SYAIR SINGGASANA 2 : DARAH PARA RAJA

SYAIR SINGGASANA 2 : DARAH PARA RAJA

Oleh:  Ryandhika Rahman  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
23Bab
1.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Melanjutkan cerita di Syair Singgasana Jilid 1 saat kekacauan di dunia di balik kabut semakin membesar, Bayu dan Ayunda harus berpisah demi misi penting yang dibebankan ke masing-masing. Saat itulah sebuah rahasia besar terungkap, tentang jatidiri pangeran yang dijanjikan, tentang Ratu yang terbuang, tentang balas dendam dan ambisi yang tiada batas, serta tentang darah para raja yang dipertaruhkan. Inilah syair yang lebih tajam dari seribu pedang, Syair Singgasana.

Lihat lebih banyak
SYAIR SINGGASANA 2 : DARAH PARA RAJA Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Aldho Alfina
Mampir #Penguasa Dewa Naga
2023-02-17 05:09:47
0
user avatar
Rizki Ansyari
Terlalu banyak twist dan intrik di dalamnya, peran tokoh tokoh di dalamnya tidak terduga, tapi justru menambah rasa penasaran saya untuk terus membacanya.
2023-02-16 08:09:26
0
23 Bab
1. CERITA DI DINDING PENJARA
Cadudasa melangkah pelan mengiringi arah kaki para pengawal yang membelenggu tangannya. Jelas didengarnya tangis yang meratapi kepergiannya, anak dan istrinya terlihat yang paling pilu di sana. Tangan mereka mencoba menggapai dirinya namun terhalang penjagaan ketat para pengawal yang mengelilinginya. Jeritan lain terdengar dan terlihat pula olehnya, bercampur antara jeritan sedih karena dakwaan yang ditimpakan kepadanya dan jeritan hinaan yang terlempar keji yang juga mengarah padanya. Bagi Cadudasa, tak ada bedanya lagi hinaan maupun dukungan, dua duanya hampir terdengar sama baginya. Keputusan telah ditetapkan, dan dirinya adalah pesakitan yang tak punya daya lagi untuk membela diri. Semua alibi tak ada gunanya di depan sidang dimana semua saksi menyatakan hal yang menyalahkan dirinya. Cadudasa mencoba menoleh ke belakang disela langkah beratnya. Paduka Raja menatapnya dengan mata merah. Cadudasa tak ingin menebak atau berandai-andai apakah itu ekspresi pembelaan tuntuk dirinya at
Baca selengkapnya
2. PENGAWAL TERPIDANA MATI
“Bukankah satu pekan lagi?” Cadudasa mencoba memprotes dengan tenang.“Sebelum itu anda harus dipindahkan ke tempat yang tak boleh satu orang pun tahu.” jawab pengawal itu tak kalah tenang.“Bagaimana dengan keluargaku jika mereka ingin menengok.”Pengawal itu tak menjawab, ia justru mengikatkan borgol ke tangan Cadudasa dengan yakin sebelum lalu mengikatkan penutup mata padanya.Cadudasa bahkan merasa bahwa pengawal satu ini tak seperti pengawal lain yang biasa menemuinya di sel selama ini, pengawal ini lebih tenang dan nyaris tanpa segan sedikitpun padanya seperti halnya pengawal lain. Namun ia hanya diam tak melawan, membiarkan saja sang pengawal melakukan tugasnya.“Seberapa jauh perjalanan dengan penutup mata ini?” tanya Cadudasa tanpa kehilangan nada tenangnya.Pengawal itu tak menjawab, ia justru mendorong Cadudasa agar mulai berjalan. “Jalan.”Cadudasa mau tak mau mengikuti arah dorongan pengawal itu meski sejujurnya ada rasa curiga di benaknya karena mengapa hanya satu pengaw
Baca selengkapnya
3. PERTEMUAN
Seorang anak kecil berusia sekitar 7 tahun tampak menangisi jenazah ayahnya yang terbujur kaku di pelukan ibunya. Bocah itu terisak dalam rangkulan Sandanu yang tampak lebih muda dari terakhir kali Bayu bertemu dirinya di Bukit Kapur. Sandanu tampak menggenggam erat trisulanya dengan pandangan penuh amarah ke arah sosok pria yang berdiri dengan angkuh di depannya.Sandanu lantas bangkit dan siap menyerang pria yang hanya terlihat punggungnya itu oleh Bayu.“Aku bersumpah, akan membunuhmu......”..............................Bayu terbangun dari tidurnya, tepat sebelum Sandanu menyebut nama sosok pria tadi di mimpinya.Peluh mengucur dari keningnya menandakan bahwa ia agak syok dengan mimpi yang barusan ia alami. Ia lalu mengatur nafasnya yang agak tersengal, sambil meraih sebotol minuman yang ia taroh di sampingnya. Ia mencoba menetralkan kembali jiwanya yang seolah tercerai berai karena pengalaman tidak menyenangkan tadi.Mimpi itu, tentang kehidupan bocah berusia 7 tahunan bersama k
Baca selengkapnya
4. KABAR DARI SAHABAT LAMA
“Apa kabar, Sutha?” Bayu mencoba menyapa setenang mungkin. Sutha langsung memeluk Bayu dengan erat, disertai tangis pilu rindu dan kepedihan yang tumpah begitu saja. “Ke mana saja kau? Kami pikir kamu sudah mati di perang itu.” cecar Sutha di sela tangisnya yang berusaha sekuat mungkin ia tenangkan sendiri. Bayu tak menjawab langsung, ia lebih memilih membiarkan sahabatnya itu mengatur tangis dan nafasnya yang agak menderu dalam pelukannya. Setelah puas menumpahkan tangis kerinduan dalam pelukan Bayu, Sutha akhirnya melepas pelukannya. “Ke mana kamu empat tahun terakhir ini?” Bayu memilih menarik sebuah kursi plastik dan duduk di sana sebelum menjawab dengan singkat yang sebenarnya juga bukan merupakan sebuah jawaban. “Panjang ceritanya..” “Ceritakan saja. Bengkelku sedang sepi, sepertinya sepanjang hari.... tapi semoga saja tidak. Ya, seenggaknya aku punya waktu panjang untuk ceritamu yang panjang.” “Lebih baik kamu yang harusnya cerita, karena seingatku ini warungnya ibu Ruk
Baca selengkapnya
5. SEBUAH PELARIAN
Cadudasa terbangun saat ia merasa ada sengat matahari menerpa wajahnya. Matanya memicing tertimpa cahaya jingga. Dengan kesusahan ia mencoba bangkit dengan rasa nyeri di bagian belakang lehernya, seperti baru dihantam benda keras.Hal pertama yang ia lihat adalah hamparan gurun pasir di seberang tubuhnya, ada pegunungan yang tidak terlalu besar namun seperti mengepulkan asap terlihat samar di sana. Ia cukup jelas mengenal tempat itu sebagai daerah bebas, area terluar yang menghubungkan perbatasan antara negeri Adighana dan negeri Danta, tempat yang disebut sebagai Gurun Kawah Berapi. Tempat di mana terjadinya pertikaian memalukan di dalam pasukan Adighana saat sedang bersiap melakukan serangan ke negeri Danta empat tahun yang lalu. Namun yang cukup membingungkannya adalah untuk apa ia berada di sini?Ia mencoba menengok ke arah lain, seorang pria yang tak pernah ia kenal sebelumnya sedang melepas tenda kecilnya namun ia bisa memastikan dari sorot mata pria ini bahwa ia adalah orang ya
Baca selengkapnya
6. TEMPAT PERLINDUNGAN
“Kalian melakukan ini tanpa bantuan siapapun?” Cadudasa heran“Harus diakui, Gusti..” kata Subali, “ini adalah rencana yang sangat nekad namun brilian, bisa memperdaya ratusan prajurit dan orang-orang penting di istana itu adalah sebuah hal yang luar biasa.”“Dan sebuah pengalih perhatian yang bagus dari Subali dengan membakar gudang pangan penjara.” tambah Haruyan.“Bagimana dengan keluargaku? Mereka juga tahu?” Ada nada khawatir dari tanya CadudasaHaruyan menggeleng, “yang tahu rencana ini hanya yang ada di sini.”“Tapi itu justru berbahaya bagi mereka dengan aku kabur dari penjara.”“Justru lebih berbahaya lagi jika mereka tahu atau ikut. Tidak ada satupun bukti yang membuat mereka harus dianggap terlibat oleh pihak istana. Mereka pasti tahu bahwa kami yang melakukannya.” Jawab Haruyan yakin, “Lebih menyenangkan mengetahui diri kami bukan orang yang menghianati pejabat baik seperti anda, Gusti.”“Sebenarnya aku sama sekali tak takut jika takdirku harus berakhir di tiang pancung, d
Baca selengkapnya
7. REUNI YANG INGIN DAN TIDAK DIINGINKAN
Dua nama yang disebut oleh Anureksa itu lantas menoleh ke arah Anureksa, ada diam yang sempat terjadi di antara mereka sebelum kemudian mereka saling memeluk melepaskan kerinduan antar sesama saudara di antara ketiganya.Sementara itu para penghuni gua yang lain termasuk Cadudasa dan rombongannya terlihat bingung dengan pertemuan tiga orang dewasa itu, sebelum akhirnya Anureksa yang tampaknya telah puas dengan sensasi pertemuan itu menoleh ke arah Cadudasa dan rombongannya“Mereka Kampalu dan Danur, dua sahabat yang saya ceritakan.” Ia lalu menunjuk para rombongan yang bersama Kampalu dan Danur, “dan ini adalah warga yang selamat dari pembantaian di Desa Jalupang.”Cadudasa dan yang lain menyambut dengan senyum tipis ke arah para rombongan yang dibawa oleh Kampalu dan Danur itu.“Mahapatih Cadudasa kah itu?” Kampalu bertanya pada Anureksa.Anureksa mengangguk.“Jadi bagaimana kalian semua bisa kabur dari tentara Restu Singgih hingga kemari?” Haruyan seolah mewakili pertanyaan yang ada
Baca selengkapnya
8. PERTARUNGAN ULANG
Bayu menatap tajam ke arah Anarbuana dan pasukannya tanpa menjawab sepatah katapun. “Semoga empat tahun yang berlalu tak membuat kau lupa dengan hubungan hangat kita, Bayu.” kata Anarbuana dingin, “Ingat, kau punya hutang yang harus dilunasi.” Bayu mendekati Anarbuana perlahan, ia cukup yakin dengan langkahnya kali ini ketimbang pertarungan terakhir mereka di gelanggang pesta Putri Paramitha. “Lepaskan mereka berdua” kata Bayu, “Mereka tidak ada hubungannya dengan masalah pribadi kita.” “Tentu Bayu, “ jawab Anarbuana cepat, “Tapi ini bukan lagi tentang masalah pribadi kita, lebih rumit rasanya. Mari kuperjelas, aku ingin sesuatu yang kau bawa dan aku yakin kau tahu apa yang kumaksud, dan akan kulepaskan dua orang ini lalu kau ikut bersamaku untuk diadili di Adighana bersama Cadudasa.” Bayu agak kaget ketika nama Cadudasa disebut, sudah cukup lama ia tak mendengar kabar orang yang baik itu, “Ada apa dengan Gusti Cadudasa?” “Misi kudetamu dengan kalung dunia kami itu ternyata membu
Baca selengkapnya
9. PEDANG MAUT MACAN BULAN
Anarbuana juga terdiam, ia seperti merasakan ada kekuatan yang besar sedang merayap dalam sorot mata Bayu yang menahan sakit. Mungkin agak sulit dideskripsikan, tapi sebagai seorang salah satu petarung handal, ia tahu persis kalau lawan di depannya kini sama sekali lawan yang berbeda kemampuannya dengan yang ia hadapi beberapa saat yang lalu. Bayu menggenggam tangannya dan menatap tajam ke arah Anarbuana sebelum dengan cepat menyarangkan sebuah tendangan setengan melompat ke arah anak dari Senopati Darmendra itu. Anarbuana menghindar beberapa senti sambil berupaya menangkis dengan tangannya. Ada rasa nyeri hebat yang menjalar di tangannya akibat tangkisan itu meskipun tak ingin ia akui, namun setidaknya itu membuktikan betapa berbahayanya serangan Bayu barusan. Tak menunggu Anarbuana bernafas dengan tenang, kali ini Bayu kembali mengeluarkan tendangan kerasnya kali ini berhasil menghajar pinggul Anarbuana. Pria itu mengerang kesakitan sambil mencoba membalas dengan tendangan tinggi k
Baca selengkapnya
10. CAHAYA HIJAU YANG MENELAN MEREKA
Gerimis yang masih betah turun memukul-mukul kilauan pedang maut macan bulan disertai sambaran kilat di atas langit malam yang menambah kesan seram dari apa yang akan dilakukan Anarbuana. Para prajurit menantikan puncak serangan Anarbuana dengan tegang, mereka tahu jika Bayu tak akan selamat dari serangan itu kali ini. Pun begitu pula yang dirasakan oleh Sutha dan Rukmana yang semakin tak nyaman firasatnya. Dalam cara berdirinya yang tidak sempurna itu, Bayu masih sempat melihat gerakan ancang-ancang dari Anarbuana. Bersamaan dengan itu ia merasa ada getaran yang berasal dari ransel kecil yang sedari tadi menempel di punggungnya, tempat di mana ia menyimpan kalung Gajahsora. Dalam upayanya menahan sakit, pusing, dan sesak di dada karena serangan Anarbuana, ia masih bisa menerka jika ada yang tidak beres yang akan terjadi. Anarbuana berjalan dengan sikap siap menyerang, ketika Bayu merasakan ranselnya semakin bergetar hebat. Ia tahu ia tak akan bisa menghindar atau menangkis serangan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status