Share

Hari pertama menikah

Bee bangun pagi sekali. Dia semalam kedinginan karena AC yang dingin dan tidur di atas lantai yang banyak beralaskan selimut tipis. Dia menatap sang suami yang terlelap nyaman di atas ranjang. Masih terngiang di kepalanya saat lelaki itu membentaknya berulang kali.

"Dia saja menolakku, apalagi orang tua ku," ujarnya tersenyum kecut.

"Sudahlah, sepertinya mulai sekarang aku harus menerima diriku yang menjadi seorang istri dan melupakan cita-citaku untuk kuliah."

Gadis cantik itu melipat selimut yang dia pakai dan menyimpannya di atas ranjang sang suami.

"Dia benar-benar tampan, tapi sayang tidak punya perasaan." Bee menghela nafas panjang.

Gadis itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Bahkan jam tidurnya saja sudah diatur oleh sang suami dan tidak boleh bangun terlambat dari lelaki itu. Bee menatap pantulan dirinya di depan cermin. Air mata gadis tersebut leleh begitu saja ketika mengingat dirinya yang dalam sekejap mata menjadi istri dari pria yang tidak dia kenal.

"Kenapa kalian tega menjadikan aku alat penebus hutang?." Gadis itu terisak di kamar mandi. Namun, sesat kemudian dia menyeka air matanya.

"Hem, tidak. Aku tidak boleh sedih, aku harus semangat. Sekarang aku sudah menjadi istri dan aku harus melayani suamiku dengan baik," ucapnya menyemangati diri sendiri.

Setelah cukup lama gadis itu bermonolog sendiri di dalam kamar mandi. Dia beranjak keluar dan memakai pakaiannya.

Bee berjalan menuju dapur, dia akan menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya.

"Selamat pagi, Nona Muda," sapa Julio, asisten sekaligus kaki tangan Bastian.

"Selamat pagi, Kak," balas Bee dengan senyuman manisnya.

"Nona, Anda tidak perlu memanggil saya kakak. Panggil saja saya Julio," ucap Julio yang merasa tak enak hati saat Bee memanggilnya kakak.

"Ck, tidak sopan. Kau lebih tua dariku," sanggah Bee. "Kak, aku mau ke dapur menyiapkan sarapan untuk suamiku. Tetapi aku lupa makanan kesukaannya. Bisakah kau memberitahu ku, Kak?" Bee menampilkan wajah imutnya sehingga membuat Julio salah tingkah dan memalingkan wajahnya ke sembarangan arah.

"Lho, kenapa diam saja, Kak?" tanya Bee heran.

"Hem, tidak, Nona," kilah Julio yang tak mau ketahuan jika salah tingkah dengan wajah menggemaskan Nona Muda-nya tersebut.

Lalu Julio menyebutkan makanan kesukaan Tuan Muda-nya itu.

"Baiklah, Kak. Aku masak dulu." Gadis itu mengeluarkan beberapa sayuran di dalam kulkas. "Apa Tuan Suami sering sarapan pagi?" tanyanya sibuk memotong-motong sayuran.

"Maaf, Nona. Sebenarnya Tuan tidak pernah sarapan di rumah," sahut Julio apa adanya.

"Ck, bagaimana bisa dia tidak sarapan? Apa dia pikir tubuhnya robot yang tahan bila tidak makan?" cetus gadis itu.

"Apakah Anda takut Tuan sakit, Nona?" goda Julio terkekeh pelan.

"Iya tentu saja aku takut, Kak. Bagaimanapun dia suamiku. Kalau dia sakit, aku juga yang repot," ucapnya terus berceloteh.

Bee memasak menu makanan suaminya. Namun, dia sedikit heran suaminya itu tidak pernah sarapan pagi tetapi kenapa memintanya bangun pagi untuk menyiapkan sarapan?

"Kak, apakah suamiku itu memiliki keluarga?" tanya Bee penasaran. Dipernikahan mereka kemarin tidak tampak sama sekali wajah mertuanya.

"Maaf, Nona. Saya tidak memiliki wewenang untuk menceritakan keluarga tuan. Jika Anda ingin tahu, mungkin Anda bisa bertanya langsung," jawab Julio membungkuk hormat karena takut jika Nona Muda-nya itu akan tersinggung.

Bee mengangguk paham lalu kembali melanjutkan masakannya dan dibantu oleh para pelayan.

.

.

Bee berjalan masuk ke dalam kamar suaminya. Gadis itu menghembuskan nafasnya kasar ketika melihat Bastian masih terlelap dengan nyaman di atas kasur king size miliknya.

"Hem, apa aku bangunkan saja ya?" gumamnya. "Tapi bagaimana kalau nanti dia mengamuk?" Dia tampak berpikir ragu. "Kalau tidak dibangunkan dia bisa marah." Gadis itu menarik nafasnya dalam.

Dia berjalan pelan menghampiri ranjang suaminya karena takut jika singa jantan itu terbangun dan mengamuk lagi seperti semalam.

"Selamat pagi, Tuan Suami. Ayo, bangun sudah siang," bisik Bee tepat di telinga Bastian.

Sontak saja mata lelaki itu terbuka dan tatapannya langsung bertemu dengan gadis yang ada di atasnya.

"Heh maaf Tua_"

Saat Bee hendak turun dari ranjang lelaki itu malah menariknya hingga dia terjatuh di atas pelukan sang suami.

"T-tua-n, apa yang kau lak-ukan?" tanyanya gugup ketika lelaki itu memeluk tubuh kecilnya dengan agresif.

"Apa yang kau lakukan di atas ranjangku?" tanya lelaki itu dengan beritone suara tajamnya.

"Hem, itu an-u, Tuan...." lidah Bee terasa kelu saat melihat tatapan Bastian yang mampu membekukan indra penglihatannya.

"Anu apa?" Bastian menyingkirkan anak rambut gadis itu dan menyelipkan ke daun telinganya.

"Tuan, lepaskan aku!" Bee memberontak di atas perut laki-laki tersebut.

Bastian mengeratkan pelukannya. Wajah Bee sudah memerah menahan malu. Jantungnya berdebar-debar, apa karena ini pertama kalinya dia dekat dengan seorang pria?

"Aku suamimu, kau tidak perlu malu."

Tanpa permisi Bastian mengecup bibir ranum nan manis itu. Pupil mata Bee membulat sempurna saat merasakan bibir hangat Bastian menempel seraya melumat bibirnya dengan agresif. Gadis yang belum pernah berciuman itu berusaha memberontak dengan memukul-mukul dada sang suami. Tetapi Bastian malah semakin memperdalam ciuman mereka. Tangannya dia gunakan untuk menahan tengkuk Bee.

Bee pasrah dan menyerah karena tubuh kecilnya tak mampu melawan Bastian yang memiliki postur tubuh tinggi dan besar.

Merasakan gadis di atasnya diam saja. Hal tersebut tak di sia-siakan oleh Bastian dia mengigit bibir bawah gadis tersebut agar membuka mulutnya. Alhasil mulut Bee terbuka dan Bastian dengan mudah mengakses rongga mulut Bee. Bastian tersimpul ketika merasakan ciuman Bee yang sangat kaku, terlihat sekali jika gadis ini belum pernah berciuman.

Lelaki itu melepaskan penggutannya ketika merasa istrinya hampir kehabisan nafas. Dia setengah mendorong tubuh gadis itu agar turun dari atas tubuhnya.

"Tolong mandikan aku!" suruhnya.

Bee berjingkat kaget, "Memandikan Anda, Tuan?" ulang Bee memastikan.

"Apa kau tuli?" sindir Bastian menatap gadis itu tajam.

Bee menggeleng, "Saya tidak tuli, Tuan. Saya masih bisa mendengar," sahutnya dengan wajah polos.

"Kalau begitu mandikan aku!"

Wajah Bee merah merona, pikirannya sudah traveling dan berkelana kemana-mana. Membayangkan roti sobek suaminya lalu menoel-noelnya dengan gemas.

"Sampai kapan kau akan terus berdiri di situ?" sindir Bastian melipat kedua tangannya di dada.

"Ehh, iya, Tuan."

Bee menyusul Bastian kearah kamar mandi. Beberapa kali gadis itu menelan salivanya susah payah. Ah, kalau memandikan bukankah nanti lelaki itu akan telanjang dada dan hanya memakai celana dalam saja?

"Aish, ini bisa menodai mata suciku," gumamnya pelan.

"Ayo, cepat mandikan aku!" desak Bastian setengah membentak.

Bee menurut lalu mengambil sabun dan menuangkannya ke dalam buth-up yang sudah di isi air oleh Bastian.

"Gosok punggungku dengan benar!"

Bersambung...

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Dewi 1234
ceritanya lucu
goodnovel comment avatar
Try Coba
oii pak bos jgn php gitu... kasian anak orang, udah dibuang makin terbuang
goodnovel comment avatar
Dinara Sofia
ceritanya bagus, menarik. pengen baca sampe tamat ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status