Share

Part 8

Satu-satunya suara yang memecah ketenangan ruang perawatan itu, adalah bunyi mesin monitor yang secara konstan menampilkan angka dan garis-garis grafik organ tubuh pasien. Mulai dari detak jantung, kadar oksigen dalam darah, dan tekanan darah. Suara detak jantung yang menggemadari mesin itu memastikan bahwa tubuh yang tengah berbaring di kasur masihlah bernapas, meskipun masih begitu betah dengan tidur panjangnya.

Alea berjalan mendekat, duduk di kursi samping ranjang. Menyentuh tangan mamanya yang dingin tetapi menyalurkan kehangatan di hati Alea. Merangkul hati Alea dengan kasih sayang khas orang tua yang membuat hati Alea menjadi sejuk dan sangat tenang.

Dengan alat bantu pernapasan yang menutupi hidung dan mulut mamanya, dengan mata terpejam erat, dan dengan pipinya yang tirus. Di matanya, mamanya adalah wanita tercantik di dunia. Mamanya adalah sosok hangat, lemah lembut, dan penyayang seperti sebelum kepergian papanya bertahun-tahun yang lalu.

Mamanya memang begitu mencintai papanya. Rasa kehilangan yang amat sangat besarlah yang membuat mamanya berada dalam kondisi lemah dan tak berdaya seperti ini. Setelah kepergian papanya, mamanya lebih sering menyendiri, mengabaikan anak-anaknya. Di situlah titik terendah keluarga mereka. Satu persatu cobaan meruntuhkan kebahagiaan keluarga mereka. Dan penyebab papanya pergi adalah karena dirinya.

Seketika Alea menepis ingatan masa lalu yang timbul di sudut pikirannya ketika perutnya mulai terasa tak nyaman. Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Ia selalu butuh pertahanan diri yang lebih kuat dari kenangan masa lalu yang sudah terkubur dalam-dalam saat datang ke rumah sakit. Semuanya sudah terjadi dan menyalahkan dirinya sendiri tak akan mengembalikan satu detik pun dari semua waktu yang sudah terlewat. Tak akan mengurangi sedikit pun kepedihan keluarganya. Arsen sudah mengembalikan semuanya seperti semula, meski beberapa hal tak bisa kembali seutuhnya. Seperti kepergian papa dan keadaan mamanya saat ini.

“Apa Mama baik-baik saja hari ini?” Alea mengusap tangan lalu memasang senyum. “Putri Mama akan menikah, apa Mama tidak ingin melihat pernikahanku?”

Alea mengerjap, mencegah rasa panas yang mulai muncul di sudut mata. Hampir empat tahun melihat mamanya yang lemah dan tak berdaya, ternyata tak membuat Alea terbiasa dengan kepedihan.

Terkadang keputus-asaan mendera, tak tertahankan melihat kondisi mamanya yang tidak berkembang sedikit pun. Tetapi, ia percaya, ia tak pernah berhenti berharap, bahwa suatu saat nanti mamanya akan bangun dan kembali melengkapi kehidupan mereka. Melihat bahwa keluarga mereka masih hidup, masih berjuang, dan hidup dengan baik-baik saja. Sebagai penyemangat bahwa mamanya juga pasti bisa melewati cobaan ini juga.

Lama Alea termenung, menatap wajah mamanya yang tak pernah bosan ia nikmati. Seolah dengan melihat mamanya yang bernapas, ia masih memiliki cinta dan kasih orang tua. Menyerap semua kasih sayang dari wajah pucat itu sebagai kekuatan untuk bertahan hidup.

Tak lama, keheningan ruangan itu terpecah oleh suara pintu yang dibuka. Alea memutar kepala dan melihat kakak sulungnya muncul.

“Kau di sini?” Sekilas keterkejutan muncul di manik Arsen melihat Alea yang duduk di samping ranjang mamanya. Memasang ketenangan di wajah, ia pun menutup pintu dan berjalan mendekati Alea.

Alea mengerutkan kening. Arsen tak pernah datang ke rumah sakit di waktu jam kerja seperti saat ini. Kakaknya itu selalu menyempatkan diri untuk melihat mamanya sebelum berangkat atau sepulang kerja. Kecuali ...

“Apa dokter memanggilmu?” tanya Alea dengan kekhawatiran yang mulai muncul di matanya.

Arsen menggeleng. Berhenti tepat di samping Alea dan menjawab dengan sikap santainya. “Aku sedang ada pertemuan di dekat sini,” bohongnya.

Dokter memanggilnya secara mendadak beberapa hari yang lalu. Keadaan mamanya tiba-tiba kritis karena serangan jantung dan beruntung berhasil melewati masa kritis setelah dipindahkan di ruang ICU selama tiga hari. Itulah sebabnya  Arsen menyempatkan waktu untuk mengecek keadaan mamanya lebih sering daripada biasanya. Alea tak tahu menahu tentang hal itu dan Arsen tak berniat memberitahu tentang keadaan mamanya yang semakin menurun.

Semua kerja keras Arsen dan harapan yang dimiliki Alea tak sedikit pun menggerakkan hati Natasya Mahendra untuk membuka mata. Seolah mamanya sudah terlalu bosan dan enggan untuk hidup lebih lama lagi. Tersesat dalam harapan yang mati. Menyerah pada pahitnya kehidupan. Tak sabar meninggalkan buah cinta yang pernah mewarnai kehidupan mamanya untuk bergabung dengan sang kekasih di keabadian.

Ck, mamanya memang seegois itu.

Dari mamanya, Arsen tak pernah tahu dan tak berniat mencari tahu dengan yang namanya cinta. Hidupnya sudah terlalu berat tanpa ada kata sialan itu. Sudah cukup apa yang terjadi pada mamanya dijadikan sebagai contoh menyedihkan sebuah kehidupan. Baginya, cinta adalah kekosongan, kehampaan, dan satu-satunya alasan orang bersikap bodoh. Semua itu adalah gambaran yang gamblang menjelaskan tentang keadaan mamanya. Atau seperti itulah cinta yang mamanya kenal. Karena bagi seorang, cinta yang ia ketahui bukanlah sebuah rasa atau sebentuk emosi. Melainkan hanya salah satu bentuk dari materi. Yang bisa disentuh dengan tangan dan dilihat dengan mata. Seberapa banyak kau bisa memberikan kemewahan, maka cinta akan membalasnya dengan cara yang seimbang.

Nyatanya, Karen baik-baik saja setelah perjodohan yang ia atur. Adik perempuannya itu bahagia dengan semua kemewahan yang diberikan sang suami. Dan Alea, awal kali mungkin adik bungsunya itu bersikeras menolak rencana ini. Arsen bisa memaklumi itu.

Karena Alea tipe orang yang tak bisa dengan mudah akrab dengan orang asing. Alea selalu bermasalah dan menjaga jarak dengan orang asing. Bahkan adiknya itu selalu mengeluh saat ada salah satu pelayan baru menggantikan pelayan lama yang berhenti lalu mulai menjaga jarak dan merasa tak nyaman.

Akan tetapi, Arsen yakin adiknya itu juga akan berakhir sama seperti Karen. Akan bahagia dengan segala kemewahan yang dimanjakan Cage untuk Alea.

“Apa mama baik-baik saja?”

“Ya, dia baik-baik saja.” Arsen menyentuh pundak Alea, meremasnya sedikit dan Alea mendesah dengan lega. Kemudian, tatapan Arsen kembali pada mata sang mama yang terpejam. Berharap dalam hatinya, ‘Setidaknya Mama harus bertahan sampai Alea menyelesaikan pernikahannya, kan? Aku akan membuatnya menjadi wanita tercantik di hari pernikahannya.’

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status