Aroma harum semerbak memasuki setiap ruang dekat dapur yang dipakai oleh juru masak yang biasa memasak makanan untuk keluarga Felix. Revalina juga ikut berbaur dengan dua wanita yang sedang sibuk itu. Namun, kehadirannya di sana justru diketahui oleh Felix. "Kamu ngapain ada di sini?" tanya Felix dengan raut wajahnya menandakan ketidaksukaannya. "Saya cuma masak, Pak. Bantu-bantu mereka aja gak ada yang lain," jawab gadis itu dengan gugup karena melihat ekspresinya. Felix menarik lengannya menjauhi dua wanita lainnya, ia berbisik di sebelah telinga istrinya, "Jangan ikut campur urusan dapur ataupun yang lainnya, kamu di sini cuma numpang. Kamu gak berhak bersikap layaknya istri yang suka memasak untuk suami atau keluarganya." "Tapi Pak ..." Revalina menjeda ucapannya kala mertua perempuannya datang menyapa. Felix yang tidak mau sang Ibu mencurigainya, ia menyentuh bahu Revalina sambil tersenyum, lalu menyelipkan anak rambut gadis ke telinganya. "Sayang, kamu itu gak usah masak
"Masuk," titah Felix pada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Pria itu sedikit membenarkan jasnya sambil menenangkan diri untuk tidak tegang, tetapi perasaan berubah menjadi lega ketika mendapati hanyalah Revalina yang datang. Usai pulang sekolah, Revalina mendapati tugas dari Vina. Ia memintanya untuk mengantarkan berkas meeting Felix yang tertinggal. Raisa yang bersembunyi di balik pintu pun menggerakkan bibir menanyakan siapa yang datang. Felix tidak menjawab pertanyaan dari kekasihnya, ia malah menyuruh istrinya untuk masuk dan menutup pintu. Dari situlah dua wanita itu saling bertemu. Revalina mengerutkan kening heran karena tiba-tiba saja ada Raisa padahal sejak tadi yang terlihat hanyalah Felix. Namun, ia tahu kalau Raisa adalah kekasih asli bak kekasih gelapnya. "Lho, kamu ngapain datang ke kantor pacar saya?" tanya Raisa dengan tatapan penuh intimidasi. Tentu saja sebagai orang yang sangat menginginkan Felix, ia tidak akan tinggal diam ketika melihat wanita l
Suasana rumah yang hening khas pedesaan yang masih terbilang sejuk, Siska baru saja pulang menenteng tas barang-barang belanjaannya. Sang Ibu yang melihatnya tentu heran. "Kenapa Ibu liat aku kayak gitu? Memangnya ada yang aneh atau mungkin sekarang aku tampil lebih cantik?" tanya Siska yang mencurigai ibunya. "Ya Siska, kamu mendapatkan uang darimana bisa belanja barang-barang sebagus ini?" tanya Sang Ibu ketika anaknya mengeluarkan belanjaan. "Ya dari uangku, lagian coba Ibu mikir aja mana mungkin semua uang yang belanjakan ini dari Ibu? Buat makan sehari-hari aja gak mampu apalagi beliin kebutuhan aku yang mahal-mahal." Wanita 60 tahunan itu menegur anaknya untuk tidak membeli barang-barang mewah karena hidup mereka bukanlah orang kaya yang bisa menghasilkan banyak uang. Sebaiknya, Siska bisa hidup hemat jangan berlebihan dalam gaya hidup, harus disesuaikan dengan keadaan. "Aku gak bisa, Bu. Lagian, apa Ibu gak malu kalau penampilan aku jelek? Apa kata orang-orang di luar sana
Pagi hari yang cerah, sinar mentari menyeruak masuk sela-sela jendela kamar. Revalina tengah memandanginya indahnya pagi ini, sedangkan suaminya sibuk dengan majalah di tangannya. Rasa penasaran muncul di benak Revalina ketika melihat kefokusan pria pemilik wajah tampan itu pada benda yang di pegangnya. Revalina mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya dibaca oleh suaminya itu. Felix melirik mengetahui kehadiran Revalina di belakangnya, matanya menatap penuh intimidasi.Akibat aksinya diketahui Felix, ia pun menanyakan tentang gambar yang sedang dilihat-lihat olehnya. Felix sengaja membuka majalah hanya untuk mencari iklan rumah mewah untuk tempat tinggalnya nanti ketika sudah menikah dengan Raisa. "Kamu lupa, kalau kamu itu dilarang untuk ikut campur dengan urusan saya?" tanya Felix dengan tatapan wajah khasnya yang super galak dan jutek. "Saya gak bermaksud buat ikut campur, saya hanya bertanya." "Keluar dan lakukan hal yang menjadi urusanmu, apa yang saya lakukan kamu tidak be
Di malam yang begitu hening, seorang pria sedang mondar-mandir dengan perasannya yang bimbang ditambah ponselnya terus berdering menimbulkan suara bising di telinganya. Dengan cepat Felix meraih ponsel yang berada di atas kasur, lalu dimatikan ketika melihat gagang pintu bergerak. Revalina yang saja masuk pun memandangnya dengan heran. Felix sedikit memalingkan wajahnya, ia pikir kalau yang datang adalah ibunya. Sedangan, Revalina bersiap untuk tidur di tempat biasa. Namun, aktivitasnya justru dihentikan Felix dengan menarik tangannya agak kasar. "Adakah yang bisa saya bantu?" tanyanya. "Hari ini adalah pesta ulang tahunnya Raisa," ungkapnya. "Kalau begitu pergi dan datang ke tempat pestanya, pasti Mbak Raisa menunggu Bapak." Felix tidak bisa datang ke tempat di mana Raisa mengadakan pesta karena hari sudah malam dan hari libur kantor juga. Ia tidak bisa pergi begitu saja, tidak ada alasan yang kuat jika ibunya bertanya. Maka dari itu, Felix membutuhkan bantuan Revalina untuk i
Dari kejadian yang membuat pesta ulang tahunnya Raisa rusak, sampai detik ini Felix belum juga dapat berbicara dengan kekasihnya itu. Tentu saja membuatnya setengah gila, ya Felix kalau sudah jatuh cinta memang tidak main-main begitupun jika sudah benci. Jadi, jangan coba-coba untuk membuat pria seperti itu kecewa atau akan ia tidak akan menerima orang itu kembali. Revalina yang meminta maaf pun tidak dianggapnya, ia hanya diam saja. Tidak ada akting yang biasa mereka mainkan di rumah itu. Semuanya begitu sepi, bahkan Vina pun merasakan ada yang hampa di hatinya. Ia tidak lagi melihat mereka begitu mesra seperti sebelumnya, ini adalah hal yang aneh. Rasa penasarannya membuat wanita itu mengintrogasi menantunya. Pertanyaan yang tiba-tiba saja dilayangkan oleh Vina membuat Revalina gelagapan karena tentu saja ia tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Felix. Namun, jawaban itu tidak berhak diketahui oleh Vina yang justru akan membuat bertambah masalah bagi Felix dan juga dirinya. "Ken
Melihat suami sekaligus bosnya yang setiap hari merana, Revalina tidak tega dengan keadaannya sehingga menemui Raisa. Padahal, sebelumnya Felix sudah melarang untuk tidak ke rumah kekasihnya, tetapi Revalina tidak mau mendengarkan, ia tetap bersih keras dengan caranya yang satu ini. Di hadapan Raisa, ia meminta maaf karena sumber kekacauan hubungan mereka adalah karenanya. Raisa yang sombong hanya menyunggingkan senyumannya saja dengan kedua tangan yang sengaja dilipat di dada. "Mbak boleh menghukum apapun pada saya, tapi jangan menghukum Pak Felix. Kasihan dia, Bapak sangat mencintai Mbak." "Hey gadis bayaran, ternyata kamu polos juga, ya. Ok, kalau begitu kamu tinggalkan Felix sekarang juga baru saya akan memaafkan dia." Itu adalah hal yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh Revalina secara sepihak karena sudah menandatangani kontrak, sementara hartanya belum jatuh ke tangan Felix, bagaimana mungkin Felix akan melepaskan gadis itu secara cuma-cuma. Setelah kembali dari kediaman
Sudah lama, Felix tidak kunjung bisa bertemu kekasihnya yang membuat ia terus menjadi seperti orang hilang akal. Kini, Raisa sendiri yang mengajaknya bertemu di kafe. Tepat usai pelaksanaan bertemu dengan orang-orang penting kala bersama Revalina itu. Felix juga masih membawa istrinya ke tempat tersebut, hanya saja Revalina menunggunya di mobil. Jika saya memulangkan gadis itu secara mendadak sedangkan dirinya kembali pergi tentu saja akan menimbulkan banyak pertanyaan dari Vina. Felix langsung memeluk kekasihnya dengan erat karena sudah lama tidak bertemu, tetapi Raisa justru melepas paksa pelukan kerinduan itu. Felix menyentuh lengan gadis itu sambil meminta maaf, tetapi kata maaf yang keluar dari mulut pria itu tidak diterimanya. "Raisa, hal kemarin hanya salah paham. Kamu tahu sendiri kalau Revalina adalah perempuan yang paling disayangi oleh ibuku, kalau sampai dia terluka tentu ibuku akan meah padaku." "Aku gak peduli sama alasan yang kamu buat saat ini, kamu tahu ada hal ya