Beranda / Romansa / Istri Idaman Tuan Ares / 7. Bukan Wanita Bodoh

Share

7. Bukan Wanita Bodoh

Penulis: Irma W
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-10 18:34:16

Beruntung karena semua orang sudah tertidur. Namun, tetap saja Anggun meminta Nando untuk membawa Ares secara perlahan dan sebisa mungkin tanpa bersuara. Meskipun harus bersusah payah membawa Ares dengan setengah menyeret, akhirnya Ares jatuh bisa di atas ranjang Anggun.

Nando terlihat sedang mengatur napasnya sambil membungkuk bersangga pada tangan menekan lututnya. Sementara Anggun, sedang menggigit bibir sambil memandangi Ares yang tergeletak dan masih terpejam.

“Kalau sudah begini mau bagaimana, Tuan?” tanya Anggun sedikit panik.

Ya ... meskipun katanya sebentar lagi akan menjadi sepasang suami istri, tapi melihat ada Ares di dalam kamarnya tentu membuat Anggun gugup dan takut.

“Biarkan Tuan Ares menginap semalam di sini,” ucap Nando saat sudah berdiri tegak.

Dari cara Nando berbicara, terlihat kalau dia masih tersengal-sengal.

“Menginap di sini?” pekik Anggun. “Kenapa tadi Tuan Ares tidak dibawa pulang saja? Dan kenapa justru di bawa ke sini?” Anggun terus bertanya.

Nando menghela napas. “Jadi begini ... Tuan Ares mabok dan dia baru saja muntah-muntah. Aku tidak mau membawanya pulang karena jaraknya terlalu jauh,” ujar Nando.

Anggun mendesis dan sempat mondar-mandir. “Tapi kalau ayahku tahu bagaimana? Aku tidak mau terkena masalah.”

“Tenang, Nona. Besok pagi aku akan datang dan menjelaskan semuanya pada keluarga Nona. Bagaimana?” Nando menatap dalam-dalam wajah Anggun.

Karena tak tega melihat raut wajah Nando yang kelelahan, Anggun pada akhirnya mengangguk. Dan lagi, kalau Anggun lihat, sepertinya Tuan Ares sedang ada masalah. Mungkin itu kenapa dia sampai mabok.

Sesudah Nando pergi, di dalam kamarnya Anggun masih memutar-mutar memandangi wajah Ares yang terpejam. Anggun bingung harus berbuat apa sekarang. Rasa kantuknya saja mendadak hilang entah ke mana.

“Mareta.” Suara berat itu membuat Anggun yang hendak duduk mendadak urung.

Anggun berdiri dan mengamati wajah Ares untuk memastikan suara itu apakah berasal dari bibir Ares atau bukan.

“Mareta ... kenapa kau tega padaku?”

Benar, suara itu memang milik Ares. Dan Mareta, siapa Mareta? Anggun nampak tertegun sambil menunggu bibir itu bergerak dan berbicara lagi.

“Mareta, kau harus tahu ... aku masih mencintaimu. Kenapa kau mau menikah dengan Rangga?”

Ares terus meracau dan kali ini membuat Anggun mulai bingung dan panik.

“Dia itu sedang meracau tentang apa?” gumam Anggun yang sudah berdiri dengan kepala miring.

“MARETA!”

Ares duduk tertegak dengan bola mata membelalak. Sementara Anggun yang terkejut, sudah terjungkat mental hingga jatuh di atas lantai.

Dalam posisi duduk dan dua telapak tangan masing-masing berada di atas paha, Ares terlihat seperti orang yang baru saja lari maraton. Napasnya berderu cepat dan ngos-ngosan.

Meskipun takut, pelan-pelan Anggun menaikkan kepala hingga pandangannya bertemu dengan Ares.

“Aaaaa!!! Kau siapa!” teriak Ares tiba-tiba sambil melempar bantal tepat mengenai wajah Anggun.

Anggun yang tidak siap sama sekali dengan serangan itu langsung gelagapan sendiri.

“Siapa kau!” tanya Ares lagi sambil berdiri dengan kedua lututnya di atas ranjang.

“I-ini aku, Tuan.” Anggun menggeser bantal yang jatuh di wajahnya.

“Ka-kau?” pekik Ares saat itu.

Ares langsung tergugah dan mulai menyapu pandangan ke seluruh ruangan.

“Ini kan?” Ares memandangi kamar ini sekali lagi. “Kamar si kepang dua itu?”

Pandangan Ares kembali menyorot pada sosok gadis yang sedang mencoba berdiri sambil memeluk bantal.

“Hei kau!” hardik Ares dengan acungan jari. “Katakan, kenapa aku bisa ada di kamarmu!”

“Itu Tuan. Itu ....” Anggun mendadak gemetaran.

“Itu? itu apa?” gertak Ares tanpa peduli dengan ketakutan Anggun.

“Dia yang salah, kenapa aku yang ketakutan?” gumam Anggun dalam hati.

Tiba-tiba, Anggun berkacak pinggang dan memberanikan diri menatap Ares. “Coba kau ingat-ingat kenapa bisa sampai di sini? Jangan membentakku seenaknya!” salak Anggun.

“Kau!” Ares mengacungkan jari telunjuk, tapi Anggun langsung membalas dengan pelototan.

Ares menghela napas. Setelah itu beralih posisi duduk di bibir ranjang. Bibirnya mengatup rapat sementara punggungnya sedikit membungkuk dengan jemari memijat kening.

“Kenapa Aku bisa berada di sini?” batin Ares.

Ares tengah mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya sedang terjadi. Hingga waktu berlalu sekitar lima menit, barulah Ares mendongakkan kepala dan menatap Anggun yang masih berdiri berkacak pinggang.

“Apa kau sudah ingat?” sinis Anggun. “Dasar merepotkan!”

Ares melotot tajam. “Apa kau bilang?”

Anggun refleks meringis. “Ah, tidak. Bukan apa-apa.” Dua telapak tangan Anggun mengibas berlawanan.

“Aku tidak tuli ya!” sungut Ares. “Katakan, siapa yang membawaku kemari?” tanya Ares kemudian.

“Tuan Nando,” jawab Anggun malas.

“Nando?” Ares menaikkan kedua alisnya.

“Hem,” sahut Anggun lagi. “Katanya kau muntah-muntah. Dasar tukang mabok!” untuk bagian terakhir tentunya Anggun hanya berkata dalam hati.

Ares seketika menghela napas lagi. “Ambilkan aku minum. Tenggorokanku kering,” perintah Ares tiba-tiba.

“Selalu saja minta minum,” gerutu Anggun tanpa bergerak.

“Kau bilang apa?” pekik Ares.

“Tidak, tidak ada.” Anggun berbalik badan. “Akan segera aku ambilkan.

Sampai di dalam dapur, Anggun masih menggerutu. Ini sudah lewat tengah malam dan bisa disebut dini hari, kenapa masih membulatkan mata? Anggun sungguh bernasib sial karena Ares.

“Ini, Tuan.” Anggun mengulurkan gelas dengar air mineral di dalamnya.

Tanpa ucapan terima kasih atau apa pun, Ares langsung meraih gelas itu dan meneguknya hingga habis.

“Ini.” Gelas kosong Ares kembalikan pada Anggun.

Kalau saja boleh dan berani, Anggun ingin sekali menendang pria ini untuk segera keluar dari kamarnya.

Ares terlihat termenung setelah menghabiskan satu gelas air putih. Tatapannya kosong dengan pikiran yang macam-macam. Ada bayang-bayang Mareta sekilas melintas dengan cepat. Tak lama kemudian, muncul bayang-bayang Rangga yang sedang menggandeng lengan Mareta dengan mesra.

Menundukkan kepala sebentar, dan saat mendongak dengan mata terpejam, Ares justru mendapati bayang-bayang Anggun dengan rambutnya yang berkepang dua dan sebaris poni di keningnya.

“Dia tidak buruk,” gumam Ares dalam hati saat mendapati Anggun tengah duduk di kursi sambil menguap.

Rambut gadis itu tidak terlihat sedang di kepang, melainkan di biarkan tergerak jatuh hingga ke punggung. Ada beberapa helai yang nyangkut di pundak.

“Aku ngantuk. Aku mau tidur.” Ares membaringkan tubuhnya di atas ranjang. “Kau cari tempat lain untuk tidur.”

Anggun langsung melongo saat Ares berkata demikian. Karena tak mau berdebat dan rasa kantuk sudah mulai menyerang, Anggun segera meraih selimut lain kemudian menggelarnya di atas lantai.

Beberapa menit kemudian sudah tidak ada pergerakan, Ares memutar posisi tidurnya miring ke sebelah kiri hingga bisa melihat Anggun yang sudah tertidur di atas lantai beralaskan selimut.

“Dasar wanita bodoh!” gerutu Ares saat masih mengamati tubuh Anggun yang meringkuk.

“Mau-maunya tidur di atas lantai. Kau kan bisa cari sofa atau kamar lain mungkin.” Ares mendecih kemudian ikut memejamkan mata.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Vina Vi
keren........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 57 (Tamat)

    Sesuai saran Rena, pelan-pelan Ares mendekati Anggun yang saat ini sedang menangis di sudut ranjang. Anggun menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan kedua tangannya yang terlipat.Dari jarak beberapa meter saja, Ares bisa mendengar dengan jelas kalau Anggun masih terus menangis hingga tubuhnya bergetar.“Anggun,” panggil Ares dengan sangat pelan.Anggun mendongak sekilas sebelum akhirnya menelungkup lagi. Ares hampir saja menjerit saat melihat wajah Anggun yang sembab, tapi kemudian memilih membisu dan mendekat.Ares tak peduli jika nanti Anggun marah atau berteriak, tapi Ares tetap maju dan ikut naik ke atas ranjang. Anggun tak bergerak selain tetap menelungkup.“Anggun ... maafkan aku,” kata Ares. Ares hampir meraih siku Anggun, sayangnya lolos karena Anggun menyingkir.“Maafkan aku, Anggun. Aku hanya cemburu.” Ares kian mendekat dan kali ini berhasil merengkuh tubuh Anggun.“Lepaskan aku!” Anggun berontak, tapi Ares tetap mendekapnya.“Tidak sebelum kau memaafkan aku,” Ares kian

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 56

    Hampir setengah jam Ares mondar mandir di ruang tamu. Menunggu Anggun yang tak kunjung pulang, membuat Ares meradang. Ares marah, tapi juga khawatir. Nomor Anggun berulang kali ia hubungi juga tak kunjung tersambung.“Kau di mana?” gumam Ares masih dengan mondar-mandiri.Cekleeek ...Seketika Ares berbalik badan dan mendongak. Pintu terbuka dan seseorang menyembul dari baliknya.Melihat siapa yang datang, Ares seketika menggeram keras sambil mengepalkan kepalan di udara. Rena yang terkejut lantas masuk dengan perasaan bingung.“Kau kenapa?” tanya Rena saat sudah mendekat.Rena meraih pundak Ares dan bertanya lagi. “Heh, kau kenapa?”Ares meraup wajah lalu menghempas duduk di atas sofa. Rena yang masih belum mengerti, angkat bahu kemudian ikut duduk.“Ada apa?” Rena bertanya lagi. “Ada masalah?”“Anggun belum pulang,” jawab Ares.“Ha?” Anggun ternganga. “Belum pulang? Memangnya Anggun kemana?”Ares tidak menjawab dan hanya mendesah.Tak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Keduanya mendo

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 55

    Klunting!Satu pesan singkat masuk ke ponsel Anggun yang berada di atas pangkuan. Anggun yang kala itu sedang duduk bersantai sambil menonton televisi, segera meraih ponselnya lalu membuka pesan masuk tersebut.“Nomor siapa ini?” batin Anggun. Karena penasaran, Anggun pun menggeser lagi layar ponselnya. Dan saat itu juga muncullah serentetan pesan bergambar.Anggun menutup mulutnya yang terbuka dengan satu telapak tangan. Matanya berkedut tanpa beralih pandangan pada layar ponselnya yang masih menyala. Anggun mulai bergetar ketika melihat tanggal yang tertera di gambar tersebut. Itu artinya, foto ini di ambil saat Ares meninggalkan Anggun di rumah ayah mertua.“Bukankah ini ... em?” Anggun nampak berpikir. “Ini ... ini wanita yang sempat datang ke apartemen beberapa bulan yang lalu. Aku lupa namanya.”Saat Anggun hendak melempar ponselnya di ruang kosong di samping ia duduk, ponsel tersebut tiba-tiba berdering. Nomor yang baru saja mengirim gambar tersebut menelpon.Anggun menelan lud

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 54

    Pagi hari, Ares menyempatkan diri menengok ayahnya. Beliau sudah mendingan karena hari ini sudah bisa ikut sarapan bersama. Wajahnya pun terlihat sudah tidak terlalu pucat.“Ayah sudah sehat?” tanya Anggun.“Tentu saja sehat. Kau pikir suamiku akan sakit terus?!” Ana menyerobot menjawab. “Atau kau suka kalau mertuamu sakit?”Anggun terdiam sambil mencengkeram tangan Ares di bawah meja.“Istriku. Jangan membuat kegaduhan, Anggun hanya bertanya. Toh selama aku sakit, dia yang sering membantuku,” timpal Bian.“Apa maksudmu? Jadi kamu pikir Mareta juga tidak membantu?” Ana melirik tajam ke arah Anggun.Ares mungkin marah, tapi dia sedang menahannya dan menunggu reaksi apa yang akan terjadi selanjutnya.“Kau coba tanya saja pada Mareta. Aku tidak mau membeda-bedakan menantuku, tapi karena kau selalu memancingku, aku juga bisa marah.”Pagi di ruang makan mulai terlihat kacau. Bian baru saja sembuh dan sang istri justru memanggil kegaduhan.“Jangan memancing amarahku di ruang makan!” gertak

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 53

    Sekitar pukul sepuluh malam Ares sampai di rumah lagi. Suasana rumah sudah sepi, lampu-lampu di lantai bawah pun sudah di matikan. Hanya terlihat satu sinar terang dari arah dapur. Karena haus, Ares pun berbelok ke arah dapur. Ia pikir Anggun ada disana, karena sering kali malam-malam Anggun merasa lapar.“Kau?” pekik Ares saat yang ia jumpai di dapur bukanlah Anggun melainkan Mareta.Mareta menoleh sambil memegang gelas berisi air mineral. “Hai, Ares. Kau baru pulang?”“Hem.” Ares memilih acuh.Meski Mareta berniat menghalangi jalan dengan berdiri di depan meja konter, tapi Ares terap maju untuk meraih sepoci air mineral yang ada di belakang Mareta.“Awas, aku mau ambil minum,” kata Ares.“Oh, maaf.” Mareta menyingkir, tapi mendadak kakinya terkilir.Ares yang belum sempat meraih gelas lebih dulu menangkap tubuh Mareta yang sudah miring dan hampir jatuh. Gelas yang Mareta pegang masih aman, tapi air di dalamnya sudah tumpah membasahi lantai.“Kalian sedang apa?” tanya Anggun yang tib

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 52

    Sore harinya, Anggun dan Ares kembali ke rumah. Bukan untuk bermalam, tapi rencananya hanya untuk memberikan buah yang tadi sempat dibeli di pasar. Namun, karena mendadak Ares mendapat panggilan dari Nando, Ares terpaksa harus meninggalkan Anggun di rumah ini.“Aku tinggalkan kau sebentar tak apa kan?” tanya Ares. “Aku mau mengajakmu, tapi takutnya nanti sampai larut malam.”“Tidak apa-apa. Aku sudah biasa di rumah ini kan?”“Kalau Mareta mengganggumu, kau bisa telpon aku. Oh atau nanti aku akan suruh Mareta datang. Bagaimana?”Melihat ekspresi Ares yang terlihat begitu khawatir, Anggun jadi ingin tertawa. Namun, karena tak mau membuat Ares marah, Anggun mengumpat tawa dengan cara memeluk tubuh Ares.“Tidak usah, aku akan baik-baik saja di sini. Tidak ada yang akan menyakitiku.”Setelah obrolan singkat itu, pada akhirnya Ares benar-benar meninggalkan Anggun. Kalau saja tempat tujuannya searah dengan jalur ke apartemen, mungkin Ares akan mengantar Anggun pulang dulu. Namun, karena jar

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 51

    Sayangnya kepindahan mereka ke luar kota harus tertunda. Ayah mendadak sakit dan tidak mengijinkan Ares untuk pindah lebih dulu. Ares sempat jengkel karena semua rencana membawa Anggun pergi dari kota ini gagal. Namun, sebagai sang istri, Anggun tentunya mencoba membujuk supaya Ares mau bertahan di sini sampai ayah sembuh."Kita tunggu sampai ayah sembuh, Sayang." Kalau sudah dipanggil dengan sebutan sayang, mendadak perasaan Ares menjadi lumer."Tapi aku tak mau tinggal di rumah itu," kata Ares."Iya. Kan kita tinggal di sini." Anggun merangkul lengan, lantas mendaratkan kepala di pundak Ares. "Kita siap-siap."Ares menunduk mencari wajah Anggun. Memberi satu kecupan di bibir sembari mengelus kening Anggun. “Kau tidak boleh dekat-dekat dengan Mareta.”Anggun mengangguk. “Ya sudah aku ganti baju dulu.” Anggun lantas berdiri.Setelah semua sudah beres, Anggun dan Ares kemudian meninggalkan apartemen dan pergi menjenguk ayahnya di rumah.“Suamiku, harusnya kau tidak usah mencegah Ares u

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 50

    “Sampai sini saja. Ini sudah malam juga,” kata Ares saat dua koper besar sudah di depan pintu apartemen. “Kau antar Rena pulang.” Ares berkata pada Nando.“Baik, Tuan.” Nando mengangguk.“Kabari aku kalau kau sudah beneran pindah ke rumah baru,” kata Rena.Ares tersenyum. “Pasti.”Setelah Nando dan Rena pergi, Ares segera masuk ke dalam. Menyeret koper bergantian, kemudian Ares meletakkannya di samping lemari besar di dekat rak TV. Setelah itu, Ares menghela napas sambil menyugar rambutnya ke belakang. “Melelahkan juga ternyata.”“Apa Anggun sudah tidur?” gumam Ares. Didapati jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Perlahan-lahan, Ares membuka pintu kamar. Lampu masih menyala terang. Ares menutup pintu kemudian berbalik dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berhenti di gazebo di dekat jendela, Ares mendapati sosok Anggun tengah meringkuk dengan kedua telapak tangan terhimpit di antara paha.Ares mendekat. Tak mau sampai Anggun terbangun, Ares mulai men

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 49

    Sebelum kembali ke rumah, Ares mampir terlebih dulu ke restoran. Rencananya Ares akan menelpon Nando, tapi berhubung ponselnya tertinggal di apartemen, pada akhirnya Ares terpaksa menemui Nando di restoran.Sampai di sana—di ruang khusus menejer—Ares dikejutkan dengan adanya Rena di dalam sana. Rena tengah duduk tak jauh dari Nando di atas sofa.“Kau di sini?” tanya Ares pada Rena. Rena meringis. “Jangan bilang kalian?”Mereka berdua saling pandang sebelum akhirnya sama-sama meringis menatap Ares.Ares nampak menghela napas, lalu memutar bola malas. “Baguslah. Aku senang ada yang kau sama Rena.”“Apa!”“Pfff!”Jika Rena melotot, Nando justru sedang mengumpat tawa.“Kau menertawakanku, ha?” sembur Rena“Aduh!” jerit Nando saat telapak tangan mendarat di pundaknya. “Sakit tahu!”Saat mereka berdua hendak mulai adu mulut dan saling memukul, Ares sudah lebih dulu menyela. “Diamlah!”Sesaat keduanya langsung diam. Meski sempat saling mencebik dan lirik, tapi kemudian mereka berdua foku

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status