Share

Chapter 6 - Suami … Istri

Segala perasaan yang terkurung di dada semacam keraguan, ketakutan, kecemasan, beserta kekhawatiran, … telah bercampur aduk dan berkecamuk, sampai membuat semuanya terasa remuk, menjadi sebuah serbuk-serbuk yang bubuk.

Bagaimana jika, tangan itu menepisnya, … tatkala ia balik membalas uluran tangan dari lelaki tersebut? 

Bagaimana jika, tangan besar itu digunakan untuk menamparnya, memukulnya, atau menyiksanya, … dikala ia nanti ikut pergi bersama dengannya, meninggalkan kediamannya yang tak lebih dari sekadar tempat penangkaran kehidupannya selama ini?

“Rumahnya memang tidak semewah dan sebesar mansion di Duchy sini, dan juga, … penghasilan Saya dalam usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup pun, tidak akan sebanyak yang diberikan oleh orang tua Anda. Akan tetapi, satu hal yang pasti, ….”

Ah, Qilistaria takut. Qilistaria bingung.

Banyak sekali terkaan dan pikiran yang buruk, menggerayangi benaknya sekarang. 

Dia tak begitu percaya diri, dan juga tak begitu yakin, dengan pilihan sulit yang harus benar-benar ia pilih secara teliti, … di ujung batas kesempatan yang sangat-sangat bagus ini.

Haruskah ia, terkurung selamanya di Duchy, … bersama dengan orang-orang yang tak pernah menganggapnya sebagai manusia hidup?

Atau mencoba untuk keluar dari luang lingkup kurungan sangkar penyiksaan batin, yang telah lama dirasakannya selama hampir 18 tahun ini, … untuk kemudian menjalani kehidupan di lembaran baru, bersama orang-orang baru, dan hubungan sosial yang baru juga?

Pilihan kasarnya, hanya tersisa dua. Jadi, kira-kira, Qilistaria harus memilih yang mana?

“… Saya, …!”

Akan tetapi, tunggu sebentar! 

Misalkan saja, laki-laki yang ada di depannya sekarang ini, … adalah tipe lelaki yang ringan tangan, tidak bersabar, dan juga gampang di hasut emosi, maka … sudah dapat dipastikan, bukan? Kalau Qilistaria, mungkin akan langsung dijambak untuk diseret ke tempat tinggal barunya, atau dibawa paksa dengan cara menggunakan metode lain?

Namun, nyatanya kini, lelaki tersebut justru malah dengan sopannya meminta izin, beserta bersabar dalam menanti jawaban yang akan diberikan oleh Qilistaria nanti terkait ajakannya, … dilengkapi dengan menggunakan suara yang begitu terdengar lemah lembut, lagi halus dalam bertutur kata. 

Qilistaria mengepalkan masing-masing kedua telapak tangannya dengan erat, tatkala ia dapat mendengar suara si laki-laki ini yang ingin mengucapkan sesuatu, dengan nada bicaranya yang terdengar bergetar akibat dari merasa grogi itu, … berusaha keras memberanikan dirinya menengadahkan wajah dalam tujuan untuk bertatapan secara langsung bersama si laki-laki tersebut, … dengan air muka, yang rasa-rasanya sudah tidak karuan lagi.

“… Akan berusaha dengan sangat keras, untuk bisa membahagiakan Anda, ….”

Mata hitam Qilistaria, yang tadinya memiliki sorot pandang kosong, kini … telah berubah menjadi sedikit mengkilap, sampai ke titik di mana matanya itu tampak seperti bongkahan manik batu onyx, yang berbinar-binar.

Ia dapat melihat begitu jelas, akan wajah malu dari si laki-laki berambut merah, bermata merah, dan berpipi yang bersemu merah ini, … dengan raut muka yang terperangah.

“… Istri.”

Panggil laki-laki itu kepadanya, dengan menyematkan sebuah sebutan yang dapat menggetarkan jiwa, bersamaan dengan lirikan mata merah yang menatap dalam, … ke dalam manik mata kelamnya dengan penuh makna, … seraya tetap mempertahankan posisi tangan meminta balasan uluran, yang diberlakukan olehnya dengan disertai kesabaran tingkat tinggi.

“Sa-saya, ….”

Kalimat Qilistaria yang tak dapat terselesaikan, terasa sekali telah berhenti di tengah-tengah jalur, seakan-akan ada sesuatu yang berat, … sedang menyumbat kerongkongan.

Tak pernah di bayangkan olehnya sebelum ini. Bahwa Qilistaria, … akan sampai ke hari di mana dirinya akan merasakan sesuatu selain rasa sakit dan penderitaan, … untuk pertama kalinya, setelah sekian lama menanti. 

Ini pertama kalinya, ada orang yang begitu dekat dengannya. 

Ini pertama kalinya, ada orang yang mengulurkan tangan kepadanya. 

Ini pertama kalinya, ada orang yang berbicara dengan suara rendah, … lagi tak mengandung sedikit pun ujaran kebencian di dalam kalimatnya. 

Ini pertama kalinya, ada orang yang menampilkan raut muka asing di wajahnya, pada saat sedang berada di hadapannya, … selain dari ekspresi muka marah, jijik, dan juga benci terhadapnya. 

Apakah ini juga merupakan, … langkah pertama untuk menapaki jalan berbeda, yang mungkin saja akan segera membawanya ke momen paling bahagia dalam hidup, untuk pertama kalinya?

Qilistaria menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, sampai terasa ada cairan asin yang dapat dikecap oleh indra perasa. 

Selain itu juga, ia pun mencengkeram erat kain rok pada gaunnya, … dalam cara untuk mengekspresikan rasa sesak, yang tengah menimpa dadanya saat ini.

“Dia datang,” pikir Qilistaria di dalam hati.

Orang yang sepertinya telah mulai masuk ke perairan, untuk menyelam dan menariknya keluar dari air yang membuatnya tenggelam … di dalam lautan kesengsaraan itu, … rupa-rupanya, … memang telah sah datang.

Seperti indahnya pemandangan mega merah keunguan di ufuk timur, tatkala matahari pagi akan segera keluar dari balik persembunyiannya, sebelum waktu malam sudah sepenuhnya habis tak tersisa. 

Seperti cantiknya bunga mawar merah yang tumbuh dengan merumpun, berbau harum, lagi mekar seutuhnya, dikala hari telah memasuki waktu siang. 

Bahkan, … seperti memesonanya suasana langit berwarna merah kejinggaan, dikala matahari sore akan segera terbenam, dan digantikan kembali oleh gelapnya malam. 

Bagi Qilistaria, si laki-laki itu telah datang dengan sangat elok, … menyinari segala kesuraman dalam hidupnya, … mewangikan hatinya yang perlahan-lahan telah berubah menjadi buruk lagi berbau busuk, … dan mempercantik segala perasaannya, … yang telah lama memudar, ditelan oleh rasa terpuruk.

Alis Qilistaria bertaut satu sama lain, untuk menampilkan raut wajah mengerutnya dengan serius. 

Matanya yang sudah cukup lama mengabur dan berkaca-kaca, akibat dipenuhi oleh cairan air mata yang sangat bening, … mulai tak kuasa untuk membendung tampungannya, dengan sejurus kemudian segera meloloskan tetesan demi tetesan air yang berlelehan membasahi pipi pucatnya, … yang kini tampak telah bersemu kemerahan.

Mulut yang sedari tadi bagian bibir bawahnya ia gigit itu pula, secara perlahan, … mulai bergerak menarik setiap sudutnya, untuk menampilkan sebuah senyuman sederhana yang terlihat manis dan terasa tulus.

Membatin dengan perasaan lemahnya, Qilistaria La Yoargi itu pun, … segera memohon dengan penuh akan rasa pengharapan, kepada Sang Maha Kuasa, … Tuhan yang Maha Esa, … untuk meminta sebuah keinginan beserta harapan, yang menyangkut kebahagiaan hidupnya di kemudian hari.

“Ya Tuhan. Tolong jangan biarkan dia membenciku. Jangan biarkan pula dia menatapku dengan mata penuh kebencian. 

Jika ia tidak akan pernah memperlakukanku dengan baik sedari awal, maka … tolong, … jangan biarkan aku bersamanya, mulai dari langkah yang pertama ini.

Jika ia memang benar-benar serius datang kepadaku sekarang, maka … kumohon, aku begitu memohon kepadamu, … untuk tidak membuatnya berbalik dariku, dan meninggalkanku di suatu hari nanti.

Aku sudah lelah menjalani semua lara hati, yang begitu menyakiti perasaanku ini. 

Dengan begitu, tolong … sekali ini saja, … biarkan aku merasakan sedikitnya perasaan bahagia, yang telah sering dirasakan oleh orang-orang lain … selain diriku.

Aku mohon, … aku benar-benar begitu mohon.”

Seperti itu lah kira-kira, tentang doa dan harapan besar Qilistaria, yang ia panjatkan di dalam hati. 

Segera mengulurkan balik tangannya yang betul-betul sudah terlihat dan terasa berguncang dengan jelas sekarang, untuk membalas uluran tangan dari si lelaki itu sebelum dirinya menarik kembali lengannya dari mengulurkan Qilistaria sebuah pertolongan.

Tampaknya, Qilistaria juga mencoba untuk memberanikan diri lebih banyak lagi, dalam tujuan ikut menyertakan sebuah jawaban atas ajakan dari si lelaki asing di hidupnya ini, yang entah kenapa, … malah terasa tidak terlalu begitu asing setelah ia pikir-pikirkan lagi. 

“Dengan senang hati, Saya menerimanya.”

Tersentak sendiri di saat tangan mereka berdua mulai saling bertaut, yang kemudian langsung dibalas oleh pegangan tangan lembut dari si lelaki itu, Qilistaria pula, … segera melanjutkan ucapannya kembali. 

“Saya akan menyerahkan seluruh tanggung jawab atas jiwa dan raga ini, dalam keadaan hidup maupun sudah mati, kepada Anda, … Suami.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status