“Kalian akan mendapatka karma dari penghinaan ini,” isak seorang wanita menangis sedih, ia tidak akan tahan menanggung malu melihat orang-orang sebab pesta pernikahan putrinya dibatalkan sepihak oleh pihak laki-laki tanpa alasan yang jelas, padahal persiapan pesta sudah sembilan puluh persen, tinggal menunggu satu hari lagi.
“Karma takut padaku dan keluargaku , saya yang mengatur hidupku dan menentukan jalam hidupku keluarga kami,” ujar lelaki angkuh itu.
“Bagaimana dengan Bulan putriku dia butuh penjelasan,” tuntut Samudra Gumala.
“Tidak ada penjelasan, katakan padanya kalau putraku tidak ingin menikah dengannya dia ingin wanita yang berkelas dan sepadan dengan kami. Ini uang sebagai ganti biaya tenda yang sudah kalian pasang,” ujar pria sombong itu menyodorkan sejumlah uang.
“Ini bukan tentang uang. Ini tentang harga diri yang kamu injak-injak!” teriak Gumala dengan marah.
“Orang miskin seperti kalian tidak punya harga diri. Kalian terlalu bermimpi untuk jadi bagian keluarga kami, itu sangat memalukan.” Angkasa tertawa menghina.
“Bagamana dengan pernikahan wasiat kakek mereka?” tanya Angkasa ia sampai berlutut dan memohon agar pernikahan dilanjutkan, gagal menikah akan jadi momok yang memalukan untuk putrinya. Tetapi calon besan yang bernama Angksa itu menghina dan meningalkannya begitu saja.
“Lelaki jahat!” teriak seorang anak remaja, tetapi sang ayah menahannya.
“Gadis kecil. Om tidak jahat, yang jahat itu takdir, siapa suruh keluargamu miskin. Oh ... ayahmu juga akan masuk penjara jadi kamu jaga ibumu dengan baik,” ucapnya meninggalkan Mentari
Sang ibu jatuh pingsan, Mentari Gumala menatap dengan penuh dendam pada lelaki yang bernama Angkasa Atmajaya.
“Suatu saat nanti aku akan membalasmu dan semua keluargamu,” ucapnya mengepal kedua tangan dengan kuat.
Tidak tahan menangung malu ibu jatuh sakit dan kakak perempuanya depresi. Tidak cukup sampai disitu, bahkan ayahnya masuk penjara dituduh mengelapkan dana sekolah. Mentari terpaksa berhenti sekolah demi mengurus ibu dan kakaknya.
**
Lima tahun kemudian.
Seorang gadis cantik berseragam sekolah mendatangi sebuah gedung perkantoran.
“Apa yang kamu lakukan di ruanganku. Siapa kamu?” tanya Topan menatap tajam pada gadis muda berseragam putih abu-abu.
“Aku Mentari Gumala, masa kakak Lupa.”
“Oh, Mentari kamu sudah tumbuh besar sekarang. Lalu apa yang kamu lakukan di kantorku?”
“Aku hanya ingin melihat calon suamiku.” Mentari berdiri lalu duduk di pangkuan Topan dengan sikap manja.
“Mentari apa yang kamu lakukan.” Lelaki itu panik mencoba mendorong tubuh Mentari dari pangkuannya.
“Hanya mengobrol dengan Kak Topan apa salahnya,” tuturnya sembari mengunya permen karet dimulutnya, lalu mengalungkan kedua tangan di leher Topan.
“Mentari ini kantorku. Bagaimana kalau ada orang melihatmu. Tunggu apa kamu masih memakai seragam sekolah?” Topan mendorongnya dari pangkuanya. Ia tidak ingin citranya sebagai bos tercoreng.
“ Iya aku masih pelaja SMA.”
“Oh, kamu masih anak kecil Mentari kamu pulang dan belajar lah dengan baik,” nasihat Topan.
“Sebenarnya umurku sudah cukup dewasa, hanya saja saat itu aku sempat berhenti sekolah selama beberapa tahun lalu aku melanjutkan kembali.”
Topan baru pulang dari luar negeri selama tinggal di sana dengan waktu yang lama. Ini pertama kalinya ia bertemu kembali dengan keluarga Gumala, keluarga calon istri yang gagal menikah dengannya waktu itu.
“Mentari aku tidak ingin para pegawaiku salah paham, perusahaan ini baru tercipta aku haru menjaga nama baikku.” tutur Topan.
“Bilang saja kamu bersama calon istrimu,” ucap Mentari lalu menempelkan permen karet yang di bawah meja kerja Topan.
“Kamu masih kecil, sejak kapan kamu bersikap nakal seperti ini. Apa Om tahu kamu seperti ini?” Topan mengeser kursi kerjanya dan memudurkan dari meja.
“Tidak, aku hanya bersikap seperti itu pada Kak Topan.” Lalu melepaskan satu kancing seragam sekolah yang dipakai.
“Kamu harusnya sekolah Mentari, bukan malah mengoda lelaki dewasa sepertiku. Apa kamu mencari uang dengan cara seperti ini?”
“Kapan Kak Topan pulang ke Indonesia?” tanya Mentari mengabaikan pertanyaan lelaki itu. Lalu ia mendaratkan bibirnya di bibir pria tersebut.
Mata Topan kaget melihat sikap berani Mentari, usia mereka terpaud jauh tapi ia berani datang ke kantornya dan merayu dirinya. Padahal Mentari masih mengenakan seragam sekolah yang ditutupi dengan switer. Topan juga sudah punya kekasih, apa yang dilakukan Mentari membuatnya panik.
“Aku sudah satu bulan,” sahut Topan ia menatap wajah Mentari menyelidiki wajah itu dengan seksama.
‘Cantik, tapi sikapnya murahan, aku tidak suka’ Ia membatin.
“Kenapa tidak bilang padaku, kalau aku tahu, aku akan datang tiap hari ke rumahmu.” Mentari mengecup pipi lelaki dewasa di depannya lagi, masih dengan posisi duduk di pangkuan lelakai yang bernama Topan itu.
“Mentari kenapa kamu bersikap seperti ini padaku? Aku ini lelaki dewasa. Bagaimana kalau aku hilap.”
“Kita tinggal menikahkan? Kan, aku calon istrimu.” Mentari mengulum senyum yang sangat manis.
“Tidak ada lagi perjodohan di keluarga kita, itu sudah lama berlalu Mentari. Aku berharap kakakmu bahagia dengan suaminya,” ujar Topan.
“Tapi Om sama Tante datang melamarku kemarin, mereka memintaku menjadi istrimu lagi,” sahut Mentari dengan percaya diri.
“Itu tidak akan terjadi,” tolak Topan.
“Kak Topan, aku sudah dewasa dan aku juga bisa melayanimu dengan baik di ranjang, kalau kamu tidak percaya kita bisa mencobanya sekarang.” Gadis remaja itu mengarahkan kepalanya ke arah sofa di ruangan Topan.
“Mentari, berhenti bersikap murahan seperti ini, itu membuatku kesal. Apa Om yang memintamu merayuku atau kakakmu?” tanya Topan merasa jengkel.
“Tidak dua-duanya.”
Topan kehabisan kesabaran melihat sikap gadis muda itu. Saat kakek mereka dulu masih hidup, hubungan keluarga mereka sangat baik. Tapi sekarang hubungan keluarga itu tidak baik, bahkan boleh dibilang mereka saling bermusuhan.
Bagi Topan Mentari hanyalah gadis kecil, sudah seperti adik sendiri. Tidak pernah menduga kalau ia akan merayunya seperti saat itu.
“Mentari kamu keluar.” Topan menelepon bagian keamanan.
“Aku maunya diantar sama Kak Topan.” Mentari tidak mau melepaskan lengan Topan.
Tidak ingin ada keributan di kantor barunya Topan membawa Mentari keluar dan mengantar sampai ke depan gedung.
“Pulanglah.” Ia menghentikan taxi dan memaksa Mentari masuk.
Kali ini Mentari tidak menolak, ia tersenyum manis, lalu melambaikan tangannya pada Topan.
“Merepotkan saja,” sugut Topan dengan wajah kesal, ia masuk kembali ke ruangannya.
“Misi berhasil, lakukan tugasmu,” ucap Mentari menelepon seseorang
Bersambung
Setelah di usir paksa sama Topan, Mentari hanya tersenyum kecut entah apa yang dipkirkan gadis cantik itu. Tetapi yang pasti sikap murahan yang diperlihatkan pada Topan bagian dari rencana balas dendamnya. Gadis berkulit putih itu berakting totalitas, walau hatinya sangat membenci Topan dan keluarganya tetapi ia rela merayu agar Topan setuju menikah dengannya. Mentari pulang ke rumah, saat ia tiba ternyata mendengar ayahnya membahas tentang lamaran keluarga Topan.“Jangan khawatir Yah, aku akan setuju,” sahut Mentari mencium pipi ibunya yang sedang duduk di kursi Roda.“Mentari apapun yang terjadi, dalam keluarga kita itu bukan tanggung jawabmu, itu tugas ayah Nak,” ujar sang ayah.“Aku akan melakukannya Yah. Aku berjanji pada Ayah dan Ibu untuk mendapatkan apa yang jadi milik kita,” ujar Mentari.“Kamu masih duduk di bangku SMA mana mungkin menikah,” tolak Bulan.“Tidak apa-apa Kak. Tapi umurku sudah cukup untuk menikah hanya saja aku sempat berhenti sekolah.”“Tetap saja, apa k
Mutiara menepati janjinya pada Topan ia membawa Mentari ke rumah, ia ingin putranya dan Mentari se kamar Topan. Mentari meletakkan nampan di sebelah pahanya yang terakat untuk menjaga kesetabilan tubuhnya. Lalu sebelah tangannya membuka handel pintu . Kreaak!Pintu berdenyit halus, sosok lelaki tertidur pulas dengan posisi tubuh tidur telungkup, memperlihatkan otot tangan yang keras.Mutiara menepati janjinya pada Topan wanita yang selalu berpenampilan elegan itu akan membawa Mentari ke rumah. Ia ingin putranya dan Mentari semakin dekat dan saling mengenal satu sama lain sebelum perniakahan. Orang kaya akan selalu merasa paling benar dan orang miskin akan selalu mengalah. Hal itu benar terjadi pada keluarga Mentari. Seharusnya lelaki yang datang berkunjung ke rumah perempuan, tetapi di sini Mentari yang justru diminta datang ke rumah Topan.“Maaf Pak, saya diminta Nyonya Mutiara untuk menjemput Mentari,” ucap supir pagi itu.“Loh, kami tidak diberitahu sebelumnya akan membawa Mentar
Masih SekolahBel berdering nyaring, di sekolah favorit Trida School, Sekolah Internasional bergengsi di kota itu, tempat anak-anak orang yang kaya menimbah ilmu.Sekolah berlantai tiga yang di lengkapi segala fasilitas yang tidak semua sekolah memilikinya. Saat masuk pelajaran pertama Mentari, menguap dengan malas di kelas.“Lo, tu iya asal pelajaran mate-matika selalu saja menguap, Lo gak mau mempertahankan frestasi Lo, apa?” ujar Melie menoyor kepala sahabatnya.“Malas gue mati-matika. Lagian pelajaran mate-matika itu mudah, asal tahu saja kuncinya. Perkalian, penambahan, pembagian, pengurangan, itu saja intinya, kalau sudah hapal ke empat itu, artinya sudah pintar,” ujar Mentari mengambar sesuatu dalam sampul buku tulisnya.Ia akan melakukan itu, kalau sedang bosan.“Eh, tapi Lo ngak takut, kalau misalkan Alice menyalip Lu dan dia juara kelas, lagi?”“Biarkan saja, justru gue inginya seperti itu, gue bosan juara kelas mulu, sesekali gue pengan yang nilai paling terah
Berusaha Menggalkan Perniikahan.Di satu sisi Topan tidak suka dengan rencana perjodohan yang dilakukan orang tuanya. Tetapi di sisi lain Mentari sudah bertekad akan melakukan apapun agar bisa menikah dengan Topan. Ia melakukan itu demi keluarganya. Hari ituSaat Mentari sedang berkutat di depan computernya, ponselnya berdering ada panggilan dari Ibu Topan.“Ah, apa lagi yang diinginkan keluarga ini,” rutuk Mentari dengan kesal.“Halo Tante.”“Mentari Bunda meminta kamu datang ke sini.”“Tapi ini sudah malam Tante.”“Justru sudah malam. Kamu mau menikah gak tidak dengan Topan?”“Iya Mau Tante,” sahut Mentari bigung.“Datanglah sekarang, saya akan meminta supir menjemput kamu.”“Ah … ini sudah-”“Sudah jangan membantah ikuti saja,” ucap Wanita itu dengan sikap memaksa. Ia bahkan tidak memperdulikan perasaan keluarga Mentari.Mentari terpaksa pergi diam-diam, kalau ia minta ijin sama ayah dan kakaknya sudah pasti dilarang .Tiba di rumah Topan Mutiara meminta Mentari masuk ke kamar Top
Pembicaraan Bulan dengan Topan ternyata di dengar Mentari, akhirnya ia tahu kalau Topan masih memiliki rasa pada Kakanya Bulan. Mentari juga bisa melihat dari tatapan wanita cantik itu kalau ada sisa cinta masa lalu. Mentari masih berdiri tidak jauh dari Topan dan Bulan.“Aku tidak akan melakukan itu, antara kamu dan aku sudah tidak ada hubungan apa-apa,” ujar Bulan.“Lalu kenapa kamu memintaku menikah dengan adik kecilmu.”“Itu atas permintaan keluargamu bukan keinginan kami,” balas Bulan.“Apa kamu bisa menjamin hatimu tidak tertarik lagi padaku jika aku menikah dengan adikmu.” Topan menatap wajah Bulan.“Aku bisa menjamin itu Pak Topan jangan kwatir.” Bulan meninggalkan Topan berdiri di taman sekolah.Bulan masuk ke ruang kelas, ia bersiap akan mengajar. Tetapi kehadiran Topan pagi itu di sekolah mengusik pikirannya ia hanya duduk diam di kursi dan meminta para siswa untuk mencatatat dan merangkum bacaan dalam buku paket. Sementara Bulan masih duduk dikursinya ia memijit jemari
Hari itu Topan baru saja tiba di kantor. Saat menandatangani beberapa berkas sayahnya kembali menelepon. Topan merasa dadanya bergemuruh saat ayahnya selalu menekan hidupnya.“Halo!”“Kamu di mana?” suara Angkasa begitu tegas.“Masih di kantor, Yah.”“Pulang ayah mau bicara.”“Aku baru tiba di kantor, kalau ayah ingin mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang Yah,” ujar Topan.“Kamu pulang sekarang atau saya menghancurkan kantormu.”Dengan tangan terkepal kut Topan menutup telepon dan menyimpan berkas di tangannya. Wajahnya mengeras menahan amarah, kalau saja pria berkepala botak itu bukan ayahnya ia sudah dari dulu ingin menghabisinya. Tapi Topan tidak ingin menjadi anak durhaka ia selalu menahan emosi menghadapi sikap keras ayahnya.Topan baru saja membangun perusahaan sendiri walau harus mengunakan embel-embel nama belakang keluarganya di belakan bisnis tetapi ia hanya memakai nama kelurganya semua modal dari Topan sendiri. Ia ngin lepas dari ayahnya. Tapi kerja kerasnya memb
Hari itu Topan baru saja tiba di kantor. Saat menandatangani beberapa berkas ayahnya kembali menelepon. Topan merasa emosinya memuncak saat ayahnya selalu menganggunya saat bekerja. Kalau saja ayahnya tidak menjadikan ibunda tercintanya sebagai pelampiasan ia tidak akan mau menuruti semua kemauan Ayahnya.Topan memejamkan mata lalu menghela napas panjang, mengusap panel berwarna hijau di ponsel miliknya“Halo!”“Kamu di mana?” suara Angkasa begitu tegas.“Masih di kantor, Yah.”“Pulang ayah mau bicara.”“Aku baru tiba di kantor, kalau ayah ingin mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang,” ujar Topan.“Kamu pulang sekarang atau saya menghancurkan kantormu.”Dengan tangan terkepal kuat Topan menutup telepon dan menyimpan berkas di tangannya. Wajahnya mengeras menahan amarah, kalau saja pria berkepala botak itu bukan ayahnya ia sudah dari dulu ingin menghabisinya. Tapi Topan tidak ingin menjadi anak durhaka ia selalu menahan emosi menghadapi sikap keras ayahnya.Topan membangun perusa
Saat Mentari ingin bejuang agar pernikahan mereka berlanjut, Topan malah sebaliknya, ia ingin rencana pernikan mereka batal. Bagi Topan , pernikahan mereka tidak masuk akal, salah satunya perbedaan umur yang sangat jauh.Ia juga tidak ingin berhubungan lagi dengan keluarga mantan kekasihnya. Saat ia berusaha keras untuk menolak , rupanya Mentari berjuang untuk tetap bisa menikah dengan Topan. Mendengar hal tersebut Topan mencoba mencari titik kelemahan Mentari.“Baiklah, aku akan menikah denganmu, tapi aku ingin melihat kamu apa kamu masih perawan atau tidak. Aku akan mempercepat pernikahan kalau kamu masih perawan.”‘Apa jaman sekarang hal itu masih penting?’ tanya Mentari tapi ia tidak mau terlihat lemah.“Baik,” sahut Mentari santai.“Mari kita ke hotel, aku akan pastikan dulu baru kita menikah.” Mentari setuju, Topan tersenyum kecut melihat keberania gadis muda tersebut, ia juga semakin tidak suka melihat Mentari.Sepanjang jalan ada banya hotel berderet, mulai yang murah