkas di tangan Arga. "Berani sekali kau menanyakan itu!" "Kenapa bos, kan sudah menikah." "Bukan urusanmu!" "Apa jangan-jangan ----- salah satu dari kalian tidur di sofa ya," goda Domeng dengan tersenyum. Arga menatap Domeng dan berdecak kesal tanpa menjawab apapun sebab apa yang dikatakan Domeng benar. Cherry semalam tidur di sofa. **** Benar-benar menyebalkan, meeting pagi ini diganti oleh Federic padahal Arga sudah belajar materi meeting dengan baik. Dan parahnya Federic malah menyuruh Arga menjemput Cherry di rumah Matteo. Mobil Arga berhenti di depan rumah dengan spanduk laundry cherry. Laundry-nya memang tidak buka, Arga pun keluar dari mobil dan menekan bel yang ada di gerbang. Pintu rumah terbuka, Cherry berdecak ketika melihat tamu spesialnya tengah berdiri di depan gerbang seraya melambaikan tangan. Dia pun menghampirinya. "Tidak sopan sekali membiarkan suami menunggu di luar." "Untuk apa kau kesini?" tanya Cherry sambil menggeser gerbangnya terbuka. "Grandpa menyuruhku untuk menjemputmu." "Aku masih ingin disini." "Oke." "Eh!!" teriak Cherry ketika Arga melengos masuk begitu saja. Dengan kesal Cherry pun mengikuti suaminya. Arga masuk ke toko laundry, melihat beberapa mesin cuci yang ada di sana. "Mesin cuci murahan." "Tidak usah menghina barang orang lain!" hardik Cherry. Arga berbalik menatap Cherry. "Apa harga mesin cuci yang dikeluarkan oleh perusahaanku begitu mahal? Aku bahkan tidak melihat ada furniture dari perusahaanku di sini padahal mereknya sudah sangat terkenal." "Tidak semua orang tertarik dengan furniture dari perusahaanmu!" "Kau salah, yang benar, tidak semua orang punya uang untuk membeli furniture dari perusahaanku." Arga menarik ujung bibirnya tersenyum, berhasil membuat Cherry kesal. Pria itu duduk di salah satu kursi. "Tidak ada pelayan yang membuatkan minum untukku?" tanya Arga menaikan alisnya menatap Cherry. Bibir Cherry bersunggut-sunggut, kesal tapi dia akhirnya pergi ke dapur untuk mengambil minum membuat Arga menahan tawanya. #Bersambung"Darimana?" tanya Federic yang duduk di sofa melihat kedatangan Arga dari pintu masuk. "Meeting bersama klien," sahut Arga duduk di sofa bersama Federic. "Tidak mengabari Cherry? Tadi dia tanya grandpa kenapa kau belum pulang." "Lupa, aku sibuk grandpa." "Sesibuk apa sampai mengabaikan istri sendiri?"Arga menghela nafas panjang. "Maaf, grandpa. Lain kali aku akan mengabari Cherry. Aku ke atas dulu." Arga melengos pergi ke kamarnya membuat Federic hanya bisa menggelengkan kepala. "Aku dulu selalu mengabari istriku, bisa-bisanya dia lupa," gumam Federic. Arga membuka pintu kamar dan Cherry yang tengah tiduran di sofa sambil membaca buku segera bangun dan duduk. "Sudah pulang." "Hm." Hanya itu jawaban Arga. Arga mengambil baju di lemari dan melangkahkan kakinya untuk pergi mandi. Cherry hanya menaikkan alisnya melihat sikap acuh Arga. "Kenapa dia ..." gumamnya. Tapi Cherry kemb
Chef Rafka terdiam sendiri di ruangannya seraya menggulum senyum di wajahnya ketika membaca kembali isi whattsap nya bersama Cherry beberapa menit yang lalu. "Buah kesukaanku, ini aku Rafka." "Hahaha hallo Chef." "Jangan terlalu formal. Panggil Rafka aja, kita cuman beda satu tahun, Cher!" "Hehe rasanya aneh. Tapi oke deh Rafka." "Sedang apa?" "Tidak ada, hanya duduk saja. Kau sendiri?" "Aku sedang makan dirimu nih." "Hahaha hari ini aku juga belum memakan diriku. Lupa beli buah Cherry." "Aku ada banyak. Mau aku kirimkan ke rumahmu? Kirimkan saja alamatnya." "Tidak perlu Rafka. Aku bisa beli sendiri." "Huh, padahal aku ingin tau dimana rumahmu, aku lupa menanyakannya kemarin." "Rumahku tidak sebagus rumahmu Rafka." "Memangnya aku ada bertanya rumahmu bagus atau tidak?
Saat di Rumah Sakit, Chef Rafka memberikan nomor ponselnya ketika tahu jika Cherry berada di sekolah yang sama dengan dirinya saat SMA dulu."Ikhlas tidak?" tanya Arga melihat wajah cemberut Cherry. Cherry menjawab dengan anggukan kepala. "Jelek sekali mulut bebekmu itu!" gerutu Arga pelan tapi masih bisa didengar oleh Cherry. "Apa katamu?" "Apa? Aku tidak bilang apa-apa!" "Aku mendengarnya tau, nih makan!" Cherry menyuapi buah-buahannya dengan kasar ke mulut Arga membuat Arga melotot melihat sikap Cherry. Arga menahan amarah sambil mengunyah mangga di mulutnya sementara Cherry cekikikan melihat wajah kesal Arga. "Berani-beraninya kau bersikap seperti itu!" hardiknya setelah menelan habis buah di mulutnya. Arga menatap tajam dan dingin Cherry membuat bulu kuduk Cherry merinding seketika. Tunggu, kalau Arga marah biasanya dia akan menghukum Cherry dengan.Prang"Aaaaa .... Arga lepaskan!"
Arga membuka laptopnya, jari jemarinya sibuk diatas keyboard dan Cherry pun merebahkan dirinya di sofa setelah beberapa detik tidak ada suruhan lagi dari Arga. Arga mencoba mengecek cctv di rumahnya. Dia penasaran, apa yang di bicarakan kakeknya dan Mikeyla. Pria itu memasang earphone di telinganya. Dan mendengar Federic meminta Mikeyla untuk menjaga jarak dengan Arga mulai sekarang sebab Arga sudah menikah. Arga bisa melihat raut wajah kecewa Mikeyla bahkan secara terang-terangan Mikeyla mengatakan. "Grandpa tau, sedekat apa aku dan Arga dari dulu. Kenapa Grandpa menjodohkan Arga dengan perempuan lain? Bahkan grandpa tidak membahas ini denganku terlebih dahulu." "Key, Arga tersiksa setelah Keyla meninggalkan dia selama lima tahun. Grandpa ingin Arga mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kembali menata kehidupannya setelah Keyla meninggalkan Arga." "Grandpa tidak mengerti alasan aku pergi ke Italy ..." Arga melih
"Bos, kita cari kemana?" tanya Domeng seraya mendorong Arga yang duduk di kursi roda. "Kemana saja yang penting anak itu harus kembali sebelum Grandpa datang," jawab Arga seraya mengedarkan pandangannya. Saat Cherry keluar dari ruangan, dia lupa meninggalkan ponselnya di meja dan Federic menelpon Arga jika dia sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Arga tidak mau jika Federic datang, Cherry tidak ada bersamanya. Pasti Arga lah yang akan dimarahi Federic sebab Federic sudah mengatakan pada Arga jika Cherry lapar suruh Domeng yang membelikan makanan, jangan sampai gadis itu keluar sendiri. Arga hanya berpikir Cherry keluar tidak akan lama, jadi dia mengizinkan. "Bos, itu Cherry ..." Domeng menunjuk ke lantai bawah, dimana Cherry tengah mengobrol bersama seorang pria. Mereka terlihat akrab dan tertawa, Arga mengernyitkan dahinya. "Siapa dia Domeng?" Domeng menyipitkan matanya u
Arga meminta Domeng membelikan makanan untuk Mikeyla. Alhasil perempuan itu pun duduk di sofa menikmati spageti dengan mata sesekali mendelik ke arah Cherry yang tengah membantu Arga menyiapkan makan siangnya. Cherry membantu membuka makan siang yang barusan dibawakan oleh perawat. Sementara Domeng sudah pergi entah kemana"Tidak suka pepaya juga?" tanya Cherry melihat Arga menggeser piring berisi beberapa potong buah pepaya. Arga menggeleng sebagai jawaban lalu meminum secangkir teh. Cherry berdecak. "Sepertinya kau orang pemilih. Kirain cuman Cherry aja buah yang engga suka.""Kau saja yang makan." Arga menyodorkan piring tersebut. "Yasudah." Cherry pun dengan senang hati menerima piring itu. Dia duduk di atas ranjang bersama Arga dan memakan buah pepayanya. Mikeyla mencengkram kuat sendok di tangannya melihat mereka sarapan bersama di atas ranjang seakan melupakan Mikeyla yang juga ada di ruangan itu. Apalagi Mik