Tak terasa sudah tiga hari Kevin menyembunyikan rahasia kehamilan Liora, tidak ada yang tau selain dirinya dan dokter yang memeriksa keadaan Liora kemarin. Tapi, sejak saat itu Liora setiap pagi akan selalu merasa mual.
Hal itu membuat para karyawan lain membiarkan Liora istirahat, gadis semenggemaskan Liora tentu saja tidak ada yang tega melihat gadis itu sakit.
Sudah tiga hari dan Kevin sudah mengatur pernikahannya dengan Liora. Waktu tiga hari itu di manfaatkan oleh Kevin dengan sangat baik, ia mengurus segala hal mengenai pernikahan legal yang akan ia lakukan dengan Liora.
Karena Karin masih belum datang ke butik setelah acara pernikahannya dengan Altar, kedatangan Kevin di butik itu mengundang tatapan takjub para karyawan lain. Pasalnya Kevin memang sangat jarang datang ke butik, lalu sekarang lelaki itu datang di butik di saat Karin tidak ada di sana, lalu apa yang Kevin cari dengan datang ke butik?
Mengabaikan tatapan kekaguman yang di lontarkan ke arah Kevin, langkah lelaki itu berjalan tegas ke lantai dua di mana ada Liora yang terbaring lemas di sana. Sejujurnya Kevin tidak tega membiarkan calon ibu dari anaknya seperti ini.
Kevin membuka pintu di mana Liora berbaring di sana. Kevin berjalan mendekat. Liora bergerak duduk melihat Kevin kaget.
“P.pak Kevin kok kesini?”
Tidak menjawab, Kevin berjongkok di depan Liora. “Ini sudah waktunya.” Kata Kevin.
Liora mengernyitkan keningnya. “Waktunya apa? Ah, waktunya aku bekerja ya? Oke deh, aku akan bekerja, karena aku sakit-sakitan kayak gini jadi dari tadi gak punya tenaga buat kerja.” Liora beranjak dari tidurnya lalu berdiri.
“Siapa yang nyuruh kamu kerja?” sahut Kevin, kepala lelaki itu menoleh melihat Liora yang menatapnya bingung.
“Lah, terus pak Kevin ke sini dan bilang ‘ini sudah waktunya’ jadi itu maksudnya apa pak?”
Kevin berdiri, menatap wajah Liora dengan seksama. Wajah menggemaskan, tidak ada kedewasaan sama sekali di wajah itu. Padahal usia Liora sudah dua puluh dua tahun.
“Waktunya kamu nikah sama aku.” Ucap Kevin.
Terkejut. Tentu saja. Refleks Liora bergerak mundur.
“Menikah apa sih pak. Jangan bercanda deh, aku bakalan kerja sekarang biar pak Kevin gak bercanda lagi kayak gini.” Liora berbalik menuju pintu tapi Kevin mencekalnya.
“Aku gak bercanda Liora. Aku serius.” Sahut Kevin.
Liora berbalik, berjalan menghampiri Kevin dan berdiri tepat di depan lelaki tinggi itu lalu mendongak. “Pak Kevin. Aku gak tau kenapa pak Kevin ngomong kayak gini sama aku. Tapi kalau memang pak Kevin niatnya cuman bercanda, aku gak akan ingat apa yang pak Kevin ucapkan tadi.”Liora tersenyum.
Kedua kaki Liora berbalik menuju pintu yang tertutup, Kevin menghela nafas, sekali lagi ia berkata.
“Ayo menikah.” Ajaknya yang terdengar begitu jelas.
Tangan yang akan memegang handle pintu berhenti, Liora berbalik menatap Kevin yang terlihat serius saat mengatakan ajakan pernikahan barusan. Kevin berjalan mendekat, Liora bergerak mundur sampai mentok di dinding samping pintu.
“M.menikah? Tidak, aku masih muda.” Jawab Liora menolak.
Kevin menatap Liora lalu turun ke perut rata milik Liora. “Lalu apa kamu akan membiarkan bayi itu lahir tanpa ayah?”
Bayi? Spontan Liora menunduk melihat perutnya, mengusap perut rata itu sebelum kembali menatap Kevin sambil tertawa konyol.
“Jangan ngada-ngada pak Kevin. Bayi apanya, bapak pikir saya hamil? Kayaknya makin lama pak Kevin makin ngawur deh, aku balik kerja dulu ya pak.” Pamitnya.
“Apa kamu lupa apa yang terjadi saat di hotel bulan lalu?” sahut Kevin.
Liora yang akan bergerak keluar dari kamar jadi berhenti kembali, tubuhnya membeku, urat saraf seolah tak mau di gerakkan. Pikiran Liora kini hanya satu.
Apa Kevin sudah ingat apa yang terjadi?
“Pak Kevin, aku sudah katakan sama bapak kalau aku bu—“ kalimat Liora terjeda ketika Kevin menunjukkan rekaman cctv yang memperlihatkan Liora keluar dari kamar hotel di waktu pukul dua dini hari dengan keadaan menangis.
Kedua bola mata Liora melebar, saat ini pasti Kevin sudah tau apa yang Liora sembunyikan.
“Kamu tau siapa yang ada di video ini? Jika kamu tau, maka kamu juga pasti tau siapa ayah dari bayi yang ada di kandunganmu sekarang.”
“Pak, tapi saya gak hamil. Kenapa pak Kevin ngotot kalau saya hamil anak bapak?” jawab Liora, suaranya bingung tapi juga ketakutan.
“Kamu yang ngalamin mual-mual setiap pagi ‘kan? Menurut kamu itu apa? Terus saat kamu aku temuin pingsan di kamar waktu itu, kamu tau gak apa yang dokter bilang? Kamu hamil, dan sudah jelas itu anak aku.” Kevin mengambil nafas dalam lalu ia hela perlahan sambil menatap Liora lagi.
“Aku akan tanggung jawab. Bayi itu anakku, aku gak mau jadi pembunuh buat nyuruh kamu aborsi anak yang gak bersalah. Sekarang kamu ikut aku, mulai sekarang kamu ada dalam pengawasanku sampai bayi itu lahir.” Kevin menggandeng Liora keluar dari kamar.
Liora memberontak, ia tidak sepenuhnya yakin dengan apa yang Kevin katakan dengan kehamilan, Liora memang mengalami mual beberapa hari ini tapi bukan berarti itu karena hamil ‘kan?
“Pak Kevin, lepasin saya pak!” seru Liora.
Kevin tak peduli jika karyawan lain kini sedang menatapnya menarik Liora, Liora terus berontak sampai Kevin menggendong Liora seperti menggendong bayi baru lahir. Liora melotot.
“Pak Kevin, turunkan saya pak!”
“Diam atau kamu akan jatuh.” Jawab Kevin.
Para karyawan lain keluar dari tempat mereka untuk melihat Liora yang di gendong oleh Kevin. Seorang Kevino Adrian, pengusaha sukses tiba-tiba datang ke butik adiknya lalu pulang dengan membawa salah satu karyawan di butik tersebut, berita itu pasti akan menyebar dengan cepat.
Kevin memasukkan Liora ke mobil, memasangkan sabuk pengaman, secepat kilat Kevin duduk di kursi kemudi lalu mengendarai mobil miliknya.
“Pak Kevin, aku gak hamil.”
“Kamu akan tau setelah kita melakukan pemeriksaan.” Kevin menjawab seadanya sambil mengarahkan mobil ke klinik kandungan. Liora yang yakin jika ia tidak hamil, mengikut saja saat Kevin membawanya masuk ke klinik kandungan tersebut untuk di periksa.
Keyakinan Liora yang berpikir bahwa ia tidak hamil telah pupus sudah saat dokter bertanya kapan dirinya terlambat datang bulan. Liora tidak ingat kapan ia terlambat, yang jelas sudah lebih satu bulan.
Dokter pun menyarankan untuk USG, and see ... ada benda kecil di dalam perut Liora yang bernama janin.
Deg!
Hal pertama yang Liora rasakan adalah syok, ia benar-benar hamil. Bukti telah terlihat nyata di depannya, gumpalan daging yang di sebut janin itu ada di dalam perutnya.Berbeda dengan keterkejutan Liora. Saat Liora menatap Kevin, lelaki itu terlihat tersenyum tipis, seolah bayi itu sangat di harapkan oleh Kevin, padahal bayi itu ada karena ketidak sengajaan.
“Janinnya sehat, pak, bu. Selama perkembangan janin, harap ibu tidak melakukan aktifitas berat dan juga harus rajin makan buah yang di anjurkan saat masa kehamilan. Nanti saya akan tambahkan vitamin agar ibu dan janin bisa lebih sehat.” Kata dokter.
Liora sudah tak bisa berkata apapun lagi, apa yang Kevin katakan mengenai kehamilan ternyata benar. Dokter keluar membiarkan Liora dan Kevin berdua, kedua bola mata Liora melihat Kevin, lelaki itu langsung membantu Liora yang ingin duduk.
“Bagaimana? Sekarang kamu percaya kalau aku gak bercanda ‘kan?”
Liora masih terdiam, ia terlalu syok dengan kenyataan bahwa di perutnya kini ada sosok nyawa yang berusaha tumbuh. Perlahan tangan Liora mengusap perutnya sendiri yang masih rata, kepalanya menoleh ke arah Kevin dengan wajah pucat pasi.
“Pak Kevin, s.saya hamil pak?” tanya Liora lirih, seolah nyawa dan raganya terpisah menjadi dua.
Kevin mengangguk. “Kamu tenang aja. Selama aku ada, aku akan pastikan kamu dan bayinya akan sehat sampai lahiran nanti.” Kevin mengusap surai halus milik Liora, gadis itu kembali terdiam, tak peduli usapan lembut yang Kevin berikan.
Ini terlalu tiba-tiba, Liora yang tidak peka sampai membuatnya tidak menyadari arti dari terlambat datang bulan dan mual selama berhari-hari. Siapa yang menyangka jika semua itu terjadi karena sosok gumpalan daging bernama janin yang ada di perutnya saat ini?
Liora duduk di tepi tempat tidur yang pernah ia masuki di rumah besar Kevin tempo hari. Jari-jari tangan saling memilin, perasaan kacau Liora saat ini tak bisa di deskripsikan dengan jelas.Kemarin adalah hari yang sangat mengejutkan bagi Liora, ada bayi di perutnya dari kesalahan satu malam yang tidak di sengaja.Sedih, tapi juga senang. Sedih karena ia hamil sebelum pernikahan, tapi senang karena ia akan menjadi seorang ibu dari bayinya yang belum lahir. Sesekali Liora mengusap perutnya yang masih rata, tiap kali mengusap perutnya sendiri, ada rasa berdebar yang Liora rasakan.Brakk!Liora melonjak kaget, pintu terbuka dan terlihat sosok Karin berdiri di sana. Wajah Karin tidak seramah seperti yang Liora kenal sebelumnya, Liora takut jika apa yang akan Kevin lakukan telah di dengar oleh Karin, lalu boss-nya ini akan memarahi Liora karena menggoda kakaknya.“Mbak Karin.” Desis Liora.Karin berjalan cepat ke arah Liora, sedangkan p
Hari pernikahan pun tiba, Liora di bantu oleh seseorang untuk memakai gaun pernikahan berwarna putih tulang rancangan Karin yang tepat di tubuh Liora. Kini Liora telah tampil cantik, ditambah make up dewasa yang di poleskan di wajahnya menambah kesan kecantikan gadis itu semakin banyak.Pernikahan di gelar tidak begitu mewah, hanya beberapa orang yang di undang, dan acara pun hanya akan berlangsung sampai sore hari. Harusnya saat hari pernikahannya ini, ibunya ada untuk memuji dan ayahnya ada untuk menggandeng tangan Liora.Namun, kenyataan bahwa ia hanya sebatang kara kembali membuat Liora kembali sedih. Tak lama Kevin datang, Liora menoleh ke arah suaminya yang sudah berpenampilan tampan lengkap dengan setelan tuksedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam melingkari lehernya.Sangat tampan. Beruntungnya Liora akan menjadi istri dari lelaki seperti Kevin.Di lain itu Kevin hanya berdiri di depan pintu menatap takjub dengan sosok Liora, gadis mung
Seorang Kevino Adrian, seumur hidup gak pernah pegang yang namanya pohon mangga kini harus mencari pohon mangga yang berbuah untuk ia panjat. Kevin sudah membeli buah rambutan yang bisa ia dapatkan dengan mudah di supermarket, lalu kini Kevin tinggal mencari buah mangga yang menggantung di pohonnya.Mengendarai mobil di malam hari saat pukul tujuh malam, sudah hampir dua jam Kevin mencari pohon mangga yang berbuah tapi tidak ia temukan. Hampir menyerah, tapi sekali lagi Kevin ingat jika ia mencari buah mangga muda ini demi calon bayinya.Pencarian Kevin tidak sia-sia, ia menghentikan mobil di tepi jalan lalu berhenti saat melihat pohon mangga yang cukup tinggi itu sedang berbuah, pemilik pohon mangga itu terlihat sedang duduk di teras rumah, dan Kevin tebak jika rumah itu adalah milik seorang perwira tentara, pagarnya saja sudah kentara loreng-loreng.“Permisi, pak.” Sapa Kevin dari luar pagar. Seekor anjiing langsung menggongong
“Makan nasi, ya?” ucap Kevin, Liora menggeleng keras kepala.“Aku udah kenyang pak. Mangga yang pak Kevin tadi lumayan besar loh, aku udah abis tiga, masa iya gak kenyang makan mangga sebanyak itu.”“Tapi dari tadi siang kamu gak makan nasi loh, nanti kalau sakit gimana?” tanya Kevin.Liora menggeleng tetap menolak. Kevin menghela nafas, ia lalu mengambil bekas kulit rambutan sebelum di buang ke tempat sampah. Liora terlihat santai berbaring di tempat tidur begitu buah yang Kevin bawakan ludes tak tersisa sedikitpun.Kevin hari ini merasa cukup lelah, tak pernah Kevin duga kalau manjat pohon mangga ternyata menguras tenaga ekstra. Saat Kevin akan berbaring di samping Liora, Kevin di buat kaget karena Liora langsung turun dari tempat tidur.“Kamu gak mau tidur?” tanya Kevin heran.“Pak Kevin mau tidur satu ranjang sama saya?” Liora balik bertanya.Kevin menggaruk belakang teli
Pagi hari menyapa. Kevin terbangun karena mendengar suara Liora dari arah kamar mandi. Segera Kevin bergegas menghampiri Liora yang sudah lemas duduk di atas closet.Wajah Liora memerah. Kevin terlihat panik, saat Kevin akan menyentuh tangan Liora, perempuan itu kembali mual tidak karuan. Mengeluarkan apapun yang ada di dalam perut, namun yang keluar hanya cairan kental.Kevin berlari keluar kamar, mencari Mbok Inem salah satu asisten rumah tangga.“Mbok! Mbok!” seru Kevin. Orang yang di panggil lari dari arah belakang menghampiri Kevin.“Ada apa, Den?” tanya mbok Inem kaget.“Punya minyak masuk angin gak mbok? Liora butuh itu soalnya.” Ucap kevin.“Bentar, Den. Mbok ambilkan.”Kevin mengangguk dan menunggu. Tak lama terlihat Sandra menghampiri Kevin.“Liora kenapa, Vin?” tanya nya.“Mual-mual mah, wajahnya merah banget. Kevin khawatir.” Jawab Kevin.
Sudah siang, Kevin menjaga Liora dengan penuh khawatir. Kondisi istrinya itu kini seperti boneka yang tak bertulang. Dokter juga sudah memeriksa keadaan Liora, meski belum sepenuh membaik tapi kini sudah terlihat mendingan.Kedua bola mata bening dengan pupil hitam menatap ke arah Kevin. Lelaki yang sekarang telah menjadi suminya, tak pernah terbayangkan sebelumnya jika Kevin akan menjadi suami masa depan Liora, dulu saat pertama kali bekerja di butik Karin, Liora sempat tertarik dengan sosok Kevin saat pertama kali bertemu.Siapa yang tidak menyukai pria tinggi, berkulit putih bersih. Wajah lembut tanpa ada sedikitpun sifat kejam dari dari sana, Kevin juga orang yang ramah seperti Karin, belum lagi Kevin adalah pebisnis muda yang berhasil mengembangkan perusahaan keluarga. Siapapun pasti akan menyukai lelaki seperti Kevin, bisa di bilang Kevin adalah pria idaman.Tapi kevin sekarang justru terjebak dengan seorang istri seperti Liora, Gadis miskiin yang bahkan t
Kendaraan beroda empat milik Kevin tidak kembali ke rumah besar, kendaraan tersebut berhenti di sebuah rumah bercat ungu muda yang sepertinya baru selesai di renovasi. Kevin turun, tak lama pintu dari rumah tersebut di buka sebelum Kevin dan Liora sampai di depan pintu.Terlihat sosok Karin berdiri di sana, mengembangkan senyum melihat kehadiran Kevin dan Liora.“Kalian ayo masuk.” seru Karin.Liora menoleh ke arah Kevin. “Ini rumahnya mbak Karin sama suaminya?” tanya nya. Kevin mengangguk lalu menggandeng tangan Liora memasuki rumah Altar.Di dalam rumah tersebut terlihat Altar dan Karin duduk menghadap meja makan, terdapat banyak makanan dan buah-buahan di meja tersebut. Kevin sampai heran melihat adik iparnya makan dengan begitu lahap, terlebih yang di makan bisa di bilang gak wajar. Bagaimana tidak jika yang Altar makan saat ini adalah ubi kayu mentah. Kevin bergidik.Kevin duduk dan begitupun juga Liora. A
“Liora, sini, Nak.” Panggil Sandra.Liora yang baru turun dari lantai dua kamarnya benar-benar menghampiri Sandra yang kini menjadi ibu mertuanya. Saat itu terlihat Sandra sedang berada di dapur membuat sesuatu.“M.mama bikin apa?” Liora bertanya canggung.Sandra tersenyum. Menghampiri Liora lalu menarik pelan tangan menantu kecilnya itu duduk di salah satu kursi meja makan, menyodorkan su-su ibu hamil untuk Liora.“Kamu kayaknya gak pernah Mama lihat makan nasi. Nanti Kevin biar mama suruh beli makanan sehat biar kamu ada tenaga. Oh ya, ini mama buatin kamu su-su ibu hamil, di minumnya biar calon cucu mama nanti lahiran sehat.”Segelas cairan berwarna pink di terima oleh Liora, kepalanya menatap Sandra yang terlihat sangat baik. Keluarga Kevin sepertinya baik semua, entah itu Karin, Kevin atau ibunya. Namun Liora belum tau betul, mana ayah mertuanya. Saat pernikahan, Liora hanya melihat sekilas tap