Segala perasaan yang terkurung di dada semacam keraguan, ketakutan, kecemasan, beserta kekhawatiran, … telah bercampur aduk dan berkecamuk, sampai membuat semuanya terasa remuk, menjadi sebuah serbuk-serbuk yang bubuk.
Bagaimana jika, tangan itu menepisnya, … tatkala ia balik membalas uluran tangan dari lelaki tersebut?
Bagaimana jika, tangan besar itu digunakan untuk menamparnya, memukulnya, atau menyiksanya, … dikala ia nanti ikut pergi bersama dengannya, meninggalkan kediamannya yang tak lebih dari sekadar tempat penangkaran kehidupannya selama ini?
“Rumahnya memang tidak semewah dan sebesar mansion di Duchy sini, dan juga, … penghasilan Saya dalam usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup pun, tidak akan sebanyak yang diberikan oleh orang tua Anda. Akan tetapi, satu hal yang pasti, ….”
Ah, Qilistaria takut. Qilistaria bingung.
Banyak sekali terkaan dan pikiran yang buruk, menggerayangi benaknya sekarang.
Dia tak begitu percaya diri, dan juga tak begitu yakin, dengan pilihan sulit yang harus benar-benar ia pilih secara teliti, … di ujung batas kesempatan yang sangat-sangat bagus ini.
Haruskah ia, terkurung selamanya di Duchy, … bersama dengan orang-orang yang tak pernah menganggapnya sebagai manusia hidup?
Atau mencoba untuk keluar dari luang lingkup kurungan sangkar penyiksaan batin, yang telah lama dirasakannya selama hampir 18 tahun ini, … untuk kemudian menjalani kehidupan di lembaran baru, bersama orang-orang baru, dan hubungan sosial yang baru juga?
Pilihan kasarnya, hanya tersisa dua. Jadi, kira-kira, Qilistaria harus memilih yang mana?
“… Saya, …!”
Akan tetapi, tunggu sebentar!
Misalkan saja, laki-laki yang ada di depannya sekarang ini, … adalah tipe lelaki yang ringan tangan, tidak bersabar, dan juga gampang di hasut emosi, maka … sudah dapat dipastikan, bukan? Kalau Qilistaria, mungkin akan langsung dijambak untuk diseret ke tempat tinggal barunya, atau dibawa paksa dengan cara menggunakan metode lain?
Namun, nyatanya kini, lelaki tersebut justru malah dengan sopannya meminta izin, beserta bersabar dalam menanti jawaban yang akan diberikan oleh Qilistaria nanti terkait ajakannya, … dilengkapi dengan menggunakan suara yang begitu terdengar lemah lembut, lagi halus dalam bertutur kata.
Qilistaria mengepalkan masing-masing kedua telapak tangannya dengan erat, tatkala ia dapat mendengar suara si laki-laki ini yang ingin mengucapkan sesuatu, dengan nada bicaranya yang terdengar bergetar akibat dari merasa grogi itu, … berusaha keras memberanikan dirinya menengadahkan wajah dalam tujuan untuk bertatapan secara langsung bersama si laki-laki tersebut, … dengan air muka, yang rasa-rasanya sudah tidak karuan lagi.
“… Akan berusaha dengan sangat keras, untuk bisa membahagiakan Anda, ….”
Mata hitam Qilistaria, yang tadinya memiliki sorot pandang kosong, kini … telah berubah menjadi sedikit mengkilap, sampai ke titik di mana matanya itu tampak seperti bongkahan manik batu onyx, yang berbinar-binar.
Ia dapat melihat begitu jelas, akan wajah malu dari si laki-laki berambut merah, bermata merah, dan berpipi yang bersemu merah ini, … dengan raut muka yang terperangah.
“… Istri.”
Panggil laki-laki itu kepadanya, dengan menyematkan sebuah sebutan yang dapat menggetarkan jiwa, bersamaan dengan lirikan mata merah yang menatap dalam, … ke dalam manik mata kelamnya dengan penuh makna, … seraya tetap mempertahankan posisi tangan meminta balasan uluran, yang diberlakukan olehnya dengan disertai kesabaran tingkat tinggi.
“Sa-saya, ….”
Kalimat Qilistaria yang tak dapat terselesaikan, terasa sekali telah berhenti di tengah-tengah jalur, seakan-akan ada sesuatu yang berat, … sedang menyumbat kerongkongan.
Tak pernah di bayangkan olehnya sebelum ini. Bahwa Qilistaria, … akan sampai ke hari di mana dirinya akan merasakan sesuatu selain rasa sakit dan penderitaan, … untuk pertama kalinya, setelah sekian lama menanti.
Ini pertama kalinya, ada orang yang begitu dekat dengannya.
Ini pertama kalinya, ada orang yang mengulurkan tangan kepadanya.
Ini pertama kalinya, ada orang yang berbicara dengan suara rendah, … lagi tak mengandung sedikit pun ujaran kebencian di dalam kalimatnya.
Ini pertama kalinya, ada orang yang menampilkan raut muka asing di wajahnya, pada saat sedang berada di hadapannya, … selain dari ekspresi muka marah, jijik, dan juga benci terhadapnya.
Apakah ini juga merupakan, … langkah pertama untuk menapaki jalan berbeda, yang mungkin saja akan segera membawanya ke momen paling bahagia dalam hidup, untuk pertama kalinya?
Qilistaria menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, sampai terasa ada cairan asin yang dapat dikecap oleh indra perasa.
Selain itu juga, ia pun mencengkeram erat kain rok pada gaunnya, … dalam cara untuk mengekspresikan rasa sesak, yang tengah menimpa dadanya saat ini.
“Dia datang,” pikir Qilistaria di dalam hati.
Orang yang sepertinya telah mulai masuk ke perairan, untuk menyelam dan menariknya keluar dari air yang membuatnya tenggelam … di dalam lautan kesengsaraan itu, … rupa-rupanya, … memang telah sah datang.
Seperti indahnya pemandangan mega merah keunguan di ufuk timur, tatkala matahari pagi akan segera keluar dari balik persembunyiannya, sebelum waktu malam sudah sepenuhnya habis tak tersisa.
Seperti cantiknya bunga mawar merah yang tumbuh dengan merumpun, berbau harum, lagi mekar seutuhnya, dikala hari telah memasuki waktu siang.
Bahkan, … seperti memesonanya suasana langit berwarna merah kejinggaan, dikala matahari sore akan segera terbenam, dan digantikan kembali oleh gelapnya malam.
Bagi Qilistaria, si laki-laki itu telah datang dengan sangat elok, … menyinari segala kesuraman dalam hidupnya, … mewangikan hatinya yang perlahan-lahan telah berubah menjadi buruk lagi berbau busuk, … dan mempercantik segala perasaannya, … yang telah lama memudar, ditelan oleh rasa terpuruk.
Alis Qilistaria bertaut satu sama lain, untuk menampilkan raut wajah mengerutnya dengan serius.
Matanya yang sudah cukup lama mengabur dan berkaca-kaca, akibat dipenuhi oleh cairan air mata yang sangat bening, … mulai tak kuasa untuk membendung tampungannya, dengan sejurus kemudian segera meloloskan tetesan demi tetesan air yang berlelehan membasahi pipi pucatnya, … yang kini tampak telah bersemu kemerahan.
Mulut yang sedari tadi bagian bibir bawahnya ia gigit itu pula, secara perlahan, … mulai bergerak menarik setiap sudutnya, untuk menampilkan sebuah senyuman sederhana yang terlihat manis dan terasa tulus.
Membatin dengan perasaan lemahnya, Qilistaria La Yoargi itu pun, … segera memohon dengan penuh akan rasa pengharapan, kepada Sang Maha Kuasa, … Tuhan yang Maha Esa, … untuk meminta sebuah keinginan beserta harapan, yang menyangkut kebahagiaan hidupnya di kemudian hari.
“Ya Tuhan. Tolong jangan biarkan dia membenciku. Jangan biarkan pula dia menatapku dengan mata penuh kebencian.
Jika ia tidak akan pernah memperlakukanku dengan baik sedari awal, maka … tolong, … jangan biarkan aku bersamanya, mulai dari langkah yang pertama ini.
Jika ia memang benar-benar serius datang kepadaku sekarang, maka … kumohon, aku begitu memohon kepadamu, … untuk tidak membuatnya berbalik dariku, dan meninggalkanku di suatu hari nanti.
Aku sudah lelah menjalani semua lara hati, yang begitu menyakiti perasaanku ini.
Dengan begitu, tolong … sekali ini saja, … biarkan aku merasakan sedikitnya perasaan bahagia, yang telah sering dirasakan oleh orang-orang lain … selain diriku.
Aku mohon, … aku benar-benar begitu mohon.”
Seperti itu lah kira-kira, tentang doa dan harapan besar Qilistaria, yang ia panjatkan di dalam hati.
Segera mengulurkan balik tangannya yang betul-betul sudah terlihat dan terasa berguncang dengan jelas sekarang, untuk membalas uluran tangan dari si lelaki itu sebelum dirinya menarik kembali lengannya dari mengulurkan Qilistaria sebuah pertolongan.
Tampaknya, Qilistaria juga mencoba untuk memberanikan diri lebih banyak lagi, dalam tujuan ikut menyertakan sebuah jawaban atas ajakan dari si lelaki asing di hidupnya ini, yang entah kenapa, … malah terasa tidak terlalu begitu asing setelah ia pikir-pikirkan lagi.
“Dengan senang hati, Saya menerimanya.”
Tersentak sendiri di saat tangan mereka berdua mulai saling bertaut, yang kemudian langsung dibalas oleh pegangan tangan lembut dari si lelaki itu, Qilistaria pula, … segera melanjutkan ucapannya kembali.
“Saya akan menyerahkan seluruh tanggung jawab atas jiwa dan raga ini, dalam keadaan hidup maupun sudah mati, kepada Anda, … Suami.”
“Nama Saya, Derian Aesundarishta. Istri bisa memanggil Saya, dengan sebutan yang Istri suka.”Berjalan secara berdampingan, bersama dengan suaminya yang telah disahkan oleh banyak saksi di pesta perjamuan sayembara tadi, … Qilistaria merasa kikuk.Ia tidak terlalu tahu harus bereaksi bagaimana, terhadap orang asing yang baru dikenalnya ini. Terlebih lagi, … karena dia adalah seorang laki-laki.“Saya lebih tua dari Anda dua tahun. Jadi, di tahun ini, Saya telah memasuki usia 20 tahunan.”Atas ancaman dari Duke Yoargi yang katanya akan membuang semua hasil panen kerja kerasnya, dalam beberapa bulan ke belakang ini dengan perasaan enteng, … secara terpaksa, Derian pun mau tak mau membawanya kembali bersamanya, menuju ke rumah miliknya yang sederhana.Mengikuti ke mana Derian akan mengajaknya pergi, Qilistaria hanya mengemasi sedikit barang-barang
“Ma-maaf! Sa-saya, telah menjatuhkannya sampai-sampai menimpa kaki Anda. Sa-saya … Sa-saya,”Berujar dengan tidak karuan, akibat dari merasa sangat bersalah, … Qilistaria langsung membungkukkan badannya berkali-kali, untuk meminta permohonan maaf dari Derian, … dengan tangan gemetarnya yang tak bisa berhenti mencengkeram erat rok gaun.Bagaimana jika Derian menjadi kesal padanya, lalu mengayunkan tangan ke arahnya, … untuk seterusnya memberikan sebuah pukulan, atau pula tamparan, sebagai bentuk dari hukuman?Apa yang harus ia lakukan, jika Derian terlampau marah terhadapnya, dan berakhir dengan membuang atau meninggalkannya di sini?Apa …? Bagaimana …? Dan, dan, … siapa yang, …? Argh! Pokoknya, pertama-tama, … Qilistaria merasa harus meminta maaf kepada Derian, dengan sangat bersungguh-sungguh.Derian yang tidak nyaman dikala d
Rumah yang ditinggali oleh Derian, adalah rumah panggung yang luasnya dapat ditinggali oleh tiga, sampai lima orang sekaligus. Cukup luas memang, namun, … rumahnya, hanya memiliki interior-interior yang sangat sederhana.Tiga kamar tidur, satu dapur, dan juga satu ruang tengah yang dapat digunakan sebagai ruang untuk makan, … adalah isi keseluruhan bagian dalam rumah panggung.Di bagian luar rumah, ada halaman luas yang dipenuhi oleh tanaman bunga. Sedangkan, untuk di bagian belakangnya, … ada bilik kamar mandi kecil yang bersebelahan langsung dengan sumur air timba.“Maaf, rumahnya … begitu sederhana untuk Anda.”Menggelengkan kepalanya dengan pelan, yang kemudian diselingi oleh gumaman, “Ehm,” Qilistaria mulai melangkahkan kakinya, untuk segera memasuki tangga rumah panggung berlantai papan kayu tersebut, dengan langkah yang begitu diperhatikan.&nbs
“Rambutnya berwarna merah sama seperti milik Saya, dengan ujung helaian yang sedikit bergelombang, juga memiliki kepanjangan yang sepanjang dada. Matanya pula, memiliki manik merah sama seperti milik Saya juga! Dia memiliki kelopak mata ganda alami, sehingga membuat matanya tampak lebih besar dan bulat, dari kebanyakan gadis seusianya!”Berjalan ke dapur mengambil satu buah pir, beserta piring pisin dan pisau buahnya, kemudian kembali ke tempat di mana ia duduk, … Derian lanjut bercerita seraya memotong buah pir tersebut sampai berbentuk potongan-potongan kelinci, untuk kemudian ditata olehnya di atas piring, … lalu mengasongkannya kepada Qilistaria.“Kedua orang tua kami telah meninggal lama. Ayah yang merupakan seorang petani dan juga peternak ulung di desa ini, meninggal sewaktu Saya masih berusia belia. Sementara, Ibu kami, … seorang pedagang pasar tradisional yang menjajakan hasil panen Ayah, menin
“Karena Anda, adalah cinta pertama Saya.”“Ci … cinta pertama?”“Ya.”Memandang Qilistaria lembut dengan tatapan mata yang penuh arti, Derian kembali menarik punggung tangan istrinya itu, untuk kemudian mengecupnya lagi.“Anda adalah cinta pertama Saya.”Tidak percaya begitu saja dengan pernyataan yang begitu mengejutkan hatinya barusan, Qilistaria segera melontarkan pertanyaan, “Dari sejak kapan, dan … dan, bagaimana bisa?”Menyahuti pertanyaan itu dengan bibir tipisnya yang tak bisa untuk berhenti tersenyum, Derian menjawab, “Dari Saya masih kecil, dan dari pandangan pertama awal Saya berjumpa dengan Anda.”“… Su-sungguh?”“Uh-hum. Saya bertemu dengan Istri untuk pertama kalinya, dan kemudian jatuh cinta pa
“… Anda muncul di depan mata Saya, dengan membawakan sebuah keajaiban, … yang sudah berhasil membuat wajah sembab Saya, kembali dihiasi oleh senyuman yang begitu lebar.”“… Huh?” lirih Qilistaria terbengong, seakan-akan tidak percaya.Merasa masih cukup ragu dengan apa yang barusan didengarkan olehnya, ia lekas bertanya, “Ba-bagaimana bisa?”Seraya melanjutkan kembali apa yang tengah ia kerjakan, Derian pun meneruskan aksi berbagi kenangannya, “Sembari tersenyum manis, Anda datang menghampiri Saya menyerahkan Rifa yang diam menurut untuk bergandengan tangan bersama Anda, dengan mata sehitam jelaga, … yang juga tampak menyorotkan senyuman di balik topeng berbentuk sayap kupu-kupu hitam. Di saat itulah, Saya jatuh cinta untuk pertama kalinya, pada pandangan pertama Saya terhadap Anda.”Qilistaria terdiam. Dia termen
“Nah~ sudah siap.”Berdendang ringan sembari meletakkan panci panas mengepul di tengah meja makan, yang memunculkan bau harumnya aroma masakan sup bening kentang berpotong dadu kecil-kecil, dengan ditambah oleh sedikit lada dan daun bay leaf kering, … dengan perasaan bangga, Derian … sukses mempersembahkan sajian masakan pertama untuk istri yang ia cinta, dengan wajah merah merona.“Se-sebenarnya, Saya tidak terlalu pandai memasak,” jujur Derian dengan malu-malu, mengasongkan semangkuk sup yang sudah ia siapkan sesempurna mungkin, kepada Qilistaria, “Tetapi, … Saya harap, ini akan sesuai dengan selera Anda.”Mengambil sendok dan mengucapkan terima kasih atas makanannya, Qilistaria lekas berdoa sebelum makan.Tak lama kemudian, ia langsung melahap suapan pertama makanannya dengan sedikit canggung, akibat dari terus-menerus diperhatikan oleh Derian.&nb
“Haduh, anak itu, kelakuannya benar-benar. Huh, …?”Derian yang tadinya sedang menggerutu, tiba-tiba saja langsung tersentak begitu mata merah menggoda miliknya, menangkap sesosok Qilistaria yang menundukkan wajah dengan tubuh yang terlihat bergetar akibat dari gemetaran.“I-istri!” serunya panik, bergegas menghampiri Qilistaria dengan tergesa-gesa, “Tidak apa-apa, Istri. Tidak apa-apa,” hibur Derian berusaha menenangkan, dengan duduk berjongkok di samping kursi Qilistaria.Sementara, untuk Qilistaria sendiri. Tampaknya ia tak bisa mendengar apa pun yang dikatakan oleh Derian sekarang. Dikarenakan, di dalam pikirannya saat ini … rupa-rupanya telah dipenuhi oleh berbagai macam terkaan buruk, yang cukup menyakitkan perasaan.Selesai sudah. Rifa membencinya.Tatapan itu, emosi yang terkandung di dalam mata merah yang mena