Share

Gadis polos

Bee masih menggosok-gosok punggung Bastian dengan jantung berdebar kencang. Sesekali gadis itu menelan salivanya susah payah apalagi mengingat ciuman mereka tadi.

"Ck, kenapa kau melamun? Cepat gosok badanku lebih kencang lagi!" perintah Bastian melirik gadis yang berada di belakangnya itu.

"B-baik, Tu-an," jawab Bee gugup.

Cukup lama gadis tersebut memandikan suaminya. Wajahnya merah merona membayangkan hal-hal lain di kepalanya yang sudah berfantasi duluan.

Bastian tersenyum licik, dia menatap gadis itu dari ujung kaki sampai ujung rambut, terlihat sekali jika gadis ini masih muda yang jelas usianya jauh di bawah Bastian.

"Ke-ken-apa, T-uan?" tanya Bee gugup ketika melihat tatapan Bastian seperti ingin melahapnya hidup-hidup.

"Duduk di pangkuanku!" perintahnya.

"Tapi, Tu_"

Bastian langsung menatap gadis itu dengan tatapan horor sehingga membuat Bee bergidik ngeri dan mau tak mau harus mengikuti perintah sang suami.

Bastian menarik Bee agar gadis itu mendekat dan masuk ke dalam bathub.

"T-tua-n." Sontak Bee menahan dada suaminya yang hampir menempel.

Lelaki itu menatap istrinya dengan licik. Akhirnya dia berhasil menjerat gadis ini dalam pernikahan tanpa ikatan. Dia akan membuat Bee merasakan pembalasan darinya karena kedua orang tua istrinya ini telah menyebabkan dia kehilangan sosok yang begitu dia cintai.

Wajah Bee kembali merah seperti tomat karena malu. Berada di dekat suaminya dalam waktu lama tak baik untuk kesehatan jantung Bee, apalagi tatapan lelaki itu yang tajam dan dingin seperti pedang bermata dua seolah mampu menebus indra penglihatannya. Membuat Bee merasakan sesuatu yang aneh.

"Kau harus jadi budakku!" ucap Bastian menyelipkan anak rambut gadis tersebut. Dia akui, jika istrinya ini memang sangat cantik tanpa polesan make-up.

"Budak?" ulang Bee.

"Apa kau tidak dengar?"

Bee menggeleng, "Aku mendengarnya, Tuan. Hanya saja aku belum paham. Kenapa aku di jadikan budak?" tanya Bee heran dan bingung.

Bastian tersenyum licik tangannya mulai berkeliaran menelusup ke bagian baju istrinya. Hal itu sukses membuat Bee mengeliyang geli dan rasanya sangat aneh.

"T-tua-n, apa yang kau lakukan?" tanya Bee.

Bastian terdiam sejenak, dia menatap wajah rapuh istrinya? Entah kenapa ada rasa iba di hati lelaki kejam itu?

"Turunlah!"

Bee secepatnya turun sebelum singa ini mengamuk dan mengancamnya lagi.

Keduanya keluar dari kamar mandi. Bee mengelus dadanya lega karena drama kamar mandi berakhir. Merasa tidak aman jika terus berada di posisi ini setiap hari, bukan karena takut di apa-apakan oleh suaminya. Namun, kesehatan jantungnya akan bermasalah jika sang suami terus menggodanya setiap ini.

"Cepat carikan pakaianku!" titah Bastian.

"B-baik, Tuan."

Bee berjalan menuju walk in closet mengambil pakaian sang suami. Beberapa kali gadis itu menarik nafasnya dalam dan sesekali melirik Bastian.

"Dia benar-benar seperti jelmaan iblis," gumam Bee memilih pakaian untuk suaminya. "Ternyata dia menikahiku karena ingin menjadikan aku budak. Entah apa masalahnya dengan daddy dan mommy?" Dia mendesah pelan.

"Hei, kau bisa cepat sedikit tidak?" protes Bastian setengah berteriak. "Aku tidak suka orang yang bekerja lamban," sambungnya lagi menatap Bee yang berjalan kearahnya.

"Kalau tidak suka ya ambil sendiri," ucap Bee memutar bola matanya malas.

"Apa kau bilang?" Bastian menatap istrinya tajam dengan tangan yang mengepal.

"Saya bilang Anda sangat tampan, Tuan," sahut Bee asal.

"Hem, kau baru tahu aku tampan?" Bastian berdehem, di puji seperti itu membuatnya salah tingkah.

"Kemarin 'kan kita belum kenal, Tuan." Gadis itu menampilkan rentetan gigi putihnya.

"Ck, cepat pasang pakaianku!" perintahnya.

"Me-masang pa-pakai-an Anda, Tuan?" ulang Bee menelan salivanya susah payah.

"Hem, memangnya kau tidak dengar apa yang aku katakan tadi?"

"Saya dengar, Tuan."

Gadis itu menurut dan memasang pakaian suaminya. Sedangkan Bastian tersenyum puas karena bisa mengerjai gadis polos seperti Bee. Bee memalingkan wajahnya ke sembarangan arah sedangkan tangannya sibuk memasang kancing kemeja Bastian. Dia benar-benar selalu salah tingkah ketika melihat roti sobek suaminya. Ingin rasanya dia menoel-noel dengan jari.

"Apa tubuhku seburuk itu sehingga kau tak ingin melihatnya?" tanya Bastian tak suka ketika Bee enggan melihat bagian tubuhnya. Sementara di luar sana banyak wanita yang berlomba-lomba hanya untuk sekedar menyentuh dirinya.

"Tidak, Tuan. Tubuh Anda sangat bagus. Hanya saja saya grogi melihat perut kotak-kotak Anda," jawab Bee jujur dan apa adanya.

"Lalu kenapa kau memalingkan wajahmu?" protes Bastian.

Bee merenggut kesal, sebenarnya lelaki ini paham atau tidak jika dirinya sedang salah tingkah? Mau jawab jujur tetapi malu kalau tidak di jawab nanti mengamuk.

Setelah berpakaian rapi, Bastian keluar dari kamarnya dan diikuti oleh Bee yang membawa tas kerja lelaki itu. Keduanya berjalan menuju meja makan. Sebenarnya Bastian tidak pernah sarapan pagi di rumah tetapi karena dia ingin mengerjai gadis yang menjadi istrinya itu, jadi dia terpaksa meminta Bee menyiapkan sarapan untuknya.

Lelaki itu duduk dengan tenang. Sedangkan para pelayan sudah berbaris rapi di dekat meja makan.

"Ambilkan aku makanan!" suruhnya.

"B-baik, Tuan." Bee mengangguk.

Gadis tersebut mengambilkan suaminya makanan. Untung saja dia ingat makanan yang tidak boleh di konsumsi oleh suaminya. Kalau tidak, sudah pasti singa jantan itu mengomelinya lagi.

"Silakan di makan, Tuan. Semoga Anda suka masakkan saya," ucap Bee meletakkan piring berisi makanan tersebut.

Bastian melirik piring tersebut. Lalu dia memberanikan diri mengambil secuil masakan Bee. Dia ragu, apakah gadis ini bisa masak? Apalagi Bee masih muda dan bisa di katakan remaja, siapa tahu istrinya itu tidak tahu masak sama sekali?

Bastian mengunyah makanan itu dan sejenak terdiam, seperti sedang menilai masakan Bee.

Bee melirik lelaki itu dengan perasaan was-was, takut jika masakannya tidak sesuai dengan selera sang suami.

"Apakah makanan saya enak, Tuan?" tanya Bee tak sabar menunggu pendapat Bastian.

"Menurutmu?" ketus Bastian mencebik.

"Pasti enak, Tuan. Saya memang ahli masak," ucap Bee memuji dirinya sendiri.

"Dih, percaya diri," sindir Bastian.

"Percaya pada diri sendiri itu memang penting, Tuan. Daripada percaya pada orang lain," sahut Bee tersenyum simpul sambil menampilkan rentetan gigi putihnya.

Bastian mencebik, "Kau menceramahiku?" Dia melirik gadis yang berdiri di sampingnya dengan tajam.

"Tidak, Tuan," kilah Bee.

Bastian makan dengan wajah kesalnya. Kenapa dia bisa kesal? Entahlah dia tidak tahu, pagi ini mood-nya sedang tidak baik. Apalagi ada beberapa masalah di perusahaannya yang menyebabkan kerugian besar.

"Kau tidak ikut sarapan denganku?"

"Tuan ini bagaimana sih? Katanya saya budak dan pelayan, mana ada pelayan makan satu meja dengan tuan-nya?"

Entah kenapa ucapan Bee itu berhasil membuat perasaan Bastian tidak nyaman? Ada rasa aneh yang menelusup masuk ke dalam dadanya.

Bersambung.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status