"Eeenngghh ...." Emily meringis ketika merasakan seluruh tubuhnya seakan remuk redam. Emily mengerjapkan kedua bola matanya ketika merasa terganggu dengan sinar lampu yang menyinari kedua matanya. Dengan perlahan dia membuka kelopak mata indah miliknya. Setelah beberapa jam yang lalu Axel kembali masuk ke dalam kamar dan melanjutkan aktifitas dia kembali. Emily yang sudah tidak punya tenaga untuk melawan tidak punya pilihan lain, selain menuruti apa yang diinginkan oleh Axel. Hingga akhirnya Emily tertidur tidak lama setelah Axel menyelesaikan permainannya. "Nona sudah bangun?" Terdengar suara seorang wanita bertanya tidak jauh dari tempat dia tidur. Tunggu! Sejak kapan ada wanita lain di kamar yang Emily tempati. Kamar yang telah menjadi saksi bisu, di mana Axel dan Emily untuk pertama kalinya melakukan hubungan suami istri. Emily yang sudah membuka kedua matanya sontak menoleh ke sumber suara dan langsung bangun dari tidurnya, melupakan rasa sakit pada sekujur tubuhnya. Namun,
"Maaf, Tuan Muda. Kalau begitu saya akan segera mengatakan pada Tuan Charles," ucap Maxime sambil menunduk. "Bagus."Setelah mengatakan satu kata tadi. Axel kembali melanjutkan langkahnya kembali menuju mobil, dia kemudian masuk ke dalamanya dan menunggu Maxime yang masih diam di tempatnya dengan jarak tiga meter dari mobilnya. "Apa kamu akan diam di sana terus?" tanya Axel dingin. Maxime langsung tersadar dari lamunannya. Setelah itu, dia dengan segera menyusul Axel dan masuk ke dalam mobil. "Maafkan saya, Tuan Muda, karena sudah membuat Tuan Muda menunggu.""Sudah jangan banyak bicara, cepat antar aku kembali ke Villa."Maxime mengangguk, dia kemudian menghidupkan mesin mobil dan membawa mobil itu membelah jalanan yang sudah mulai padat dengan kendaraan lain karena ini sudah waktunya pulang kerja. ***Empat puluh lima menit kemudian, mobil yang dibawa Maxime baru sampai di Villa. Dengan segera Axel keluar dari dalam mobil hingga membuat beberapa penjaga di sana menundukkan horma
Emily kembali menelan air ludahnya ketika melihat Axel berdiri tepat di belakangnya, dengan jarak yang sangat dekat. "O-om?" gumam Emily tanpa sadar. Axel terus menatap Emily. Di detik selanjutnya, Axel langsung mengangkat tubuh Emily di depan semua orang dan membawa dia pergi dari sana menuju ke kamar mereka. "Om, turunin!" ucap Emily ketika mereka sudah beberapa langkah dari Vera dan yang lainnya. "Kamu tidak berhak memerintahku," ucap Axel masih terus berjalan. "Tapi malu, Om. Cepat turunin aku!"Axel menarik salah satu sudut bibirnya. "Malu? Apa kamu masih punya rasa malu setelah tadi dengan percaya dirinya nunjukin tanda merah di leher kamu itu."Emily melebarkan kedua bola matanya kaget. "Bagaimana bisa dia tahu kalau aku nunjukin ini sama Tante Vera?" Emily bertanya-tanya di dalam hati. "Sudah aku katakan, kamu tidak bisa lepas dariku, setelah kamu masuk ke hidupku," ucap Axel sambil terus berjalan. "Jadi, setelah kamu masuk ke hidup aku, apapun yang kamu lakukan akan bisa
Keesokan harinya, Emily bangun kesiangan. Dia baru bangun setelah mendengar suara ketukan pintu pada kamarnya. "Aaahh, siapa sih? Ganggu aja," ucap Emily masih dengan mata terpejam. Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu terdengar lagi. Emily yang merasa sangat terganggu dengan segera membuka matanya. Dia menoleh ke sebelahnya dan sudah tidak Axel di sana. "Ke mana dia? Apa dia sudah berangkat kerja?" gumam Emily di dalam hati. Setelah itu, Emily menatap jam yang terdapat di atas nakas yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat dua belas menit. "Astaga!" Emily dengan segera beranjak dari tempat tidurnya. Dia mengambil baju miliknya yang tergeletak di bawah tempat tidur dan memakainya. Setelahnya, dia baru berjalan menuju pintu kamar yang sedari tadi terus berbunyi. Ceklek .... Emily membuka pintu kamarnya, dia langsung masuk ke dalam lagi setelah melihat Chrisa yang ada di depan pintu. "Nona Muda baru bangun?" tanya Chrisa sambil mengikuti Emily yang berjalan masuk ke dalam
"Kenapa harus aku yang nganterin berkas ini sih!Kenapa nggak orang lain aja coba!" gerutu Emily di mobil yang sedang membawa dia menuju Del Piero Company. "Maaf Nona Muda, ini adalah permintaan dari Tuan Muda Axel sendiri. Jadi, tidak ada yang bisa membantahnya. Anda juga tadi sudah mendengarnya, bukan," jawab salah satu pengawal yang menemani Emily. Tadi setelah menemui Tuan Del Piero, Emily kembali ke kamarnya. Namun, ketika dia ingin masuk ke dalam kamar, tiba-tiba ada seorang pengawal yang menghampiri dirinya. Mengatakan jika pengawal itu, diperintahkan oleh Axel untuk mengambil berkas yang disimpan oleh Axel di lemari yang berada di dalam kamarnya.Dengan segera Emily mengambil berkas yang dimaksud dan memberikannya ke pengawal itu. Namun, baru saja pengawal itu ingin menerima berkas yang diberikan oleh Emily, tiba-tiba ponsel Emily berdering. Emily mengurungkan niatnya untuk memberikan berkas itu kepada pengawal di depannya. Emily kemudian mengambil ponsel yang ada di saku ce
"Sandra, apa Tuan Muda ada di dalam?" tanya pengawal yang mengantar Emily pada sekretaris Axel yang bernama Sandra. "Ada, Pak Axel ada di dalam," jawab Sandra sambil menatap Emily. Pengawal itu mengangguk. Setelah itu, dia beralih ke Emily yang berdiri dengan jarak lima langkah dari dia dan Sandra. "Silakan, Nona. Ini ruangan Tuan Muda Axel, Tuan Muda saat ini ada di dalam."Emily mengangguk dengan malas. "Iya, terima kasih.""Sama-sama, Nona."Emily berjalan menuju pintu ruangan Axel. Melihat itu, Sandra segera beranjak dari kursinya dan mengetuk pintu ruangan Axel. Tok ... Tok ... Tok ... Sandra membuka pintu ruangan Axel sambil menundukkan kepalanya. "Permisi, Pak. Ada yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap Sandra. Axel yang sedang sibuk menandatangani berkas mendongakkan kepalanya. Dia tersenyum seketika saat melihat keberadaan Emily di belakang Sandra. "Masuklah!" ucap Axel memerintahkan Emily untuk mendekat. Emily yang mendapat perintah dari Axel mencebikkan bibirnya. Dia s
"Ya nggak tahu, orang tadi aku denger dari Indah kalau gadis itu manggil Axel dengan sebutan Om."Shinta dan Lusi saling pandang. Tidak lama setelah itu, Chelsea melihat Indah dan Sandra yang baru saja memasuki kantin. "Indah." Panggil Chelsea sambil melambaikan tangannya pada Indah agar Indah mendekat. Merasa ada yang memanggil, Indah menoleh ke sumber suara. Dia melihat Chelsea yang sedang bersama teman-temannya. Indah tersenyum, kemudian dia mengajak Sandra untuk bergabung dengan Chelsea dan yang lainnya. "Hai," sapa Indah. "Kalian baru mau makan siang?" tanya Chelsea berbasa-basi. "Iya," jawab Indah yang kemudian duduk di sebelah Chelsea, sementara Sandra, dia memilih untuk memesan makanan untuk makan siang. "By the way ada apa?" tanya Indah. "Ini loh, Ndah, Lusi sama Shinta nggak percaya kalau tadi ada gadis kecil yang manggil Pak Axel dengan sebutan Om, padahal emang bener ya, tadi ada gadis yang manggil Pak Axel dengan sebutan itu," ujar Chelsea. "Iya, memang tadi ada ga
Chelsea terus menatap kepergian Axel yang membawa Emily di dalam gendongannya, diikuti Maxime di belakangnya. Dia juga bisa melihat jika gadis dalam gendongan Axel meronta-ronta, meminta Axel untuk menurunkan dia tetapi Axel sama sekali tidak menggubris permintaan gadis itu. "Aku kok merasa kalau gadis itu bukan gadis biasa ya? Kalau iya dia keponakan Pak Axel tidak mungkin Pak Axel mau gendong dia hanya untuk membawa dia pergi," ucap Lusi sambil menatap ketiga temannya. "Bener banget. Pak Axel bisa saja narik gadis itu saja 'kan? Bukan malah gendong dia. Atau jangan-jangan ....""Jangan-jangan apa, Shin?" tanya Indah. "Jangan-jangan gadis itu pacarnya Pak Axel," ucap Shinta Lusi dan Indah menatap Shinta. "Tapi itu enggak mungkin deh, Shin. Kenapa juga Pak Axel pacaran sama gadis ingusan sementara selama ini banyak perempuan yang ngejar-ngejar dia. Bahkan, ada Chelsea juga yang suka sama Pak Axel tapi Pak Axel mengacuhkan Chelsea dan semua perempuan yang mengejar dia," ucap Lusi.