Istri Gaib
Bab 3 : Masa Lalu
“Sayang, ternyata kamu di kamar,” ujar Haikal saat membuka pintu kamar dan mendapati sang istri sedang terbaring sambil menatapnya dengan tatapan menggoda.
“Iya, Bang, Adek gak jadi masak soalnya ibu udah bawain kamu makanan,” jawab Maura sambil mengubah posisi berbaringnya.
“Iya, Dek. Ya sudah Abang mau mandi dulu,” jawab Haikal sambil menyambar handuk dan mengalungkannya di leher.
“Cepatan ya, Bang, mandinya!” seru Maura dengan tatapan menggoda sambil membusungkan dada sexinya.
Haikal menelan ludah lalu secepatnya masuk ke kamar mandi. Dengan cepat, ia mengguyur tubuh dengan air sambil membayangkan aktifitas yang selalu membuatnya bersemangat untuk segera pulang ke rumah setiap harinya.
Lima menit kemudian, Haikal keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Maura langsung turun dari tempat tidur dan menghampiri pria betelanjang dada itu.
“Bang, kangen,” ujar Maura sambil memeluknya dari belakang.
“Abang pakai baju dulu, Sayang,” jawab Haikal sambil memegang tangan istrinya dan berusaha menahan gejolak yang sudah meronta-ronta sejak tadi.
“Gak usah pakai baju dulu deh, Bang! Entar juga bakal dibuka lagi. Ayo!” Maura menarik Haikal ke tempat tidur.
Haikal tak bisa menolak ajakan istrinya itu, karena ia juga menginginkannya. Aktifitas rutin pun dimulai. Keduanya begitu dimabuk kepayang, layaknya pengantin baru padahal mereka sudah bersama selama dua tahun terakhir ini.
Seperti malam-malam yang lalu, Haikal selalu menyerah lebih dulu dengan tenaga yang terkuras habis. Maura hanya tersenyum melihat ekspresi suaminya yang kewalahan dalam memuaskannya itu.
“Kita sambung nanti subuh lagi ya, Dek,” ujar Haikal dengan napas yang ngos-ngosan.
“Hmm ... lanjut besok-besok lagi deh, Bang. Ayo tidur!” Maura membenamkan wajah di dada bidang sang suami, lalu menarik selimut untuk mereka.
Kedua suami istri itu mulai mengelapkan mata, dengan terus berpelukan sepanjang malam.
*******
“Bang, bangun, udah pagi. Adek pergi dulu, ya!” bisik Maura di telinga Haikal.
Haikal membuka mata karena usapan lembut dari tangan sang istri yang menyentuh pipi dan mencium bibirnya tadi. Akan tetapi, kini Maura sudah tak ada lagi di kamar. Pria dengan tubuh bugil itu beranjak dari tempat tidur, lalu meraih handuk bekas tadi malam yang tergeletak begitu saja di lantai.
Setelah mandi dan berpakaian, Haikal sarapan dulu dengan menu bubur ayam yang sudah disiapkan sang istri di atas meja makan. Dengan tersenyum senang, ia mulai menikmati sarapan lezat itu. Tiba-tiba, ponsel di hadapannya bergetar, ada sebuah pesan yang masuk.
[Bang, jangan lupa sarapan. I love you.]
Senyum Haikal semakin mengembang mendapat chat dari sang istri tercinta, lalu segera mengetik balasan.
[Iya, Sayang. Terima kasih ya, bubur ayamnya enak. I love you too.]
Haikal menyudahi sarapannya, lalu menyimpan ponsel. Ia begitu mencintai Maura, walau sang istri tak bisa terlihat di siang hari. Baginya, itu tak masalah, karena dari pagi sampai sore bahkan malam, ia selalu sibuk dengan pekerjaannya yang seorang Damkar. Hari libur pun ia tetap bekerja. Ia bahagia menjalani rumah tangga ini, walau terkadang orang-orang menganggapnya aneh dan tak mempercayai kalau dia sudah beristri.
*******
Dengan motor ninjanya, Haikal telah tiba di kantor Damkar. Ia langsung masuk ke dalam dan melihat teman-temannya sedang berkumpul, berebutan sesuatu di dalam kotak kue.
“Kal, sini!” panggil Zeki.
Haikal mengangkat alis dan meletakkan tas kecilnya di atas meja.
“Kal, buruan! Entar keburu habis loh!” timpal Zeki dengan mulut penuh kue.
Haikal mendekat dan mengamati teman-temannya yang sedang menikmati tiga kotak lamington dan satu teko teh. Ia duduk di samping Zeki dan menepuk pundaknya.
“Makan pelan-pelan, Zek!” ujar Haikal. “Siapa yang bawa ini?” sambungnya sambil mengambil satu iris kue berwarna cokelat itu.
“Dikasih ama Mbak Ella yang kemarin, katanya sebagai ucapan terima kasih,” jawab Santo sambil beranjak dari kursinya.
“Hmmm ... doi nyariin kamu, Kal.” Zeki menepuk pundak pria yang bersiap memasukkan satu potong lamington ke mulutnya itu.
Haikal melengos dan berusaha menelan kue yang sudah terlanjur masuk ke mulutnya itu. Kalau ia tahu, lamington itu dari sang mantan, ia tak mau memakannya.
Kenangan pahit itu kembali berputar di kepalanya, di saat ia baru saja pulang dari berlayar dan langsung ke rumah sang pacar untuk melamarnya. Akan tetapi, ternyata Ella sedang dilamar oleh pengusaha muda yang kaya raya. Ia kalah telak.
“Kal, maafkan aku. Saat ini aku telah menerima lamaran Mas Ringgo, dia lelaki mapan yang ibu dan bapakku sudah menyetujuinya,” ujar Ella saat menghampiri Haikal yang berdiri di teras.
Haikal tersenyum kecut memandang wanitanya yang kini sudah mengenakan kebaya putih sangat cantik karena baru saja acara lamaran dengan pria lain.
“Semoga kamu bahagia. Padahal kedatanganku ke sini juga ingin melamarmu,” ujar Haikal dengan nada getir.
“Maafkan aku, Kal. Seminggu ini ponselmu tak bisa dihubungi, jadi maaf ... aku baru memberitahumu akan hal ini,” jawab Ella dengan berusaha tak menyakiti pria yang sudah dipacarinya selama tiga tahun itu, namun kalah telak dengan pria yang baru dikenalnya tiga bulan yang langsung melamar.
“Aku baru pulang dari laut, Ella. Kamu kan tahu, kalau di laut itu nggak ada sinyal. Ya sudahlah, semoga kamu bahagia dengan pria kaya itu.” Tanpa menoleh lagi, Haikal naik ke motor bututnya lalu memacunya dengan hati remuk redam.
Air matanya menetes juga. Ia begitu mencintai Ella, dan mereka berjanji akan menikah tahun ini tinggal menentukan tanggal dan bulannya saja. Namun, karena keadaannya yang selalu berlayar seminggu dan kadang sebulan, membuat ia jarang bertemu sang kekasih. Sehingga tak jarang, Ella berselingkuh dengan banyak pria tanpa sengetahuannya.
Sebagai pelampiasan rasa sakit hatinya, uang yang sudah ia kumpulkan dengan susah payah untuk melamar sang pujaan hati, ia belikan ke motor juga membangun rumah yang sekarang ia tempati.
Bersambung ....Istri GaibBab 4 : DijodohkanHari ini, Haikal mendapat libur sehari dan ia berencana akan menghabiskan waktu bersama sang istri tercinta. Ia ingin mengajaknya jalan-jalan keluar. Akan tetapi, Maura sudah tak terlihat di rumah, ia sudah menghilang sejak bangun tidur.“Ah, aku juga lupa mengabarinya kalau hari ini libur.” Haikal berdecak kesal sambil membuka pintu rumahnya, lalu duduk di teras sambil mengotak-atik ponsel, mengetik pesan untuk istrinya.Bu Ida yang melihat putra bungsunya sedang bersantai seorang diri, langsung turun dari rumah dan menyebrangi jalan. Dengan tergopoh-gopoh, ia melangkah memasuki perkarangan rumah Haikal.“Kal, gak kerja kamu hari ini?” tanya Bu Ida sambil duduk di samping Haikal.“Dapat libur sehari, Bu,” jawab Haikal dengan tak mengalihkan pandangan dari ponsel di tangannya.“Nah, bagus kalau gitu. Segeralah bersiap, kamu temani ibu pergi ke rumah teman,”
Istri GaibBab 5 : Izin MenikahHaikal menghentikan motornya di halaman rumah ibunya. Bu Ida langsung turun, lalu memperhatikan wajah masam putra bungusnya yang kini sedang memasukkan motor sang Mbaknya ke garasi.“Masuk dulu, Kal, kita harus bicara lagi!” ujar Bu Ida saat melihat Haikal yang sudah hendak pulang ke rumahnya.“Apalagi, Bu? Masalah perjodohan tadi? Haikal minta waktu untuk memikirkan semaunya!” ujar Haikal sambil membalikkan tubuh.“Ya sudah kalau begitu, jangan lama-lama mikirnya! Entar keburu karatan,” jawab Ibunya dengan bibir mengeriting.Haikal kembali memutar tubuh dan mempercepat langkah menuju jalan raya, kemudian menyebrang menuju rumahnya. Hatinya begitu kesal hari ini.Saat sampai di rumah pun, istrinya belum juga terlihat. Haikal menjadi semakin kesal. Ia langsung masuk ke kamar, melepas jaket kulit juga celana panjangnya. Kemudian menghempaskan diri di tempat tidur.
#Istri_GaibBab 6 : Tidak Gila“Jadi, Adek menyuruh Abang untuk menerima perjodohan itu?” tanya Haikal sambil memegang bahu Maura, ia masih berusaha meyakinkan ucapan dari sang istri.“Iya, Bang, tapi Abang tak boleh mencintai dia. Pernikahan kalian hanya formalitas saja, tapi istri yang Abang sayangi tetap harus Adek.” Maura menatap Haikal dengan tatapan tajam, cahaya merah seakan keluar dari matanya saat mereka berada pandang.“Baiklah, Sayang, Abang akan menuruti semua maumu,” jawab Haikal lembut dengan hati yang mendadak luluh, padahl tadi ia ingin menentang saran dari istrinya itu.Taklama berselang, keduanya mulai bergandengan menuju kamar dan akan kembali memadu cinta seperti malam-malam terdahulu.*******Keesokan harinya. Setelah sarapan seorang diri, Haikal langsung meraih tas kecilnya lalu melangkah menuju pintu samping dan mengeluarkan motor.Setelah memanaskan motor beberapa meni
Istri_GaibBab 7 : Lamaran“Bu, ini atm Haikal, Ibu peganglah! Di situ ada uang tabungan, Ibu uruslah semuanya!” ujar Haikal sambil menyerahkan kartu berwarna merah dengan lambang bank daerah itu.“Jadi, kamu mau Ibu mengurus pernikahan dengan Nindi secepatnya?” Bu Ida kembali mengembangkan senyum.“Iya, lebih cepat lebih bagus, biar Ibu lega dan gak was-was lagi,” jawab Haikal dengan wajah masam.“Ya sudah kalau gitu, minggu depan kita langsung acara lamaran dan bulan depan langsung nikah. Besok Ibu akan mulai berbelanja untuk barang hantaran pas lamaran nanti.” Bu Ida bangkit dari kursinya. “Oh iya, kalau kartu atmnya sama Ibu, terus kamu gimana? Apa masih ada atm yang lain atau gimana?”“Itu atm khusus tabungan saja, beda sama atm gaji,” jawab Haikal sambil mengikuti ibunya yang menuju pintu.“Oke, anak Ibu yang paling baik dan sholeh, terima kasih
#Istri_GaibBab 8 : Restu Dari Istri PertamaSesampainya di depan rumah sang ibu, Haikal bergegas turun dari mobil abang iparnya lalu pamit pulang ke rumah. Ia begitu bimbang dengan Maura, tak mau istrinya yang cantik itu bersedih. Ia seakan bisa merasakan kegundahan yang dirasakan wanita berambut merah itu."Langsung pulang kamu, Kal? Gak masuk dulu?" tanya Henni menangkap raut cemas di wajah adik bungsunya itu."Haikal langsung pulang, Mbak, semuanya... assalammualaikum," ujar Haikal seraya membalikkan tubuh saat langkahnya telah tiba di depan pagar rumah ibunya.Bu Ida dan Henni hanya saling pandang melihat tingkah Haikal, lalu masuk ke dalam.*******"Sayang, Abang sudah pulang," ujar Haikal saat membuka pintu rumahnya.Pria berjas hitam itu celingukan dan mengedarkan pandangan ke seisi rumah, sambil melangkahkan kaki menuju kamar.Akan tetapi, langkahnya langsung terhenti saat melihat sosok wanita yang s
#Istri_GaibBab 9 : Istri Nyata“Hen, di depan ada si Ella mantan pacar Haikal dulu. Kamu usir gih dia! Sekalian bawa satu lembar surat undangan pernikahan adikmu itu biar wanita tidak tahu diri tak mengira Haikal belum menikah sampai saat ini karena tida bisa move on darinya,” ujar Bu Ida kepada Henni, kakak kedua Haikal.Henni sedikit penasaran dengan perkataan ibunya, lalu menuruti perintahnya. Ia langsung melangkah menuju teras dan mendapati Ella sudah melangkah di halaman hendak pulang.“Ella, ini kotak kue kamu ketinggalan,” teriak Henni sambil menunjuk satu kota kue yang ada di atas meja teras.Ella menoleh dan menghentikan langkahnya, lalu membalik tubuh ke arah Henni dan naik lagi ke teras.“Itu kue buat Mbak Henni dan Ibu,” jawab Ella sambil menatap Henni, senyum tak lupa ia kembangkan.“Oh, makasih deh. Oh iya, mumpung kamu ke sini ... Mbak sekalian mau ngasih kamu surat undangan pe
#Istri_GaibBab 10 : Beda KamarNindi membuka mata dan mencari sosok Haikal yang tadi malam tidur di sampingnya, tapi pria pendiam itu sudah tak terlihat lagi di tempat tidur. Dari arah kamar mandi, terdengar suara gemerecik air, ia langsung tahu kalau sang suami sedang mandi.Beberapa saat kemudian, Haikal sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang tergantung di lehernya. Nindi langsung tersenyum ke arahnya.“Selamat pagi, Bang,” sapa Nindi dengan tersenyum hangat, ia bangkit dari tempat tidur.“Iya, pagi juga,” jawab Haikal acuh, pesan Maura selalu terngiang di kepalanya, ia tak boleh bersikap manis kepada wanita yang telah ia nikahi semalam itu.“Nindi mandi dulu, Bang, habis itu kita sarapan sama-sama,” ujar Nindi sambil meraih handuk dari lemari dan melangkah menuju tempat tidur.Haikal mengangguk, lalu duduk di tempat tidur sembari mengusap layar ponsel. Hatinya begitu bimbang akan Maura
#Istri_GaibBab 11 : Pengantin BaruNindi tak mau berdebat, jadi ia menurut saja walau terasa ada yang mengganjal di hati. Dengan masih berusaha tersenyum, ia menghampiri Haikal yang kini membukakan pintu kamar untuknya.“Kamu istirahatlah, Abang masih mau nonton televisi,” ujar Haikal sambil berlalu dari kamar Nindi.Nindi mengangguk, lalu menutup pintu kamar. Diletakkannya tas yang hanya berisi baju tidur, handuk dan mukena. Setelah itu meraih handuk dan mandi, tak lama lagi sudah masuk waktu magrib. Ia akan melaksanakan sholat.Azan magrib sudah terdengar berkumandang, Nindi sudah bersiap memakain mukena. Ia melangkah keluar dari kamar dan bermaksud untuk mengajak sang suami sholat berjamaah.“Bang, Abang di dalam?” Nindi mengetuk pintu kamar yang tadi diakui Haikal sebagai kamarnya itu.“Bang!” panggil Nindi lagi.Haikal melangkah menuju pintu lalu membukanya. Tampaklah seorang wanita ber