"Pilihkan bajuku!" perintah Bastian. Bee hanya menurut walau dengan wajah di tekuk kesal. Wanita cantik yang sudah tak perawan itu terus saja mengomeli sifat suaminya. "Berhenti mengomel, Gadis Bodoh!" tekan Bastian lelaki itu menyembunyikan senyumnya. "Iya," ketus Bee. Bee mengambil pakaian suaminya di dalam lemari. Dia heran sendiri pada Bastian yang tiba-tiba manja, biasanya juga lelaki itu terlihat dingin dan menyebalkan. Wanita itu membantu sang suami memakai pakaian di tubuhnya. "Tuan, menunduklah badanmu terlalu tinggi," ucap Bee. "Bukan aku yang tinggi tapi kau yang pendek." Bastian mengangkat tubuh wanita kecil itu dan mendudukkan istrinya di atas meja rias. "Tua_" Bee benar-benar terkejut untung dengan cepat dia memeluk leher suaminya. Kalau tidak sudah pasti dia akan jatuh. Sejenak tatapan keduanya saling bertemu satu sama lain. Jantung Bee berdebar tak karuan, dia tidak memungkiri bahwa suaminya ini memang memiliki daya pikat tersendiri. "Hem, aku tahu kau mengan
"Bee." Langkah kaki wanita itu terhenti ketika ada yang memanggil namanya. Bee menoleh dan tersenyum kearah Tata dan Chaca yang setengah berlari kearahnya. "Tata, Chaca," balas Bee. "Bagaimana nasibmu selama ini?" tanya Tata memutar tubuh Bee dan memeriksa apakah sahabatnya itu baik-baik saja. "Tata!" Bee merenggut kesal. "Kau pikir tubuhku baling-baling apa?" protes wanita itu lagi. "Hem, aku hanya memastikan kalau kau baik-baik saja, Bee," ketus Tata memutar bola matanya malas. "Ck, memang kau pikir aku kenapa?" tanya Bee sinis. "Sudah. Sudah, jangan bertengkar lagi," sanggah Chaca. "Bagaimana kalau kita ke kantin dan sarapan saja?" saran gadis cantik tersebut. "Aku sudah kenyang," sahut Bee. Tata dan Chaca kompak melihat kearah Bee. Tak biasanya sahabat mereka itu menolak makanan, Bee tipe orang rakus dan hobby makan. Baginya, makan adalah cara mengekspresikan diri terhadap karya tangan orang lain. "Kau yakin, Bee?" Bee membalas dengan anggukan. Beberapa waktu ini nafsu
Bastian turun dari mobil dengan wajah merah padam. Tatapan mata tajam dan nyalang menunjukkan bahwa dia tak hanya marah tetapi juga ingin melenyapkan nyawa orang. "Tuan, tunggu!" Namun, Bastian tak menanggapi. Dia berjalan masuk ke dalam mansion kedua orang tua nya. "Daddy. Bram!" teriaknya memanggil dua orang yang telah menghancurkan hidupnya tersebut. Eric dan Santa yang tengah duduk di rumah tamu sontak terkejut mendengar kedatangan Bastian apalagi anak sulung mereka itu berteriak-teriak. "Ada apa, Son?" tanya Eric. Bastian menatap ayahnya dengan penuh kebencian. Tak dia sangka jika ayahnya sejahat itu dan tega membuatnya hidup dalam penderitaan. "Apa yang Daddy lakukan pada Alena?" Eric terkejut mendengar pertanyaan sang anak. Sementara Santa menatap suaminya heran, dia berusaha mencerna pertanyaan Bastian. Apa maksud dari anak lelakinya tersebut? "Apa maksudmu, Son?" Bastian berdecih mendengar pertanyaan dari sang ayah. Pantas saja lelaki paruh baya ini selalu menghind
"Ah, brengsek!" Galang memukul stir mobilnya dengan kuat. Lelaki tampan itu terkejut bukan main ketika mengetahui Bee hamil dan fakta yang harus dia tahu bahwa gadis tersebut mengandung benih dari pria yang begitu Galang benci. "Kenapa, Bee? Kenapa kau tega menyembunyikan ini semua dariku? Kenapa?" Dia berteriak sambil menguncang stir mobil tersebut berulang kali. "Kau satu-satunya gadis yang membuatku percaya pada kata cinta. Setelah kedua orang tua ku hancur karena cinta. Tetapi kau juga yang mematahkan semua harapanku padamu, Bee. Aku, aku tidak terima kau menggandung benih dari pria itu."Galang melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Dia menangis sepanjang perjalanan. Kenapa di saat dia merasa memiliki hidup? Justru dia di hempaskan oleh jantung yang berdegup. Apa salahnya? Apa dia sungguh tak berhak bahagia seperti orang lain? Galang tak pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Walau harta melimpah dan uang yang tak pernah kurang tetapi hatinya selalu hampa. Pertemu
Bee membeku di tempatnya ketika mendengar ucapan Tata. Seluruh aliran dalam tubuhnya seolah berhenti mengalir. Beberapa partikel hatinya seketika berdenyut sakit."H-ha-m-il?" ulang Bee sekali lagi. Tata dan Chaca saling melihat satu sama lain lalu mengangguk kompak. Mereka aksuhan melihat kehidupan Bee yang selalu menjadi korban keegoisan orang-orang yang ada di dekatnya. "Iya, Bee. Kau hamil," jawab Tata tegas. Bee langsung luruh. Air mata bergulir dan menggelinding di pipinya hingga berjatuhan dengan deras. "Ak-ku h-ha-m-il?" Tangannya terulur mengusap perut yang masih rata tersebut. Hal yang paling dia takutkan dalam hidupnya. Kini benar-benar telah terjadi begitu saja. "Bee, kau yang sabar ya. Bagaimanapun dia adalah anakmu," ucap Chaca mengusap bahu sang sahabat. Dia turut merasakan apa yang saat ini melanda kehidupan Bee. "Cha." Air mata leleh ketika menatap sahabatnya itu. "Bagaimana nasib anakku nanti? Tuan Suami pasti tidak menginginkan anak ini. Apa yang harus aku la
"Brengsek."Jika saja bukan ayahnya sudah pasti Bastian akan memukul wajah lelaki paruh baya tersebut. Sementara Santa menangis segugukan dia tidak menyangka jika ternyata selama ini suaminya tega menutupi kedok selama puluhan tahun. "Maafkan Daddy, Son. Maafkan Daddy!"Eric berlutut di kaki Bastian seraya menangis meminta maaf. Dia menyesal melakukan hal tersebut. Dia khilaf, dia lupa diri. Apalagi wanita itu memang menggodanya kala itu. "Menyingkir dari kakiku!" hardik Bastian menendang pria paruh baya tersebut. Dia seolah tak peduli pada dosa. Saat ini dia benar-benar membenci sang ayah lebih dari apapun. "Maafkan, Daddy." "Kau tega, Dad. Kau tega merebut semua kebahagiaanku. Kau menyembunyikan Alena selama sepuluh tahun. Kau....." Bastian memukul meja sangat kuat hingga tersebut pecah dan darah mengalir dari buku-buku tangannya. Sementara Bram duduk dengan tenang sambil tersenyum puas, ah sangat puas. Dia merasa kemenangan sedang berada di pihaknya dan dia bisa merebut semua m
"Santa, maafkan aku," mohon Eric. "Tolong jangan pergi tinggalkan aku, Santa. Aku mencintaimu." Lelaki paruh baya itu memeluk kaki sang istri yang tengah mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. "Lepaskan aku, Eric! Untuk apa kau menahanku, kau pilih saja perempuan yang kau hamili itu," sarkas Santa berusaha melepaskan tangan sang suami. Istri mana yang tak akan sakit hati ketika mengetahui sebuah kenyataan. Bahwa suami yang selama ini dia agungkan dengan sejuta cinta malah tega mengkhianati kedepan yang mereka sepakati. "Dia menggodaku. Dia bukan wanita baik-baik. Oleh sebab itulah aku meminta Kenzo menculiknya di hari pernikahan Bastian dan Alena," jelas Eric sambil menangis segugukan. Santa menatap suaminya tajam. Apa maksud lelaki ini yang mengatakan jika Alena bukan perempuan yang baik. "Dengarkan dulu penjelasanku, Santa!" mohon Eric lagi. Wanita itu duduk di bibir ranjang. Dia menatap suaminya dengan benci dan kekecewaan yang mendalam. Hatinya sakit ketika mendengar ken
"Hai, Kakak Ipar," sapa Bram melambaikan tangannya kearah Bee yang tampak bingung melihat lelaki tersebut. "Kakak ipar?" ulang Bee. Dia memang belum kenal siapa lelaki yang ada di depannya ini. "Iya, Kakak Ipar. Aku adik Kak Bastian. Perkenalkan namaku Bram," ucap Bram mengulurkan tangannya pada Bee. Bee masih bingung. Dia baru tahu jika suaminya memiliki adik. Selama ini dia memang tidak tahu siapa saja keluarga suaminya tersebut. Bahkan dia pernah menyangka jika Bastian tidak memiliki keluarga dengan kata lain, sebatang kara. "Aku Bee." Dia membalas uluran tangan Bram. "Apa yang kau lakukan di sini? Mana Tuan Suami?" Bee celingak-celinguk melihat kearah belakang Bram barangkali suaminya sudah datang. Bram tersenyum smirk, benar dugaannya jika Bee tidak mengetahui masa lalu Bastian. Bagaimana reaksi perempuan itu jika tahu bahwa suaminya sekarang sedang menjemput cinta lamanya? "Kau mencari Kak Bastian?" Bram menatap Bee dari ujung kaki sampai ujung rambut. Wanita berambut pend