Home / Romansa / Istri Idaman Tuan Ares / 6. Datang Dan Mabuk

Share

6. Datang Dan Mabuk

Author: Irma W
last update Last Updated: 2023-08-06 18:08:37

Setelah dari rumah Anggun, Ares pulang naik taksi. Tidak pulang ke rumah, melainkan Ares beralih jalur menuju sebuah kelab di pinggiran kota.

Minum sedikit mungkin tidak ada masalah. Setidaknya untuk menghilangkan sedikit rasa stres karena sebentar lagi harus mengadakan pernikahan dengan seorang wanita yang sama sekali tidak dicintainya.

“Beri aku wine, anggur, bir, Wisky atau semacamnya,” pinta Ares pada salah satu bar tender.

Sambil menunggu minumannya datang, Ares memandangi sekumpulan orang-orang yang tengah berjoget ria di bawah sinar lampu kelap-kelip diiringi sebuah musik.

“Kenapa mereka bisa berjoget ria seperti itu?” tanya Ares dalam hati. “Apa mereka sama sekali tidak ada beban hidup?”

Ares memutar pandangan saat minumannya datang. Meneguknya hingga habis, kemudian matanya mengerjap-kerjap merasai lidahnya yang terasa seperti mengisap sesuatu.

“Halo, Tampan.” Seorang wanita datang mendekat dan bergelayut manja. “Mau aku temani?”

Ares terlihat menaikkan satu ujung bibirnya. Wanita itu sudah merangkulnya sambil memainkan kancing kemejanya yang terbuka di bagian atas.

“Tidak. Tidak perlu.” Ares menyingkirkan wanita penggoda itu. “Jangan menyentuhku!”

“Aku akan memberimu kepuasan malam ini.” Wanita itu belum menyerah.

Melihat Ares yang mulai pusing, wanita itu dengan lancangnya minta duduk di pangkuan Ares.

Kepalanya sudah teras berat. Ares mencoba mendorong wanita itu secara paksa.

“Menyingkirlah!” Ares mendorong wanita tersebut hingga sempoyongan—hilang kendali.

Berdecak keras, wanita itu langsung merengut. Setelah mengentakkan kedua kakinya bergantian, akhirnya dia pergi meninggalkan Ares.

“Dasar wanita gila!” sembur Ares saat wanita itu melenggak menjauh. “Satu lagi!” teriak Ares kemudian sambil mengangkat gelasnya yang sudah kosong.

Gelas itu terisi kembali. Tersungging senyum di bibirnya sambil menyeringai. Setelah meneguk habis, Ares beranjak dari tempat duduknya.

“Sebaiknya malam ini aku tidur di apartemen saja,” gumam Ares sambil merogoh ponsel saat berdiri di halaman kelab.

Belum sempat menelpon, mata Ares terasa berkunang-kunang. Ares seperti melihat mobil-mobil yang melaju di sana seolah-olah pecah menjadi beberapa bagian. Semakin merasa pusing, Ares mendadak ambruk dan tersungkur di atas aspal.

“Ares! Ares!” seseorang menemukan Ares tengah pingsan. “Bangun Ares!” kedua pipi Ares ia tepuk secara bergantian.

Melihat ponsel Ares menyala di atas telapak tangan, Mareta langsung meraihnya.

“Nando?” pekik Mareta saat itu.

“Ha-halo, Nando.” Mareta terlihat panik.

Di seberang sana, Nando tentunya terkejut dengan suara wanita di balik ponsel.

“Siapa ini? Di mana Tuan Ares?” tanya Nando.

“Ini aku, Mareta. Jangan banyak tanya dulu. Cepat datang ke kelab.”

Tut! Ponsel langsung terputus mendadak. Ternyata ponsel itu mati.

“Hei, Ares!” Mareta menepuk pipi Ares sambil mengangkat kepalanya dalam pangkuan.

“Bangun Ares.”

Ares tak kunjung bangun, sampai akhirnya Nando datang menjemput. Melihat sang majikan tergeletak di atas jalanan, Nando bergegas ke luar dari dalam mobil.

“Apa yang terjadi?” tanya Nando saat sudah ikut jongkok di hadapan Ares dan Mareta.

“Aku tidak tahu,” jawab Mareta. “Aku tidak sengaja menemukannya di sini.”

Mareta membantu Nando mengangkat tubuh Ares. Membukakan pintu mobil belakang kemudian segera membawa Ares masuk ke dalamnya.

Sementara Ares sudah berbaring di jok belakang, Nando beralih pandangan pada Mareta.

“Apa Tuan Ares mabok?” tanya Nando.

“Sepertinya. Dia bau minuman beralkohol,” sahut Mareta.

“Kenapa Nona ada di sini?” tanya Nando. “Apa pergi bersama Tuan Ares?”

“Ah, tidak, tidak!” Mareta mengibaskan dua tangannya bersamaan. “Aku tidak sengaja melihatnya.”

“Memangnya Nona mau ke mana?” tanya Nando.

“A-aku, aku baru saja menemui temanku. Tapi ... aku tunggu-tunggu dia tidak datang.” Mareta menjawab dengan gugup.

Jujur saja, Nando sedikit penasaran. Kenapa wanita sekalem Mareta bisa berada di tempat seperti ini. Kalem, ya ... itu menurut pandangan semua orang tentang wanita ini.

Cantik, lemah lembut, dan jauh dari kata wanita nakal. Seharusnya benar begitu.

“Kalau begitu, saya permisi. Sekali lagi terima kasih.” Nando menunduk lalu berbalik dan masuk ke dalam mobil.

Saat mobil sudah melaju, Nando sempat memandangi Mareta dari balik kaca spion luar. Wanita itu masih berdiri sambil memandangi mobil ini yang semakin jauh melaju.

“Kenapa Nona Mareta ada di sana?” tanya Nando. “Apa dia juga sering pergi ke kelab? Hm, bukankah dia anti hiburan malam ya? Begitu yang Tuan Ares katakan padaku.”

Ares masih bergumam tanpa ada yang mendengar atau menyahuti. Sementara di jok belakang, Ares masih terpejam tanpa suara. Hingga tiba-tiba ...

HUEK!

Ares terbangun dan langsung mengeluarkan isi perutnya. Ares muntah hingga mengotori hampir seluruh jok belakang.

Ares yang terkejut, terpaksa menghentikan mobilnya lalu segera menghampiri majikannya.

“Tuan. Tuan Ares, kau tidak apa-apa?” Nando membuka pintu mobil dan langsung membatu Ares bersandar di jok.

“Uh!” Nando mengerutkan wajah dan mengatupkan kedua hidungnya saat bau alkohol bercampur muntahan dari perut Ares.

“Kalau sudah begini, bagaimana aku bisa membawanya pulang?” Nando berdiri. Ia berkacak pinggang sambil mondar-mandir sesaat untuk mengamati area sekitar.

“Hei, Nando!” suara berat dari dalam mobil membuat Nando berbalik cepat.

“Iya, Tuan.” Nando membungkuk dan memasukkan kepala ke dalam mobil lagi.

“Aku di mana ini?” tanya Ares sambil mencengkeram kepala. “Dan, uh! Bau apa ini?” Ares mengerutkan wajah.

Nando hanya nyengir sambil garuk kepala. “Anu Tuan...”

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Ares sudah muntah lagi. Kalau begini kondisinya, Nando tidak mungkin membawa Ares pulang. Jaraknya masih terlalu jauh untuk sampai rumah.

HUEK!

Nando semakin nyengir ngeri tatkala Majikannya terus muntah-mutah.

“Tunggu dulu.” Ares berdiri tegak menghadap jalanan menuju kompleks perumahan.

“Ini, ini kan?”

Tak melanjutkan kalimatnya, Nando langsung masuk ke dalam mobil. Untuk sementara Nando membiarkan sang majikan terkapar di jok belakang. Jaraknya sudah dekat, jadi Ares tidak terlalu tersiksa di belakang sana.

Mobil Nando sudah memasuki halaman rumah seseorang. Sebelum mengurus sang majikan lagi, Nando berlari cepat menuju teras rumah tersebut.

Buru-buru, Nando menekan tombol bel yang berada tak jauh dari bibir pintu. Nando menunduk melihat pergelangan tangannya. Ternyata sudah pukul sepuluh malam. Semoga saja masih ada orang di dalam sana yang belum tertidur.

“Maaf, siapa ya?” seseorang membukakan pintu sambil mengucek-ucek kedua matanya.

Ini sudah larut, dan Nando ingin memberikan tepuk tangan untuk gadis dengan rambut awut-awutan di hadapannya ini.

“Ini saya, Nona.” Nando tersenyum.

Anggun mengerjap-kerjapkan mata sambil mengamati wajah Nando.

“Ka-kau? Kau kan ...”

“Ya, ini saya, Nando. Asisten tuan Ares.”

Memandang ke arah lain, Anggun seperti tengah mencari sesuatu.

“Kalau begitu, ada perlu apa Tuan datang kemari?” tanya Anggun penasaran.

Nando tidak menjawab. Nando hanya meminta Anggun untuk mengikuti langkahnya menuju mobil.

“Maaf, Tuan.” Anggun menghentikan kakinya. “Saya tidak mau.”

Kemungkinan Anggun mulai berpikiran buruk.

“Tenang Nona. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin minta tolong.” Nando membuka pintu mobil belakang.

Karena suasana malam yang remang-remang, Anggun harus lebih jeli menatap sosok apa yang berada di sana. Tanpa sadar, Anggun sudah melangkahkan kedua kakinya lagi.

“Astaga! Ini kan ...!” Anggun seketika mengatupkan bibir dengan kedua telapak tangan. Bola matanya membelalak menatap sosok yang tengah terbaring dengan bau yang sangat menyengat.

Nando memberi anggukan saat Anggun menoleh sambil menatapnya ngeri.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 57 (Tamat)

    Sesuai saran Rena, pelan-pelan Ares mendekati Anggun yang saat ini sedang menangis di sudut ranjang. Anggun menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan kedua tangannya yang terlipat.Dari jarak beberapa meter saja, Ares bisa mendengar dengan jelas kalau Anggun masih terus menangis hingga tubuhnya bergetar.“Anggun,” panggil Ares dengan sangat pelan.Anggun mendongak sekilas sebelum akhirnya menelungkup lagi. Ares hampir saja menjerit saat melihat wajah Anggun yang sembab, tapi kemudian memilih membisu dan mendekat.Ares tak peduli jika nanti Anggun marah atau berteriak, tapi Ares tetap maju dan ikut naik ke atas ranjang. Anggun tak bergerak selain tetap menelungkup.“Anggun ... maafkan aku,” kata Ares. Ares hampir meraih siku Anggun, sayangnya lolos karena Anggun menyingkir.“Maafkan aku, Anggun. Aku hanya cemburu.” Ares kian mendekat dan kali ini berhasil merengkuh tubuh Anggun.“Lepaskan aku!” Anggun berontak, tapi Ares tetap mendekapnya.“Tidak sebelum kau memaafkan aku,” Ares kian

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 56

    Hampir setengah jam Ares mondar mandir di ruang tamu. Menunggu Anggun yang tak kunjung pulang, membuat Ares meradang. Ares marah, tapi juga khawatir. Nomor Anggun berulang kali ia hubungi juga tak kunjung tersambung.“Kau di mana?” gumam Ares masih dengan mondar-mandiri.Cekleeek ...Seketika Ares berbalik badan dan mendongak. Pintu terbuka dan seseorang menyembul dari baliknya.Melihat siapa yang datang, Ares seketika menggeram keras sambil mengepalkan kepalan di udara. Rena yang terkejut lantas masuk dengan perasaan bingung.“Kau kenapa?” tanya Rena saat sudah mendekat.Rena meraih pundak Ares dan bertanya lagi. “Heh, kau kenapa?”Ares meraup wajah lalu menghempas duduk di atas sofa. Rena yang masih belum mengerti, angkat bahu kemudian ikut duduk.“Ada apa?” Rena bertanya lagi. “Ada masalah?”“Anggun belum pulang,” jawab Ares.“Ha?” Anggun ternganga. “Belum pulang? Memangnya Anggun kemana?”Ares tidak menjawab dan hanya mendesah.Tak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Keduanya mendo

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 55

    Klunting!Satu pesan singkat masuk ke ponsel Anggun yang berada di atas pangkuan. Anggun yang kala itu sedang duduk bersantai sambil menonton televisi, segera meraih ponselnya lalu membuka pesan masuk tersebut.“Nomor siapa ini?” batin Anggun. Karena penasaran, Anggun pun menggeser lagi layar ponselnya. Dan saat itu juga muncullah serentetan pesan bergambar.Anggun menutup mulutnya yang terbuka dengan satu telapak tangan. Matanya berkedut tanpa beralih pandangan pada layar ponselnya yang masih menyala. Anggun mulai bergetar ketika melihat tanggal yang tertera di gambar tersebut. Itu artinya, foto ini di ambil saat Ares meninggalkan Anggun di rumah ayah mertua.“Bukankah ini ... em?” Anggun nampak berpikir. “Ini ... ini wanita yang sempat datang ke apartemen beberapa bulan yang lalu. Aku lupa namanya.”Saat Anggun hendak melempar ponselnya di ruang kosong di samping ia duduk, ponsel tersebut tiba-tiba berdering. Nomor yang baru saja mengirim gambar tersebut menelpon.Anggun menelan lud

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 54

    Pagi hari, Ares menyempatkan diri menengok ayahnya. Beliau sudah mendingan karena hari ini sudah bisa ikut sarapan bersama. Wajahnya pun terlihat sudah tidak terlalu pucat.“Ayah sudah sehat?” tanya Anggun.“Tentu saja sehat. Kau pikir suamiku akan sakit terus?!” Ana menyerobot menjawab. “Atau kau suka kalau mertuamu sakit?”Anggun terdiam sambil mencengkeram tangan Ares di bawah meja.“Istriku. Jangan membuat kegaduhan, Anggun hanya bertanya. Toh selama aku sakit, dia yang sering membantuku,” timpal Bian.“Apa maksudmu? Jadi kamu pikir Mareta juga tidak membantu?” Ana melirik tajam ke arah Anggun.Ares mungkin marah, tapi dia sedang menahannya dan menunggu reaksi apa yang akan terjadi selanjutnya.“Kau coba tanya saja pada Mareta. Aku tidak mau membeda-bedakan menantuku, tapi karena kau selalu memancingku, aku juga bisa marah.”Pagi di ruang makan mulai terlihat kacau. Bian baru saja sembuh dan sang istri justru memanggil kegaduhan.“Jangan memancing amarahku di ruang makan!” gertak

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 53

    Sekitar pukul sepuluh malam Ares sampai di rumah lagi. Suasana rumah sudah sepi, lampu-lampu di lantai bawah pun sudah di matikan. Hanya terlihat satu sinar terang dari arah dapur. Karena haus, Ares pun berbelok ke arah dapur. Ia pikir Anggun ada disana, karena sering kali malam-malam Anggun merasa lapar.“Kau?” pekik Ares saat yang ia jumpai di dapur bukanlah Anggun melainkan Mareta.Mareta menoleh sambil memegang gelas berisi air mineral. “Hai, Ares. Kau baru pulang?”“Hem.” Ares memilih acuh.Meski Mareta berniat menghalangi jalan dengan berdiri di depan meja konter, tapi Ares terap maju untuk meraih sepoci air mineral yang ada di belakang Mareta.“Awas, aku mau ambil minum,” kata Ares.“Oh, maaf.” Mareta menyingkir, tapi mendadak kakinya terkilir.Ares yang belum sempat meraih gelas lebih dulu menangkap tubuh Mareta yang sudah miring dan hampir jatuh. Gelas yang Mareta pegang masih aman, tapi air di dalamnya sudah tumpah membasahi lantai.“Kalian sedang apa?” tanya Anggun yang tib

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 52

    Sore harinya, Anggun dan Ares kembali ke rumah. Bukan untuk bermalam, tapi rencananya hanya untuk memberikan buah yang tadi sempat dibeli di pasar. Namun, karena mendadak Ares mendapat panggilan dari Nando, Ares terpaksa harus meninggalkan Anggun di rumah ini.“Aku tinggalkan kau sebentar tak apa kan?” tanya Ares. “Aku mau mengajakmu, tapi takutnya nanti sampai larut malam.”“Tidak apa-apa. Aku sudah biasa di rumah ini kan?”“Kalau Mareta mengganggumu, kau bisa telpon aku. Oh atau nanti aku akan suruh Mareta datang. Bagaimana?”Melihat ekspresi Ares yang terlihat begitu khawatir, Anggun jadi ingin tertawa. Namun, karena tak mau membuat Ares marah, Anggun mengumpat tawa dengan cara memeluk tubuh Ares.“Tidak usah, aku akan baik-baik saja di sini. Tidak ada yang akan menyakitiku.”Setelah obrolan singkat itu, pada akhirnya Ares benar-benar meninggalkan Anggun. Kalau saja tempat tujuannya searah dengan jalur ke apartemen, mungkin Ares akan mengantar Anggun pulang dulu. Namun, karena jar

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 51

    Sayangnya kepindahan mereka ke luar kota harus tertunda. Ayah mendadak sakit dan tidak mengijinkan Ares untuk pindah lebih dulu. Ares sempat jengkel karena semua rencana membawa Anggun pergi dari kota ini gagal. Namun, sebagai sang istri, Anggun tentunya mencoba membujuk supaya Ares mau bertahan di sini sampai ayah sembuh."Kita tunggu sampai ayah sembuh, Sayang." Kalau sudah dipanggil dengan sebutan sayang, mendadak perasaan Ares menjadi lumer."Tapi aku tak mau tinggal di rumah itu," kata Ares."Iya. Kan kita tinggal di sini." Anggun merangkul lengan, lantas mendaratkan kepala di pundak Ares. "Kita siap-siap."Ares menunduk mencari wajah Anggun. Memberi satu kecupan di bibir sembari mengelus kening Anggun. “Kau tidak boleh dekat-dekat dengan Mareta.”Anggun mengangguk. “Ya sudah aku ganti baju dulu.” Anggun lantas berdiri.Setelah semua sudah beres, Anggun dan Ares kemudian meninggalkan apartemen dan pergi menjenguk ayahnya di rumah.“Suamiku, harusnya kau tidak usah mencegah Ares u

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 50

    “Sampai sini saja. Ini sudah malam juga,” kata Ares saat dua koper besar sudah di depan pintu apartemen. “Kau antar Rena pulang.” Ares berkata pada Nando.“Baik, Tuan.” Nando mengangguk.“Kabari aku kalau kau sudah beneran pindah ke rumah baru,” kata Rena.Ares tersenyum. “Pasti.”Setelah Nando dan Rena pergi, Ares segera masuk ke dalam. Menyeret koper bergantian, kemudian Ares meletakkannya di samping lemari besar di dekat rak TV. Setelah itu, Ares menghela napas sambil menyugar rambutnya ke belakang. “Melelahkan juga ternyata.”“Apa Anggun sudah tidur?” gumam Ares. Didapati jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Perlahan-lahan, Ares membuka pintu kamar. Lampu masih menyala terang. Ares menutup pintu kemudian berbalik dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berhenti di gazebo di dekat jendela, Ares mendapati sosok Anggun tengah meringkuk dengan kedua telapak tangan terhimpit di antara paha.Ares mendekat. Tak mau sampai Anggun terbangun, Ares mulai men

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 49

    Sebelum kembali ke rumah, Ares mampir terlebih dulu ke restoran. Rencananya Ares akan menelpon Nando, tapi berhubung ponselnya tertinggal di apartemen, pada akhirnya Ares terpaksa menemui Nando di restoran.Sampai di sana—di ruang khusus menejer—Ares dikejutkan dengan adanya Rena di dalam sana. Rena tengah duduk tak jauh dari Nando di atas sofa.“Kau di sini?” tanya Ares pada Rena. Rena meringis. “Jangan bilang kalian?”Mereka berdua saling pandang sebelum akhirnya sama-sama meringis menatap Ares.Ares nampak menghela napas, lalu memutar bola malas. “Baguslah. Aku senang ada yang kau sama Rena.”“Apa!”“Pfff!”Jika Rena melotot, Nando justru sedang mengumpat tawa.“Kau menertawakanku, ha?” sembur Rena“Aduh!” jerit Nando saat telapak tangan mendarat di pundaknya. “Sakit tahu!”Saat mereka berdua hendak mulai adu mulut dan saling memukul, Ares sudah lebih dulu menyela. “Diamlah!”Sesaat keduanya langsung diam. Meski sempat saling mencebik dan lirik, tapi kemudian mereka berdua foku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status