Share

Baiknya Kebangetan

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-26 14:32:06

Di tengah perjalanan pulang Asmi memintaku berhenti sebentar di depan minimarket.

"Neng, masuk sendiri aja Aa nunggu di sini," kataku sambil duduk di kursi yang biasa ada di depan minimarket.

Entah apa yang akan dibeli istriku, kubiarkan saja, aku tak mau banyak tanya juga, takutnya Asmi merasa risih, kasihan.

Sekitar 15 menit kemudian, Asmi keluar dengan 2 jinjing plastik besar berisi belanjaan di tangannya. Sontak keningku mengerut dan cepat-cepat bangkit untuk membawakan plastik itu.

"Neng, belanja apa? Kok banyak banget."

"Cuma keperluan dapur sama cemilan A, belanja bulananlah istilahnya."

Aku pun menaruh plastik itu di depan motorku. Tapi sebelum berangkat aku kembali bertanya.

"Belanja segini banyak emang Neng ada uang?

"Ya ada atuh A, makanya bisa belanja."

Sebetulnya aku sedikit heran, darimana sih uang Asmi itu? Tadi Bapak bilang Asmi nyumbang 5 juta, sekarang Asmi belanja banyak banget, gak mungkin kalau hanya dari uang gajiku, soalnya gajiku itu tidak seberapa, aku hanya jadi kurir sebuah ekspedisi sehari-harinya.

Ah ya udahlah ya, biar nanti aku tanyain aja di rumah. Gumamku dalam hati.

Kami sampai di kontrakan petak yang sudah kami sewa sejak setelah kami menikah bulan lalu.

Karena penasaran sejak tadi, segera aku mengajak Asmi duduk di kursi untuk mengintrogasinya.

"Neng, tadi kata Bapak Neng nyumbang 5 juta. Sekarang Neng belanja banyak. Kalau boleh Aa tahu Neng uangnya dari mana?"

"Dari Aa atuh, 'kan tiap hari Aa kasih uang. Kalau yang disumbangin mah itu dari tabungan, Neng," jawabnya sambil sibuk mengeluarkan barang belanjaan itu ke atas meja.

"Emang Neng punya tabungan gitu? Kenapa harus disumbangin sih Neng, 'kan bisa buat beli baju Neng, sayang loh 5 juta."

"Astagfirullah Aa, nyumbang buat orang tua masa gitu, gak apa-apa atuh 'kan biar berkah, kapan lagi coba kita punya kesempatan nyumbang? Lagipula 'kan Neng ada uangnya, kecuali kalau gak ada. Kalau soal baju mah gampang, banyak di toko kalau mau mah," jawabnya, aku terdiam mencerna perkataan istriku.

Ya memang benar apa yang dikatakannya itu, tapi apa perlu istriku sebaik itu? Nyumbang hajat 'kan gak perlu gede-gede, Kak Alfa sama Mas Fatih yang katanya orkay aja cuma nyumbang sejuta, masa iya Asmi nyumbang sampe 5 juta, apalagi katanya Asmi juga nyumbang beras sama kambing dari desanya. Sebenernya keluarga Asmi orang kaya apa bagaimana sih? Aku jadi penasaran.

"Ya udah ya udah, tapi nanti kalau Neng punya uang lagi meningan disimpen aja buat keperluan Neng, apa kek gitu, pergi ke salon atau perawatan biar kinclong, biar gak dihina-hina terus, Neng."

"Emang Aa mau Neng kinclong?"

"Ya maulah, Neng! Biar begini Aa sayang sama Neng, tapi karena Aa kere, makanya Aa belum bisa beliin Neng skincare, pergi ke salon, beli baju dan lainnya, coba kalau Aa udah banyak uang Neng bakal Aa make over sampe pangling, sampe mereka kaget lihat Neng dan gak hina-hina lagi. Makanya Neng, kalau ada uang mending buat Neng aja ngapain mikirin orang lain," ucapku serius.

Tapi Asmi malah tertawa.

"Ih serius, Neng."

"Tapi percuma kinclong dan cantik kalau hati dan akhlaknya jelek A, wajah mau dipoles secantik apapun ia akan tetap ditinggalkan dan jadi tanah tapi uang yang disedekahkan untuk menyenangkan hati orang lain akan jadi bekal buat kita di akhirat nanti."

Waduh bener juga, tapi kan-ah ya udahlah ya, istriku memang begitu, baik dan sabarnya keterlaluan.

"Aa kenapa sih tadi harus marah-marah di rumah Bapak?" tanya Asmi kemudian sambil menyenderkan bobotnya ke kursi.

"Habis Aa kesel Neng, masa iya cuma Neng yang gak dikasih bahan seragam, tega bener emang Kak Alfa sama Mbak Andin itu."

"Gak apa-apa atuh, A! Biar Neng gak pake seragam 'kan Aa mah nanti pake, nanti Aa aja yang ikut difoto Neng mah jangan."

"Mana bisa Neng, gak mau Aa kalau kayak gitu. Mana tinggal dua hari mana bisa jahit secepat itu."

"Sabar A, kalau Aa marah-marah terus nanti bisa kena penyakit serangan jantung loh."

"Heh yang bener ah?"

"Iya bener A, selain sakit jantung, di dekat orang yang sedang marah itu juga suka banyak setannya."

"Heh nakut-nakuin aja ah. Neng, dong salah satunya."

"Ya bukan Neng juga atuh A, masa Neng disamain sama setan ih," protesnya sambil mencubit perutku.

Akhirnya kami tertawa sampai terpingkal-pingkal di sana.

_____

Selepas Isya, aku rebahan di kasur, sementara istriku masih sibuk memijit ponsel androidnya di sampingku, entah apa yang sedang Asmi lakukan di ponselnya itu, akupun tidak tahu.

Tapi jika dilihat dari gerak-geriknya yang serius banget saat mengetik, aku curiga Asmi lagi ngegosip di grup WA nya. Hah biarlah namanya juga emak-emak.

Akhirnya aku memilih tidur lebih dulu.

Pukul sebelas malam tak sengaja aku terbangun, kulihat Asmi masih saja memegang ponselnya itu, sekarang ia malah sampai harus memakai kacamata segala, entah biar apa akupun bingung, aku akhirnya memaksa diri untuk duduk dan mengucek mata.

"Neng, belum tidur apa?"

"Belum A, tanggung."

"Astagfirullah Neng, gosipin apa sih sampe tanggung begitu?" Aku bertanya serius.

"Ih Aa, siapa juga yang lagi ngegosip, A."

"Lah terus?"

"Neng lagi kerja, tapi ini udah kok, mata Neng udah gak kuat, kopi sampe abis dua gelas," katanya.

Aku melirik ke arah cangkir kopi yang ada di atas nakas, lengkap dengan beberapa cemilan ringan.

Ampun deh pantas aja istriku itu gemuk, ya semalaman dia ngemil sama ngopi terus rupanya, tidak heran kalau tadi dari minimarket Asmi belanja cemilan banyak banget.

Aku menggeleng kepala dan kembali tidur di sampingnya. Tapi sebelum kembali terpejam aku sempat menatap Asmi sebentar.

Tak terasa sudut mataku basah, entah kenapa wanita di hadapanku ini sangat baik dan penyabar, walaupun begitu banyak kekuranganku dia tak pernah mengeluh.

Kadang aku merasa heran kenapa Asmi selalu terlihat bahagia selama ini setelah ia menikah denganku walau aku hanya seorang bujang lapuk karena Ibu terlalu pemilih.

Ya benar, ibu yang selama ini menentukan jodoh anak-anaknya, sialnya setiap aku membawa gadis pujaanku selalu ditolaknya dengan berbagai alasan, alhasil gadis-gadis itu akhirnya kapok dan tidak mau berumah tangga denganku karena katanya takut ibu mertuanya nanti galak.

Sama halnya dengan Asmi, saat Bapak membawanya ke rumah, Ibu sangat menolak mentah-mentah.

"Apaan sih, Bapak cari jodoh buat Hasan kok begini amat? Yang bagusan dikit kenapa sih?" katanya waktu itu.

"Sudah, kamu gak usah ikut campur lagi. Mau sampai kapan Hasan membujang? Usianya udah mau kepala 4, belum lagi Hanum ngebet nikah 2 bulan lagi, mau kamu Hasan dilangkahi adiknya?"

Terpaksa akhirnya Ibu pun menerima Asmi, dan yang membuat kami akhirnya menikah tentu karena kesabaran Asmi juga, andai dia tidak sabar seperti gadis-gadis sebelumnya mungkin sekarang perjodohan ini sudah batal lagi.

Tapi sayang meski sabar sekali istriku, Ibu selalu membeda-bedakan Asmi dengan menantu lainnya. Entah kenapa Ibu seperti tak suka sekali padanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Gendutku dari Desa Ternyata Orang Kaya   Akhir

    "Ya kalau ada." Aku nyengir."Ada. Tenang aja. tar aku bukain deallernya khusus buat kalian. Eh tapi apa kalian mau beli mobil aku aja? Kebetulan nih istriku kemarin beliin mobil buat si bujang eeh tapi malah gak ditolak karena cocok katanya. Mobilnya padahal bagus tapi dia mau yang boddynya lebih macco.""Wah yang bener? Emang mobil apa Yon?""Itu di garasi, ayo lihat aja."Aku dan Ranti pun digiring ke garasinya. Buset emang dasar orkay, di sana mobilnya berjejer sampe 6 biji."Gila banyak amat mobil kamu Yon, udah sukses ya kamu sekarang.""Ah biasa aja. Ini buat kujual juga kalau ada yang nanyain. Nah ini mobilnya." Yono menepuk satu mobil berwarna putih mengkilat yang kelihatannya emang masih mulus banget itu."Pajero San. Bagus," katanya lagi.Aku melirik ke arah Ranti. Dia langsung mengangguk yakin."Beneran Ran mau yang ini?" "Beneran Yah, Ranti suka banget."Akhirnya setelah bernego dan membayar setengahnya langsung bawa mobil itu pulang. Sisa harganya nanti kubayar setelah

  • Istri Gendutku dari Desa Ternyata Orang Kaya   Ranti Dihina

    Esok harinya. Hari raya dan Asmi udah sibuk sejak sebelum subuh buta. Masak opor, masak ketupat, masak sambel goreng kentang dan pastinya ada sop iga sapi.Suasana lebaran di desa ini emang paling aku nantikan banget. Karena bertahun-tahun melewati suasana di kota saat aku kecil sampe dewasa, rasanya lebaran tak seberkesan seperti di desa.Beneran dah sumpah, aku baru ngerasa lebaran itu berkesan dan seru banget saat aku lebaran di desa Asmi ini. Di sini itu antara tetangga satu dan lainnya saling berkunjung, saling meminta maaf dan yang jelas aku bersyukur karena di sekitar rumah kami gak ada yang namanya tetangga julid. Mereka semua pada baik, pada ramah, pada saling mendukung dan menjunjung namanya tali persaudaan dengan gotong royong.Bahkan saat lebaran, biasanya mereka ada yang saling memberi makanan khas lebaran, walau sebenernya di setiap rumah juga ada. Ya 'kan namanya lebaran haha.Hari ini Asmi juga gitu, dia sengaja masak banyak karena mau ngasih ke ibu dan ke rumah tetang

  • Istri Gendutku dari Desa Ternyata Orang Kaya   Ranti Pulang

    Ranti DatangKarena penasaran aku pun bangkit menguping dekat pintu dapur."Iya iya kamu tenang aja, pokoknya Mas secepetnya kirim, Mas 'kan harus minta dulu sama istri Mas, uangnya baru cair tadi," kata si Broto lagi.Waduh parah. Ini sih bau-bau perselingkuhan kayaknya. Kasihan si Ratu ular, dia dikadalin sama lakinya."Wah aku harus buru-buru bawa si Ratu ke sini. Biar seru nih lanjutannya."Gegas aku ke depan.Tok! Tok! Tok! Kuketuk pintu kamar si Ratu cepat-cepat."Raaat, Raaat, buka!"Pintupun dibuka walau agak lama."Apaan sih? A Hasan? Ada apa? Ngetok pintu kayak mau nagih hutang aja," ketusnya, kesal."Rat, ayo buruan ke belakang. Kamu harus denger juga apa yang tadi Aa denger," ajakku tanpa basa-basi.Si Ratu mengernyit, "apaan sih, ogah," ketusnya sambil membanting pintu.Tok tok tok!"Rat Rat, buka Rat bukaa!""Berisik. Sana pergi! Ganggu orang istirahat aja!" teriaknya dari dalam.Aku mendengus kesal sambil kukeplak daun pintu kamar itu sedikit, "huh dasar, ya udah kalau

  • Istri Gendutku dari Desa Ternyata Orang Kaya   Takut Jadi Tumbal

    "Nah itu baru bagus," timpalku sambil kujentikan jari telunjuk dan jempolku.Si Ratu menoleh, "Apaan sih, ikutan aja," ketusnya.Aku menjebik, lah sok cantik amat, tuh bibir pake digaling-galingin gitu segala. Kesel banget dah."Loh Dewi, Putri, ada apa ini teh? Kenapa kalian mendadak enggak mau ambil uangnya?" tanya Ibu mertua, beliau kelihatan bingung."Gak ah Bu, gak usah, biar bagian Putri dikasih ke orang lain aja, buat Ibu juga gak apa-apa." Si Putri menjawab. Wanita berkulit putih itu nyengir kuda sambil lirak-lirik pada kakaknya, si Dewi.Aku sih paham, mereka pasti beneran takut sama omonganku tadi, takut mereka dijadiin tumbal haha."Dewi juga, biar duitnya buat Ibu aja, atau ... buat Bapak sekalian." Si Dewi melirik ke arah Papa mertua dengan tatapan sinis."Wah wah. Tumben-tumbenan nih pada baik," timpalku lagi sambil nyengir puas."Enggak!" sembur si Ratu kemudian. Dia spontan berdiri dari kursinya."Apaan sih kok jadi pada gak kompak gini? Dewi! Putri! Pokoknya kalian ak

  • Istri Gendutku dari Desa Ternyata Orang Kaya   Bagi Duit

    "Ck dibilangin gak percaya," tandasku, gegas aku bangkit dan mabur ke depan. Di depan rumah aku cekikikan sendiri sambil geleng-geleng kepala, si Dewi itu bener-bener banget dah, obsesi banget dia sampe abis sahur pun masih nanyain soal kesalahpahaman semalem yang dia lihat haha.***Malam takbiran tiba.Alhamdulillah karena uang penjualan saham Asmi udah cair, malam itu juga Asmi langsung ajak aku lagi ke rumah ibu mertua."Ratu, Dewi, Putri, ini uang buat Teteh bayarin rumah teh udah ada, mau ditransfer sekarang apa gimana?" tanya Asmi pada ketiga adiknya.Mereka saling melirik sebentar sebelum akhirnya si Ratu menyahut."Ya sekarang dong Teh, kalau udah ada duitnya ngapain disimpen terus, si Putri juga 'kan mau pake buat lunasin sewa pelaminan.""Oh ya udah atuh, Teteh transfer ke rekening kamu aja semua dulu ya, nanti baru kamu bagi-bagi ke adik-adikmu.""Ya buruan, bawel ah," ketus si Ratu.Tau dah, kenapa orang satu itu makin ketus aja sama Asmi sekarang."Udah, tuh udah Teteh

  • Istri Gendutku dari Desa Ternyata Orang Kaya   Elus Dada

    "K-kami ...." Si Dewi dan Si Putri gelagapan, wajahnya terlihat tegang dan panik."Nguping ya kalian?" desakku."Enggak, kata siapa?" jawab si Dewi cepat."Dewi, Putri, jadi kalian teh lagi ngapain di sini?" tanya Asmi."Kami ... emm ... Teteh ngapain di dalam? Kok ada lilin sama baskom isi daun di dalam kamar? Dan ...." Si Dewi melirik ke arahku dengan tatapan aneh."Kenapa?" tanyaku risih."A Hasan pake apa itu? Kalian beneran ....""Beneran apa?" desakku."Kalian beneran ... ngepet?""Hah?" Aku dan Asmi saling melirik dengan mata melongo."Ngepet?" Asmi mengulang."Ya ngepet, kalian ngepet biar bisa dapat duit banyak 'kan?" "Astagfirullah Dewi, apa-apaan kamu teh? Omongannya kenapa ngaco begitu atuh ah.""Tapi bener 'kan Teteh sama A Hasan ngepet? Buktinya itu di dalam ada lilin sama baskom isi daun terus A Hasan pake jubah hitam begini," timpal si Putri sambil terus menerus lirik-lirik ke dalam kamar."Astagfirullah." Asmi elus dada sambil geleng-geleng kepala. Sementara aku cek

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status