Share

16. Cuek, tapi Perhatian

last update Huling Na-update: 2025-08-27 12:15:08

Sukma sudah bersiap di teras, mengenakan dress sederhana berwarna lembut dengan motif bunga daisy. Rambut panjangnya digelung, beberapa helai jatuh melintasi pipinya. Rumah Pramoda terdengar riuh, beberapa mahasiswa berdatangan dengan tas punggung dan kamera tergantung di leher.

“Mas Jagat, para mahasiswa sudah datang,” ujar Sukma dengan suara hati-hati.

Dari dalam rumah, pria itu muncul. Langkahnya seperti biasa—tenang tapi menguasai suasana. Jagatnata Pramoda dengan kemeja kerja berwarna gelap dan lengan dilipat hingga siku, berjalan ke arah kerumunan muda-mudi yang kini berdiri agak ragu melihatnya.

“Selamat pagi, Pak Jagat,” ujar Ragan menyapa. Ia mewakili sebagai ketua regu sambil menjulurkan tangan.

Jagat menatapnya sejenak sebelum membalas jabatan itu. “Pagi. Kalian benar-benar mau lihat ladang tembakau?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Istri Juragan Jagatnata (His by Law, Never by Love)   21. Hilang Kendali

    Langit sudah mulai gelap saat Jagatnata berdiri di teras rumah dengan tangan mengepal dan wajah yang begitu gelap. Matanya menatap jauh ke jalanan yang mengarah ke desa. Di depan rumah, sepeda motor Ragan baru saja melintas. Ia turun tidak jauh dari perpustakaan desa dan dalam keremangan senja, Jagat melihatnya berbicara dengan seorang gadis. Sukma. Dan mereka tertawa. Sesuatu dalam dada pria itu meletup. Bukan sekadar amarah, tapi perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Panas, padat, menghimpit lehernya. Cemburu, tapi dia terlalu angkuh untuk menyebutnya demikian.“Apa aku tidak cukup jelas mengatur batasan?!” gumamnya dengan suaranya yang terdengar menyeramkan, membuat siapa saja yang mendengarnya bergidik ngeri.Jangat masuk ke rumah. Langkahnya cepat, berat, seperti siap menghancurkan sesuatu di sekitarnya. Setiap detik menunggu adalah kobaran api. Ia merasa dikhianati, dikuasai dan hilang kendali.Pintu kayu terbu

  • Istri Juragan Jagatnata (His by Law, Never by Love)   20. Cinta Pertama sekaligus Luka Pertama

    Sukma duduk di pinggir dipan belakang rumah, mengenakan dress berwarna coklat dengan motif bunga yang terlihat ayu di tubuhnya. Secangkir teh masih mengepul di sampingnya, belum disentuh. Matanya tertuju pada bunga-bunga yang ia tanam beberapa minggu lalu, kini mulai tumbuh, pelan tapi pasti. Seperti perasaannya. Ia tersenyum kecil, tipis sekali, tapi matanya berkaca."Kenapa harus kamu?" gumamnya pelan. Bermonolog pada dirinya sendiri.Hatinya terasa hangat dan sesak di waktu yang sama. Ia mengingat bagaimana tangan Jagat meraih pinggangnya diam-diam di ladang tempo hari. Bagaimana pria itu memandangnya dengan mata yang tidak setajam biasanya. Dan bagaimana Jagat, meskipun selalu dingin, tanpa sadar menjadi pusat semestanya yang baru."Mas Jagat," ujarnya kembali bergumam. "Apa ini rasanya jatuh cinta?"Pertanyaan itu tidak dijawab oleh angin pagi yang lewat. Tetapi dadanya menjawabnya dengan degu

  • Istri Juragan Jagatnata (His by Law, Never by Love)   19. Tangis dalam Keheningan

    Sukma baru saja keluar dari dapur. Tangannya masih memegang lap kain. Ia berniat menuju ke belakang untuk menyiram bunga, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Jagat berdiri di sisi teras, memeriksa sepatu bot kerjanya. Pria itu tidak menatapnya. Hanya berbicara tanpa melihat.“Jangan terlalu sering ke balai desa.”Sukma diam, tidak langsung menjawab. "Saya hanya membantu Pak Lurah, Mas. Dan—”“Aku tidak bilang kamu tidak boleh,” potong Jagat, dingin. “Aku hanya bilang, jangan terlalu sering.”Nadanya tegas, seperti perintah. Seakan ia bukan bicara pada istri, tapi pada seorang bawahan. Sukma menggigit bibirnya. Ia hanya mengangguk dan berbalik. Tetapi belum sempat ia melangkah, suara Jagat terdengar lagi.“Kalau pergi, bilang dulu. Dan jangan pulang terlalu sore.”Gadis berambut panjang itu menoleh. Kali ini, wajahnya sedikit bingung. Tadi dilarang, sekarang

  • Istri Juragan Jagatnata (His by Law, Never by Love)   18. Merasa Asing

    Suara riang anak-anak desa masih terdengar di kejauhan, bermain di dekat sungai kecil. Di bawah pendopo, Sukma duduk bersila dengan secangkir teh hangat di hadapannya. Ia mengenakan dress sederhana berwarna hijau muda, rambutnya digerai rapi. Di sebelahnya, Ragan, mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku. Lelaki itu santai, tapi sorot matanya terlihat sangat ambisius."Kamu kelihatan nyaman di sini," ujar Ragan membuka obrolan, sambil menyesap air putih dari botol logamnya.Sukma tersenyum kecil. "Saya lahir dan besar di sini. Jadi, ya sudah biasa.""Tapi kamu berbeda dari orang desa lainnya," sambung Ragan, matanya menyipit memperhatikan. "Kamu punya rasa ingin tau lebih tentang hal-hal yang belum kamu mengerti dan ketahui."Sukma menoleh, lalu menunduk sambil tersenyum simpul. "Mungkin karena dulu Saya sempat punya mimpi.""Jadi guru?" tebak Ragan teringat pe

  • Istri Juragan Jagatnata (His by Law, Never by Love)   17. Namanya Kinasih

    Di kursi kayu berukiran yang menghadap ke pekarangan luas, Jagat duduk bersandar, kakinya disilangkan. Di tangan kanannya, sebuah cerutu menyala, asapnya melingkar di udara, bergerak pelan sebelum menghilang karena angin malam. Suara jangkrik mulai ramai. Di kejauhan, terdengar sesekali gonggongan anjing kampung. Pria itu menikmati keheningan seperti biasa. Tetapi entah mengapa malam ini, ia tidak segera masuk ke kamar. Ia terlihat santai, tidak seperti biasanya yang dingin dan kaku seperti kanebo kering. Sementara sorot matanya kosong menatap gelapnya malam.Tidak lama kemudian, langkah pelan terdengar dari dalam rumah. Gadis berkulit pucat itu muncul dari balik pintu, rambutnya tergerai dengan indah. Ia mengenakan daster tipis berwarna kalem, membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat dan potongan kecil singkong goreng.“Saya buatkan teh, Mas,” ujarnya pelan dan sedikit ragu. Tentu saja, Sukma merasa ragu jika kehadirannya ditolak

  • Istri Juragan Jagatnata (His by Law, Never by Love)   16. Cuek, tapi Perhatian

    Sukma sudah bersiap di teras, mengenakan dress sederhana berwarna lembut dengan motif bunga daisy. Rambut panjangnya digelung, beberapa helai jatuh melintasi pipinya. Rumah Pramoda terdengar riuh, beberapa mahasiswa berdatangan dengan tas punggung dan kamera tergantung di leher. “Mas Jagat, para mahasiswa sudah datang,” ujar Sukma dengan suara hati-hati. Dari dalam rumah, pria itu muncul. Langkahnya seperti biasa—tenang tapi menguasai suasana. Jagatnata Pramoda dengan kemeja kerja berwarna gelap dan lengan dilipat hingga siku, berjalan ke arah kerumunan muda-mudi yang kini berdiri agak ragu melihatnya. “Selamat pagi, Pak Jagat,” ujar Ragan menyapa. Ia mewakili sebagai ketua regu sambil menjulurkan tangan. Jagat menatapnya sejenak sebelum membalas jabatan itu. “Pagi. Kalian benar-benar mau lihat ladang tembakau?”

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status