Share

bab 5 "Di Tengah Duka, Cinta dan Kekuatan"

"Ibu, bangunlah," ucap Aisyah sambil mengguncang tubuh ibunya. "Kak Faiz, ayo kita bawa ibu ke rumah sakit," tambahnya, air mata mengalir dari matanya.

Faiz mengecek denyut nadi ibunya, lalu berkata, "Innalillahi wa inna ilahi raji'un, wa inna ila rabbina lamunqalibun. Allahummaktubhu indaka fil muhsinin, waj'al kitabahu fi'illiyyin, wakhlufhu fi ahlihi fil ghabirin, wa la tahrimnaa ajrahu wala taftinna ba'dahu."

Aisyah, ibu sudah tiada," ucap Faiz sambil memeluk Aisyah, turut menangis melihat keadaan istri dan anaknya yang terpukul. Faiz kemudian mengusap lembut kepala Aisyah, mencoba memberinya kekuatan.

Fatimah melangkah gontai mendekati Dinda, "Mengapa kamu pergi begitu cepat? Kamu udah janji akan sembuh dan sehat, tapi mengapa kamu meninggalkan kita semua?" Tangis Fatimah pecah, memeluk erat tubuh Dinda.

"Umi, tenanglah," ucap Abi Faizal menenangkan Fatimah, lalu menatap Aisyah, "Nak, seperti yang dikatakan ibumu, Allah lebih menyayangi beliau sehingga mengambilnya. Kita harus bersikap kuat, meski berat."

"Aisyah, ibumu sudah tiada," ucap Faizal sambil memeluknya. "Kita harus kuat, ya nak. Ini berat, tapi kita bisa melewatinya bersama," tambahnya, memeluk mereka erat, mencoba menyampaikan kekuatan.

Aisyah menggeleng, lalu berkata, "Aisyah masih ingin tinggal bersama ibu," sambil menarik tangan Faiz. "Tapi dek, ibu sudah tiada. Kita harus kuat," ucap Faiz, mencoba menghapus air mata Aisyah.

"Ayo, kita siapkan pemakaman ibumu," ucap Abi Faizal, memimpin mereka keluar. Aisyah memeluk jasad ibunya, bertanya, "Kenapa ibu meninggalkan Aisyah? Aisyah masih butuh ibu, dan selamanya."

Faiz tidak tega melihat Aisyah menangis, namun ia hanya bisa memberikan pundak untuk Aisyah bersandar.

Abi Faizal sungguh tidak tega melihat keadaan menantunya, ia berusaha memberikan kekuatan pada Aisyah. "Nak, lihatlah mata Abi," ucapnya dengan lembut. "Abi tahu ini sangat berat bagimu dan bagi kita semua. Tapi jika kamu terus berlarut-larut dalam kesedihan, ibu dan ayahmu akan merasa bersalah meninggalkanmu. Padahal, mereka yakin telah menitipkan anak kesayangan mereka kepada orang yang tepat. Jadi, nak, kamu harus kuat ya? Kamu memiliki Abi, Umi, dan Faiz yang selalu bersamamu. Sekarang, kita adalah keluargamu, anak Abi dan Umi," lanjut Faizal dengan lembut, menatap Aisyah.

Aisyah menangis terharu mendengar ucapan Abi Faizal. Lalu, ia memeluknya sambil mengucapkan terima kasih. "Terima kasih, Abi. Terima kasih," ucapnya sesegukan di pelukan Faizal. Faizal membalas pelukannya dengan erat, mengelus lembut kepalanya. "Iya, nak. Sama-sama," jawab Faizal sambil tersenyum.

"Jadi kalau sekarang ibumu dimandikan, sudah nggak apa-apa kan, nak?" tanya Abi Faizal dengan lembut. Aisyah mengangguk, "Iya, Abi, nggak apa-apa," ucapnya.

Faiz mengambil alih, memeluk Aisyah. "Udah dong, Abi. Ini istri Faiz," katanya sambil sedikit bergurau, berharap Aisyah tersenyum.

Abi Faizal pun berkata, "Dia memang istrimu, tapi dia juga adalah anak dan menantu perempuanku," ucapnya dengan tulus.

Aisyah merasa senang di tengah-tengah kesedihannya karena dia benar-benar diperlakukan baik oleh Faiz dan mertuanya.

Beberapa jam kemudian, Dinda dimandikan dan diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya, tepat disamping makam suaminya.

Faiz dan Abi Faizal ikut menggotong jenazah ibu Aisyah. Mata Aisyah dan Fatimah tak henti-hentinya mengeluarkan air mata, mereka saling menguatkan. "Umi, Aisyah benar-benar tidak menyangka bahwa ibu akan meninggalkan Aisyah secepat ini," ucapnya sesegukan.

"Iya, nak. Umi juga tidak menyangka hal ini terjadi. Padahal baru saja ibu bahagia karena sahabat umi menjadi besan umi, namun Allah merenggut nyawa Dinda," ucap Fatimah sambil menangis.

Setelah sampai di pemakaman, Dinda dikuburkan. Aisyah menyaksikan detik-detik terakhir, ia melihat ibunya. Rasa tak rela didalam hatinya begitu menyakitkan.

Aisyah menatap kedua makam orang tuanya, "Ayah, ibu, doakanlah Aisyah dari sana. Doakan agar Aisyah tetap kuat," ucapnya.

Faiz mendekat, memeluk Aisyah, "Aku yakin ibu dan ayah senang melihat putri kesayangan mereka mengikhlaskan mereka. Mereka tidak ingin kamu terus berlarut-larut dalam kesedihan," ucapnya lembut.

"Umi, jangan nangis. Nanti Aisyah juga ikut sedih," ucap Abi Faizal kepada Fatimah, sambil menghapus air matanya.

"Aku juga nggak mau nangis, Abi. Tapi air mataku keluar sendiri," ucap Fatimah.

Setelah cukup lama di pemakaman, Abi Faizal membimbing dalam membacakan surah Al-Fatihah dan mengucapkan doa, Allāhumma anzilir rahmata, wal maghfirata, was syafā'ata 'alā ahlil qubūri min ahli lā ilāha illallāhu Muhammadun rasūlullāh. Artinya: Ya Allah, berikanlah ampunan, kasih sayang, afiat, dan maaf untuk mereka.

"Ayah, ibu, Aisyah pamit dulu ya? Aisyah akan selalu menyempatkan waktu untuk menjenguk kalian," ucap Aisyah, mencium nisan ibu dan ayahnya bergantian.

Merekapun pulang kerumah. "Aisyah, Faiz, kalian istirahat dulu. Umi akan membuat makan malam," ucap umi Fatimah.

"Aisyah bantu umi saja," usul Aisyah.

"Tidak usah, sayang. Kamu istirahat saja," jawab Fatimah, meminta Faiz membawa Aisyah ke kamar.

Faiz mengangguk, lalu membawa Aisyah ke kamar. Aisyah memperhatikan kamar Faiz yang rapi dan harum.

"Aku yang mandi dulu atau kamu?" tanya Faiz.

"Aku saja," jawab Aisyah, namun resleting bajunya tersangkut di rambutnya. Lalu berteriak "kak Faiz tolongin Aisyah."

Faiz yang mendengar teriakan Aisyah, segera bangkit dan menuju kamar mandi. "Ada apa, Aisyah?" tanya Faiz khawatir.

"Resleting bajuku tersangkut," jawab Aisyah.

"Astagfirullah, aku kira ada apa-apa," ucap Faiz lega, melepaskan rambut Aisyah dari resleting bajunya.

"Ayo, setelah mandi kita sholat maghrib bersama," ucap Faiz, Aisyahpun, menutup pintu kamar mandi, setelah itu Aisyah berwudhu. Dan segera keluar dari kamar mandi.

Faiz sudah menunggu tepat di depan pintu,"Udah wudhu ya, Humairaku?" tanya Faiz.

"Humaira?" Aisyah heran.

"Iya, panggilan sayangku padamu, karena ketika kamu tersipu pipimu merona " ucap Faiz, membuat Aisyah merasa kikuk. "Ututu," tambahnya, kemudian mencium pipi Aisyah.

"Aduh, kak Faiz, janganlah," sahut Aisyah, sambil sedikit kesal namun juga bahagia di hatinya.

sedangkan Faiz sudah menutup pintu kamar mandi, dan didalam sana Faiz memegang dadanya, yang berdetak lebih cepat lalu memegang bibirnya. "Apa aku benar-benar mencium Aisyah tadi?" Tanyanya pada diri sendiri, dan tidak bisa ia pungkiri rasa bahagianya.

Faiz pun mandi dan mengambil wudhu, sementara Aisyah menyiapkan alat sholat. Setelah selesai, mereka bersiap untuk sholat maghrib bersama untuk pertama kalinya.

Setelah Faiz selesai, Aisyah buru-buru masuk kekamar mandi untuk mengambil wudhu kembali. Lalu ia menatap dirinya di pantulan kaca, dan berucap "PIPI TOLONG JANGAN MERONA YA?? Plisss," ucap Aisyah menepuk nepuk pipinya.

Setelah mengambil wudhu, Aisyah keluar dan melihat Faiz sudah rapi dengan pakaian kokohnya. Aisyah tertegun sejenak, lalu segera mengenakan mukenah dan berdiri di belakang Faiz sebagai makmum.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Faiz dengan mulai membacakan surah Al-fatihah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status