Share

Istri Kecil CEO Tampan
Istri Kecil CEO Tampan
Author: Borneng

Mentari

“Kalian akan mendapatka karma dari penghinaan ini,” isak seorang wanita menangis sedih, ia tidak akan tahan menanggung malu melihat orang-orang  sebab pesta pernikahan putrinya dibatalkan sepihak oleh pihak laki-laki tanpa alasan yang jelas, padahal persiapan pesta sudah sembilan puluh persen, tinggal menunggu satu hari lagi.

“Karma takut padaku dan keluargaku , saya yang mengatur hidupku dan menentukan jalam hidupku keluarga kami,” ujar lelaki angkuh itu.

“Bagaimana dengan Bulan putriku dia butuh penjelasan,” tuntut Samudra Gumala.

“Tidak ada penjelasan, katakan padanya kalau putraku tidak ingin menikah dengannya dia ingin wanita yang berkelas dan sepadan dengan kami. Ini uang sebagai ganti biaya tenda yang sudah kalian pasang,” ujar pria sombong itu menyodorkan sejumlah uang.

“Ini bukan tentang uang. Ini tentang harga diri yang kamu injak-injak!” teriak Gumala dengan marah.

“Orang miskin seperti kalian tidak punya harga diri. Kalian terlalu bermimpi untuk jadi bagian keluarga kami, itu sangat memalukan.” Angkasa tertawa menghina.

“Bagamana dengan pernikahan wasiat kakek mereka?” tanya Angkasa ia sampai berlutut dan memohon agar pernikahan dilanjutkan, gagal menikah akan  jadi momok yang memalukan untuk putrinya. Tetapi calon besan yang bernama Angksa itu menghina dan meningalkannya begitu saja.

“Lelaki jahat!” teriak seorang anak remaja, tetapi sang ayah menahannya.

“Gadis kecil. Om tidak jahat, yang jahat itu takdir, siapa suruh keluargamu miskin. Oh ... ayahmu juga akan masuk penjara jadi kamu jaga ibumu dengan baik,” ucapnya meninggalkan Mentari

Sang ibu jatuh pingsan, Mentari Gumala menatap dengan penuh dendam pada lelaki yang bernama  Angkasa Atmajaya.

“Suatu saat nanti aku akan membalasmu dan semua keluargamu,” ucapnya mengepal  kedua tangan dengan kuat.

Tidak tahan menangung malu  ibu jatuh sakit dan kakak perempuanya depresi. Tidak cukup sampai disitu,  bahkan ayahnya masuk penjara dituduh mengelapkan dana sekolah. Mentari terpaksa berhenti sekolah demi mengurus ibu dan kakaknya.

                   **

 Lima tahun kemudian.

Seorang gadis cantik berseragam sekolah mendatangi sebuah gedung perkantoran.          

          

“Apa yang kamu lakukan di ruanganku. Siapa kamu?” tanya Topan menatap tajam pada gadis muda berseragam putih abu-abu.

“Aku Mentari Gumala, masa kakak Lupa.”

“Oh, Mentari kamu sudah tumbuh besar sekarang. Lalu apa yang kamu lakukan di kantorku?”

“Aku hanya ingin melihat calon suamiku.” Mentari  berdiri lalu duduk di pangkuan Topan dengan sikap manja.

“Mentari apa yang kamu lakukan.” Lelaki itu panik  mencoba mendorong tubuh Mentari dari pangkuannya.

“Hanya mengobrol dengan Kak Topan apa salahnya,” tuturnya sembari mengunya permen karet dimulutnya, lalu mengalungkan kedua tangan di leher Topan.

“Mentari ini kantorku. Bagaimana kalau ada orang melihatmu. Tunggu apa kamu masih memakai seragam sekolah?” Topan  mendorongnya dari pangkuanya. Ia tidak ingin citranya sebagai bos tercoreng.

“ Iya aku masih pelaja SMA.”

“Oh, kamu masih anak kecil Mentari kamu pulang dan belajar lah dengan baik,” nasihat Topan.

“Sebenarnya umurku sudah cukup dewasa, hanya saja saat itu aku sempat berhenti sekolah selama beberapa tahun lalu  aku melanjutkan kembali.”

Topan baru pulang dari luar negeri selama tinggal di sana dengan waktu yang lama. Ini pertama kalinya ia bertemu kembali dengan keluarga Gumala, keluarga calon istri yang gagal menikah dengannya waktu itu.

“Mentari aku tidak ingin para pegawaiku salah paham, perusahaan ini baru tercipta aku haru menjaga nama baikku.” tutur Topan.

“Bilang saja kamu bersama calon istrimu,” ucap Mentari lalu menempelkan permen karet  yang di bawah meja kerja Topan.

“Kamu masih kecil, sejak kapan kamu bersikap nakal seperti ini. Apa Om tahu kamu seperti ini?” Topan mengeser kursi kerjanya dan memudurkan dari meja.

“Tidak, aku hanya  bersikap seperti itu pada Kak Topan.” Lalu melepaskan satu kancing seragam sekolah yang dipakai.

“Kamu harusnya sekolah Mentari, bukan malah mengoda lelaki dewasa sepertiku. Apa kamu mencari uang dengan cara seperti ini?”

“Kapan Kak Topan pulang ke Indonesia?” tanya Mentari mengabaikan pertanyaan lelaki itu. Lalu ia mendaratkan bibirnya di bibir pria tersebut.

Mata Topan kaget melihat sikap berani Mentari, usia mereka terpaud jauh tapi ia berani datang ke kantornya dan  merayu dirinya. Padahal Mentari masih mengenakan seragam sekolah yang ditutupi dengan switer. Topan juga sudah punya kekasih, apa yang dilakukan Mentari membuatnya panik.

“Aku sudah satu bulan,” sahut Topan ia menatap wajah Mentari menyelidiki wajah itu dengan seksama.

‘Cantik, tapi sikapnya murahan, aku tidak suka’ Ia membatin.

“Kenapa tidak bilang padaku, kalau aku tahu, aku akan datang tiap hari ke rumahmu.” Mentari mengecup pipi lelaki dewasa di depannya lagi,  masih dengan posisi duduk di pangkuan  lelakai yang bernama Topan itu.

“Mentari  kenapa kamu bersikap seperti ini padaku? Aku ini lelaki dewasa. Bagaimana kalau aku hilap.”

“Kita tinggal menikahkan? Kan,  aku calon istrimu.” Mentari mengulum senyum yang sangat manis.

“Tidak ada lagi perjodohan di keluarga kita, itu sudah lama berlalu Mentari. Aku berharap kakakmu bahagia dengan suaminya,” ujar Topan.

“Tapi Om sama Tante datang melamarku kemarin, mereka memintaku menjadi istrimu lagi,” sahut  Mentari dengan percaya diri.

“Itu tidak akan terjadi,” tolak Topan.

“Kak Topan, aku sudah dewasa dan aku juga bisa melayanimu dengan baik di ranjang, kalau kamu tidak percaya kita bisa mencobanya sekarang.” Gadis remaja itu mengarahkan kepalanya ke arah sofa di ruangan Topan.

“Mentari, berhenti bersikap murahan seperti ini, itu membuatku  kesal. Apa Om yang memintamu merayuku atau kakakmu?” tanya Topan merasa jengkel.

“Tidak dua-duanya.”

Topan  kehabisan kesabaran melihat sikap gadis muda itu. Saat kakek mereka dulu masih hidup, hubungan keluarga mereka sangat baik.  Tapi sekarang hubungan keluarga itu tidak baik,  bahkan boleh dibilang mereka saling bermusuhan.

Bagi Topan Mentari hanyalah gadis kecil, sudah seperti adik sendiri. Tidak pernah menduga kalau ia akan merayunya seperti saat itu.

“Mentari  kamu keluar.” Topan menelepon bagian keamanan.

“Aku maunya diantar sama Kak Topan.” Mentari tidak mau melepaskan lengan Topan.

Tidak ingin ada keributan di kantor barunya Topan membawa Mentari keluar dan mengantar sampai ke depan gedung.

“Pulanglah.” Ia menghentikan taxi dan memaksa Mentari masuk.

Kali ini Mentari tidak menolak, ia tersenyum manis, lalu melambaikan tangannya pada Topan.

“Merepotkan saja,” sugut Topan dengan wajah kesal, ia masuk kembali ke ruangannya.

“Misi berhasil, lakukan tugasmu,” ucap Mentari menelepon seseorang

Bersambung

           

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status