Butik di liburkan selama tiga hari saat Karin dan suaminya melakukan acara pernikahan. Liora malam itu datang ke acara besar yang di gelar oleh Karin, sangat mewah. Terlihat Karin dan suaminya bernama Altar berdiri bagaikan raja dan ratu di panggung acara.
Mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Liora datang lebih dulu untuk memberikan ucapan selamat untuk Karin, karena Liora tidak punya apapun untuk di berikan pada Karin, Liora hanya bisa membuatkan baju yang ia rancang sendiri. Entah Karin akan menyukainya atau tidak itu urusan belakang.
Terdapat banyak makanan di acara tersebut, Liora tak segan mencoba aneka makanan tanpa malu. Sesekali Liora di tatap oleh para tamu undangan, karena wajah Liora yang menggemaskan dan terlihat seperti anak kecil, para tamu undangan mengira jika Liora adalah anak dari salah satu tamu undangan yang datang.
“Makanan di sini semua enak banget, jadi pengen gak mau berhenti makan.” Batin Liora.
Cukup lama ia menyantap hidangan yang tersedia sampai perutnya kenyang, rasa puas di terima oleh Liora setelah mencoba beberapa jenis menu. Ia duduk, merasa kekenyangan. Lalu seorang lelaki paruh baya mendekati Liora, duduk di kursi kosong dekat gadis itu.
“Mama kamu di mana? Kenapa sendirian?” katanya ramah.
Mama? Liora celingukan.
“Mama aku ud—“ kalimat Liora terjeda saat lelaki tadi di panggil oleh temannya, kini Liora kembali sendiri. Tersenyum menyadari jika masih saja ada yang berpikir dirinya adalah anak kecil.
Liora melihat ke arah Karin dan Altar yang sibuk menjabat tangan para tamu undangan, saat ini Liora sudah kenyang dan waktu juga sudah malam, ia pun memilih kembali ke butik untuk segera istirahat. Malam ini sangat memuaskan, ia bebas makan enak tanpa harus keluar banyak uang.
Katakanlah jika Liora adalah orang udik atau apapun, tapi bagi Liora jika ada yang gratis kenapa harus beli?
Setibanya di butik, ia mengganti baju dan menghapus riasan tipis dan juga lipstik berwana pink itu dari bibirnya. Setelah mengganti baju, Liora membaringkan diri, entah kenapa ia langsung menuju ke alam mimpi dengan mudah, sepertinya ini efek dari makan kekenyangan.
Ke esokan harinya, butik yang di kelola oleh Karin masih libur selama tiga hari dan selama itu masih ada satu karyawan yang tinggal di sana, Liora adalah satu-satunya karyawan karin yang tinggal menetap di butik seolah butik itu adalah rumahnya.
Korden menutupi jendela kaca yang memperlihatkan isi di dalam butik selama masa libur. Semalam Liora merasa sangat puas telah memakan banyak makanan di dalam acara pernikahan boss nya.
Hingga saat pagi hari ketika bangun pagi Liora langsung berlari ke kamar mandi memuntahkan semua isi di dalam perutnya yang hanya berupa cairan kental, perutnya terasa tidak nyaman dan kepalanya juga terasa pusing.
Sepertinya semalam ia terlalu banyak makan sampai over dosis seperti ini, tubuhnya duduk dengan lemas di atas kloset kamar mandi tapi baru juga duduk tiba-tiba rasa mual kembali menyiksa Liora.
Setelah cukup lama berada di dalam kamar mandi, Liora pun keluar dengan keadaan lemas, matanya berkunang-kunang bahkan untuk berjalan pun ia harus merayap di dinding dengan hati-hati.
Butik sangat sepi karena hanya dirinya saja yang ada di sana, perlahan Liora mengambil tempat penyimpanan obat untuk mengambil obat magh dari sana, ia mual seperti ini kemungkinan penyakit magh nya kambuh lagi dan Liora tidak punya tenaga untuk pergi kerumah sakit.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sisa besok masa libur sebelum yang lain kembali datang untuk bekerja, jadi setelah hari ini ia harus segera pulih.
Liora memegang ponselnya, tersenyum miris karena tidak ada yang bisa ia hubungi untuk meminta bantuan, keluarganya telah tiada bahkan ibu yang merawatnya dari kecil juga sudah pergi ke langit. Tanpa sadar air matanya menetes, jika bukan bantuan yang di berikan oleh Karin entah apa yang terjadi padanya saat ini.
Memiliki boss yang baik dan ramah seperti Karin membuat Liora bersyukur dengan sangat, jaman sekarang sangat sulit mendapatkan boss seperti Karin yang menganggap karyawannya sendiri sebagai teman dari pada bawahan.
Setelah meneguk obat magh, Liora kembali ke kamarnya yang memang tersedia mess bagi karyawan yang ingin tinggal di tempat itu. Perasaan Liora sungguh tidak nyaman, perutnya selalu bergejolak ingin memuntahkan sesuatu tapi tidak ada yang keluar, kepalanya juga pening sampai Liora mengikatkan kain di kepalanya agar rasa pusing itu segera hilang.
Namun, rasa pusing yang tak tertahankan mengambil kesadaran Liora sehingga ia jatuh lemas tak sadarkan diri sendirian di butik Karin.
---
Di lain tempat.
Kevin sudah berpakaian santai, sisa acara semalam masih terasa di rumah Kevin walaupun acara di selenggarakan di gedung hotel. Langkah kaki cowok bertubuh tinggi dengan kulit putih bersih itu menuruni anakan tangga satu persatu sampai ada suara menyapa.
“Bukannya kamu sedang ambil cuti, lalu sekarang pagi-pagi begini mau kemana?” tanya Sandra, ketika melihat putranya yang sudah rapih siap keluar dari rumah.
Kevin menoleh tapi tidak menjawab dan kembali melanjutkan langkahnya, Sandra menggeleng. Ia berpikir bahwa Kevin seperti ini pasti belum merelakan Karin yang telah menikah dengan Altar, tapi pada nyatanya Kevin mengemudikan mobilnya menuju butik Karin.
Beberapa hari ini Kevin tidak mengerti dengan perasaannya, ia bingung tapi juga seolah merasa sangat yakin akan sesuatu, hanya saja tidak bisa di ucapkan dengan kata-kata. Kevin memang tidak mengingat dengan jelas apa yang ia lakukan di hotel bersama Liora saat keadaannya dalam pengaruh alkohol.
Tapi sejak saat itu ia penasaran, benarkah orang yang ia tiduri malam itu benar-benar Liora atau hanya ilusinya saja. Kevin bukan pria yang tidak akan tanggung jawab atas kesalahan yang sudah ia perbuat, selain itu jika memang benar ia telah menyentuh gadis tidak bersalah itu maka gadis itu adalah orang pertama yang Kevin sentuh.
Entah kenapa bisa saat itu ia kehilangan kendali karena melihat Almira yang sudah bersuami menyapanya dengan ramah, Almira terlihat begitu mesra dengan orang yang sudah menjadi suami perempuan itu.
Kevin masih mencintai Almira karena dulu saat mereka berpisah, hal itu bukan karena keinginan Kevin sendiri, melainkan karena tuntutan keluarga dan perjodohan. Lalu ketika melihat Almira sekali lagi membuat Kevin teringat kesalahan besar yang ia lakukan sehingga emosinya ingin di luapkan.
Sesekali Kevin mengacak rambutnya, meskipun Liora selalu mengelak jika tidak terjadi sesuatu malam itu, tapi tetap saja membuat Kevin tidak percaya karena dari cctv yang Kevin lihat hanya Liora satu-satunya perempuan yang masuk ke kamarnya dan keluar saat hari masih cukup gelap, apa yang ada di pikiran Kevin pasti juga akan di pikirkan orang lain, bagaimana tidak jika seorang gadis keluar dari sebuah kamar di waktu pukul dua dini hari.
Pasti terjadi sesuatu, terlebih darah itu ..., apa mungkin itu adalah darah keperawanan?.
Sekali lagi Kevin mengacak rambutnya, beberapa hari ini ia frustasi karena memikirkan hal itu. tak lama setelah mengemudi ia pun tiba di butik Karin dan memasukkan kunci cadangan yang Kevin miliki untuk membuka pintu butik tersebut.
Butik terlihat sangat sepi karena memang sedang di liburkan, tapi Kevin yakin Liora ada di sana sehingga Kevin mencari di tiap ruangan bahkan ke kamar mandi sampai menuju ke lantai dua di mana tempat tinggal untuk karyawan yang mau menginap tersedia.
Ada dua ruangan di lantai dua yang di buka satu persatu oleh Kevin hingga dia terlihat sangat terkejut melihat Liora yang begitu pucat berbaring di lantai, bukan di atas tempat tidurnya. Kevin menghampiri dan mengguncang pelan bahu Liora.
“Hei bangun,” kata Kevin sebelum melepaskan kain yang tadinya Liora gunakan untuk mengikat kepalanya yang pusing.
“Bangun, kenapa kamu tidur di lantai?” ucap kevin lagi tapi Liora tak merespon, “Liora, hei kamu kenapa?” Kevin mulai panik karena Liora tidak merespon, sampai akhirnya tubuh mungil Liora di angkat oleh Kevin dengan mudah untuk segera di bawa ke rumah sakit.
Berjalan mudar mandir di depan sebuah ruang rawat rumah sakit, satu tangan di depan perut dan satunya lagi menyentuh dagu sembari menunggu seorang dokter keluar memberikan hasil dari salah satu pasien yang di rawat.
Kevino Adrian, lelaki dua puluh lima tahun yang berharap akan keadaan seorang gadis di dalam ruang rawat sana baik-baik saja, bagaimana Kevin tidak khawatir jika gadis itu ia temukan dalam kondisi tak sadarkan diri dan sangat pucat.
Dokter pun keluar, Kevin langsung menatap sang Dokter dengan tanda tanya besar seolah bertengger di atas kepalanya. Dokter itu pun menatap Kevin seperti sedang tidak yakin dengan sesuatu.
“Bapak suaminya?” tanya Dokter.
Kevin mengernyitkan kening, ia belum menikah dan begitupun dengan gadis yang ada di dalam sana, tapi karena tidak ada siapapun yang bisa menjadi wali dari gadis yang sedang sakit itu, akhirnya Kevin mengangguk mengiyakan.
“Selamat Pak, istri Anda sedang hamil.” ucap Dokter. Kevin langsung merasa lemas, ia bingung harus bereaksi seperti apa.
“Tapi maaf sebelumnya Pak, istri bapak terlihat masih sangat muda, sebenarnya sangat berhaya untuk wanita hamil saat usinya masih lima belas tahun.” Kata Dokter lagi.
Kevin menatap Dokter yang ada di depannya, pasti dokter ini telah mengira jika Kevin menikahi anak di bawah umur, tapi pasien yang ada di dalam itu bukanlah gadis belasan tahun.
“Istri saya usinya dua puluh dua tahun Dok, dia hanya memiliki wajah seperti anak SD, kalau begitu permisi saya mau lihat.” Kevin menerobos masuk ke dalam ruangan di mana seorang wanita cantik berbaring di sana.
Perlahan Kevin melangkah mendekat, tak heran kenapa Dokter mengira jika Liora adalah anak belasan tahun, wajahnya saja tidak terlihat dewasa sama sekali. Sambil mendekat, Kevin menutup bibirnya dengan salah satu telapak tangannya.
Akibat kebodohannya malam itu sekarang Kevin telah membuat seorang gadis tak bersalah mengandung bayinya, Kevin yakin bayi itu adalah anaknya meski ia tak sengaja melakukan kegiatan satu malam dengan Liora.
___
Bersambung...
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin
Hari sudah malam, di hari yang sama saat kehilangan sang ibu, Kevin juga harus kehilangan putranya yang di culik oleh Almira. Pihak IT yang Kevin miliki telah melacak posisi terakhir nomor Almira yang menghubunginya berada.Kevin juga tidak jadi menghubungi Polisi, jangan sampai Almira mencelakai Varka saat kondisinya terpojok.“Bawa Varka kembali dengan selamat.” pesan Liora, ia tidak ikut saat Kevin akan pergi, Liora takut jika ia ikut nantinya malah menjadi beban untuk Kevin. Tapi tetap saja Liora cemas, ia tak berhenti berdoa agar nanti Kevin kembali membawa Varka.“Aku akan berusaha bawa Varka pulang.”Kevin mengecup singkat kening Liora sebelum pergi ke lokasi Almira berada setelah tim IT berhasil mendapatkan lokasi perempuan itu.Sementara itu, Almira menatap bayi yang amat mirip dengan Kevin masih menangis di atas tempat tidur, Almira tidak diam saja, ia sudah memberikan su-su untuk Varka dan untuk beberapa saat bayi itu sem
Masalah yang di terima oleh keluarga Kevin tak berhenti begitu saja, sepulangnya mereka dari pemakaman. Seluruh penghuni rumah terlihat panik, termasuk para pembantu di rumah besar tersebut, bahkan pak security yang berjaga di luar pun ikut panik di dalam rumah.Kevin mendekati salah satu pembantu di rumahnya. “Bik, ada apa?” tanya Kevin. Tak lama mbak Nunik lari menuruni tangga dan mbak Husni lari dari arah belakang rumah.“ADEN VARKA HILANG, DEN.” seru mbak Nunik panik, kepanikan itu spontan mempengaruhi keterkejutan Kevin dan Liora.“Kok bisa?! Varka masih dua bulan, gimana caranya bayi dua bulan hilang?” Liora kini ikut mencari, si mbok terlihat mencari di kamar Liora sampai bawah kolong tempat tidur. Meskipun mustahil bayi dua bulan merangkak ke bawah tempat tidur.“Periksa keamanan CCTV!” teriak Kevin memerintah. Dan keamanan pun mulai siaga, mereka sigap mematuhi perintah yang Kevin berikan.
Varka di titpkan ke mbok di saat Kevin dan Liora bergegas ke rumah sakit yang menampung para korban kecelakaan pesawat. Kevin bahkan tidak menoleh ke arah Liora karena fokusnya hanya ke depan untuk segera melihat kondisi ibunya, memastikan Sandra baik-baik saja. Meski kemungkinan itu tipis, Kevin tau ibunya tidak bisa berenang.“Kak Kevin juga di sini?” Kevin menoleh sekilas melihat Karin juga datang bersama Altar. “Keadaan mama bagaimana kak?”Kevin juga tidak tau, ia tidak menjawab pertanyaan Karin dan langkahnya terus mencari ruangan para korban. Karin mengikuti di belakang, Liora juga mengikuti sambil berlari.Mereka tiba di ruangan di mana ada tiga mayat di ruangan tersebut yang tertutup oleh kain berwarna putih. Ada seorang penjaga di luar ruangan, satu dokter yang baru saja keluar setelah memastikan para korban tidak bisa di selamatkan.Karin tanpa takut ataupun ragu membuka satu persatu kain putih itu untuk memastikan Sandr