Emily Valerie, harus menerima takdir pahit dengan menjadi yatim piatu ketika kedua orang tuanya dikabarkan tewas dalam kecelakaan. Hal ini juga akhirnya yang memaksa Emily untuk tinggal bersama keluarga tantenya yang tidak menyukai dirinya. Keluarga tantenya justru memanfaatkan Emily untuk mendapatkan 1 miliar dengan menikahkan Emily dengan seorang pria kaya yang dikabarkan memiliki kelainan orientasi seksual. Meski telah menjadi Istri Axel, selama satu bulan pertama Axel tidak pernah datang menemui Emily. Akankah Emily mempertahankan pernikahannya bersama Axel?
Lihat lebih banyak"Kamu harus menikah dengan Bos dari pamanmu!" ucap Alice.
Emily mengangkat wajahnya menatap Alice. "Tapi aku masih kuliah, Tan."
"Memangnya kenapa kalau masih kuliah! Kamu tidak ada pilihan lain! Menikah dengan Tuan Muda Axel atau pergi dari rumah ini!" bentak Alice.
Emily kembali menundukkan pandangannya. Dia tidak tahu akan seperti apa nasibnya nanti setelah ini. Kehidupannya selama ini sudah sangat hancur setelah kematian kedua orang tuanya akibat kecelakaan yang mereka alami. Karena itu, dia harus tinggal bersama keluarga tantenya yang tidak menyukai dirinya.
"Sudah! Sekarang kamu ke kamar dan persiapkan diri kamu! Besok akan ada orang dari keluarga Del Piero datang untuk mengurus semuanya dan membawa kamu ke mansion keluarga Tuan Del Piero."
Emily hanya menurut dan segera pergi ke kamarnya. Sifatnya yang penakut membuat dia tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi saat ini dia sama sekali tidak mempunyai apa-apa.
"Ma. Apa tidak masalah Emily menikah dengan Tuan Muda Axel?" tanya Gunawan.
Alice menatap Gunawan dengan tatapan bertanya. "Memangnya kenapa? Tuan Muda Axel bahkan berani memberi mahar sebesar 1 milyar dan menaikkan jabatan Papa untuk jadi Manager. Kapan lagi coba kita punya kesempatan seperti ini."
Langkah kaki Emily langsung terhenti. Hatinya semakin hancur ketika mendengar Alice mengatakan hal itu. "Kenapa Tante bisa sekejam ini. Apa salahku?" gumam Emily di dalam hati sembari menahan bulir air mata yang siap jatuh kapan saja.
Gunawan mengembuskan napas panjang. "Mama 'kan tahu sendiri, usia Tuan Muda Axel itu hampir dua kali lipat dari usia Emily. Dia itu lebih pantas menjadi ayah dari Emily daripada suaminya. Dan lagi, apa Mama tidak tahu kabar tentang Tuan Muda Axel?"
Alice langsung menatap Gunawan dengan tajam. "Sudah! Lebih baik Papa nggak usah ikut campur. Ini semua itu urusan, Mama!"
Alice segera berbalik ke kamarnya. Akan tetapi, dia menjadi kesal ketika melihat Emily yang berdiri di anak tangga. "Kenapa kamu masih di situ, Emily! Cepat masuk ke kamar!"
Emily berbalik. "E-em, itu ada yang ketinggalan, Tan," ucap Emily sambil menunjuk tas kuliahnya yang masih ada di atas sofa.
"Cepat ambil dan masuk ke kamar!" bentak Alice.
"Ba-baik, Tan."
Emily segera berlari menuruni anak tangga untuk mengambil tasnya. Sementara Gunawan yang melihat Emily selalu dimarahi oleh Alice hanya bisa menatap keponakannya itu dengan tatapan kasihan.
Emily baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Seperti biasa dia hanya mengenakan bathrobe dan handuk yang dililitkan di kepalanya.
Niatnya dia ingin berjalan menuju lemari untuk mengambil baju. Akan tetapi, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan kasar.
BRAK!
Emily terperanjat ketika melihat Marcel yang bisa masuk ke kamarnya. Dia semakin takut ketika Marcel mendekat.
"Kak Marcel? Kak Marcel mau apa?" tanya Emily dengan suara ketakutan.
Marcel tidak menjawab dan terus mendekat ke arah Emily. Dia hanya tersenyum miring. Di detik selanjutnya, Marcel sudah membawa Emily ke pelukannya.
"Kak Marcel! Apa yang Kak Marcel lakukan? Lepasin aku!" ucap Emily sambil terus mencoba melepaskan diri dari Marcel. Namun, dia tidak bisa, tenaganya jauh di bawah Marcel.
"Jangan memberontak Emily dan diam saja. Aku hanya ingin memberimu kenang-kenangan sebelum kamu menikah dengan pria lemah seperti Axel," ucap Marcel dengan senyum miringnya.
Emily menatap Marcel tidak paham. "Maksud Kak Marcel?"
"Wah ... jadi Mama belum ngasih tahu kamu ya! Axel menikahi kamu itu karena dia itu penyuka sesama jenis."
"Apa?" Emily melebarkan kedua matanya.
Marcel kembali tersenyum miring. Dia sangat senang melihat Emily yang terkejut dengan kenyataan yang dia katakan. "Karena itu, aku ingin memberimu hadiah."
Emily menatap Marcel. "M-maksudnya?"
Marcel tersenyum miring. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Emily dan membisikkan sesuatu.
Emily langsung memberontak setelah mendengar ucapan Marcel. "Lepas, Kak! Aku tidak mau! Lepasin!" Teriak Emily sambil terus mencoba melepaskan diri dari Marcel.
"Sudahlah jangan memberontak, aku hanya ingin membuat kamu merasakan surga dunia," ucap Marcel yang mencoba melepaskan bathrobe yang dipakai oleh Emily.
"Jangan, Kak! Aku mohon," ucap Emily dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya. "Tante, Om, tolong aku."
Marcel tersenyum sinis. "Tidak akan ada yang menolong kamu Emily! Mama dan Papa sudah berada di kamar mereka! Jadi lebih baik kamu jangan buang-buang tenagamu untuk itu. Lebih baik kamu gunakan tenagamu untuk melayaniku," ucap Marcel sambil mulai aksinya.
Emily hanya bisa menangis, ingin melawan tetapi tenaganya sudah habis. "Ya Allah, tolong hamba-Mu ini." Mohon Emily di dalam hati.
Ceklek!
Pintu kamar Emily terbuka dan terlihat di sana ada Alice. "Astaga, Marcel!" Alice sangat terkejut ketika melihat Marcel sedang melakukan hal tidak senonoh pada Emily.
Alice segera menarik Marcel dan membawanya keluar dari kamar Emily. Meninggalkan Emily yang sedang menangis dengan penampilan yang tidak pantas untuk dilihat.
Keesokan harinya. Sesuai dengan rencana pengawal kepercayaan keluarga Del Piero datang untuk mengurus pernikahan Tuan Muda Axel dengan Emily. Karena kekuasaan yang dimiliki keluarga Del Piero, pernikahan mereka dilakukan hanya melalui berkas-berkas saja dan ketika sudah selesai Emily langsung dibawa ke mansion milik keluarga Del Piero.
Emily menatap keadaan mansion mewah itu. Entah sudah berapa kali dia berdecak kagum pada mansion itu, sungguh ini pertama kali Emily menginjakkan kakinya di tempat seindah dan semewah itu. "Astaga, ini sih lebih tepat disebut istana," gumam Emily pelan.
"Mari, Nona. Saya akan mengantar Nona ke kamar Tuan Del Piero," ucap seorang pelayan wanita yang masih cukup muda yang bernama Chrisa.
Emily mengangguk dan mengikuti langkah pelayanan itu. Namun, langkahnya terhenti ketika ada suara seseorang yang seperti memanggil dia.
"Hei, kamu!"
Emily dan pelayan itu menoleh. "Anda memanggil saya, Nyonya?" tanya Chrisa sambil menundukkan kepalanya.
"Siapa yang memanggil kamu, aku memanggil dia." Vera menunjuk Emily. Dia mendekat ke arah Emily dan memeluk Emily.
"Jangan berpikir setelah kamu menjadi istri dari keponakan aku, kamu akan menjadi Nyonya di sini. Di sini hanya ada satu Nyonya dan itu aku!" bisik Vera sambil menekankan kata-katanya.
"Maaf, Nyonya. Nona Emily harus ke kamar Tuan Besar."
Vera melepas pelukannya. "Aku hanya ingin memeluk istri Axel, apa tidak boleh!"
"Boleh, Nyonya. Tapi Nona sudah ditunggu."
Vera mencebikkan bibirnya. "Ya udah sana!"
Di waktu yang sama di tempat yang berbeda. Seorang pria masuk ke dalam ruangan atasannya. Dia menunduk hormat. "Istri Anda sudah sampai di mansion dan saat ini sedang bersama Tuan Besar."
"Lalu?"
"Apa Anda tidak ingin menemuinya?" tanya Maxime.
"Untuk apa menemui dia, dia hanya alat untukku agar bisnis ini tidak jatuh ke tangan Alfa."
Maxime hanya diam. Dia adalah orang yang paling tahu akan hal itu. Dia juga yang paling tahu seperti apa sifat tuan mudanya.
"Jadi apa Anda tidak akan pulang?"
"Tidak! Siapkan apartemenku, aku akan tinggal di sana."
"Baik, Tuan Muda."
Satu bulan kemudian. Emily melakukan aktivitas seperti biasa. Selama satu bulan itu, Emily sama sekali belum pernah bertemu dengan suaminya. Namun, walau seperti itu Emily tidak merasa sedih.
Apalagi Tuan Del Piero memperlakukan dia seperti cucu sendiri, para pelayan di sana juga bersikap baik padanya. Walaupun tidak semua bersikap baik kepadanya. Seperti Vera dan Alfa, mereka tidak pernah bersikap baik kepada Emily.
Emily masuk ke dalam kamarnya setelah pulang kuliah. Tidak lama pintu kamarnya diketuk.
"Masuk."
Pintu kamar Emily terbuka, memperlihatkan Chrisa di sana. "Anda ditunggu Tuan Besar di ruang kerjanya, Nona?"
"Tumben? Biasanya Opa ada di kamarnya."
"Saya tidak tahu, Nona."
"Baiklah, aku akan segera ke sana."
Emily berjalan bersama Chrisa. Sampai di depan ruangan Tuan Del Piero, Chrisa membuka pintu tersebut dan mempersilakan Emily untuk masuk. "Opa memanggilku?" tanya Emily mendekat ke arah Tuan Del Piero, tidak menyadari ada orang lain di ruangan itu.
"Iya, duduk sini, sayang."
"CK!" Orang yang ada di dekat jendela berdecak ketika mendengar Tuan Del Piero memperlakukan Emily seperti itu.
Emily menoleh dan betapa terkejutnya dia ketika dia melihat orang di dekat jendela di belakangnya. "Dia?"
Bab 144. Terima Kasih—oOo—Emily merasa seperti sedang berada di dalam mimpi saat melihat Raihan berdiri di tengah-tengah pesta yang diadakan oleh Axel. Pria itu tampak begitu tampan dengan jas yang dipakainya, menunjukkan postur tubuh yang atletis.Selama lima tahun ini, Raihan telah menjadi teman yang setia bagi Emily, selalu ada di sisinya baik dalam suka maupun duka. Walaupun sering kali Emily menolak perasaan Raihan karena Emily hanya menganggap Raihan sebagai seorang sahabat, tetapi pria itu tidak marah dan pergi meninggalkannya. Emily teringat saat mereka berdua merawat Devan, anaknya bersama Axel. Ketika dia sedih dan hampir putus asa karena menduga Axel berselingkuh dengan Chelsea. Raihan selalu ada untuk menghiburnya dan mendukungnya, membuatnya merasa tidak sendirian. "Raihan ...," gumam Emily pelan, tak mampu menyembunyikan perasaan terharu dan takjubnya. Emily menatap Raihan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Perlahan, Emily turun dari panggung dan berjalan menuju Rai
Bab 143. Emily Valerie, Istri Saya. —oOo—Emily menatap gedung megah di depannya, tempat acara pesta yang akan mereka datangi bersama Axel. Hatinya tiba-tiba tidak karuan, dia merasa akan ada sesuatu yang terjadi di dalam pesta tersebut. Namun, dia juga tidak tahu apa itu. "Ayo," ajak Axel sambil tersenyum. Dia mengulurkan tangannya untuk digandeng oleh Emily. Emily menghela napas. Dia kemudian melingkarkan tangannya di lengan kiri Axel, sementara tangan kanan Axel, dia gunakan untuk menggendong DevanSedangkan Devan yang berada di gendongan Axel terlihat begitu bahagia bisa diajak Axel ke acara ini.Begitu memasuki gedung, seketika semua mata tertuju pada Axel yang tampil gagah bersama Emily dan Devan. Para tamu yang hadir, terutama para wanita, tidak bisa menahan rasa penasaran mereka. Mereka saling bertanya-tanya di antara bisikan, "Siapa gerangan wanita bercadar yang bersama Axel? Dan siapa anak kecil yang digendongnya?" tanya salah satu tamu undangan. "Entahlah, aku juga baru p
Bab 142. Kembali Ke Mansion—oOo—Sudah dua hari Emily dan Axel berada di villa. Mereka semua menikmati kebersamaan mereka. Seperti saat ini, Emily dan Chrisa tengah menatap Devan yang tengah membakar ikan yang mereka pancing bersama Axel dan Maxime. Kebetulan kesehatan Tuan Del Piero sudah lebih baik, jadi mereka bisa di villa hingga beberapa hari. Senyum terpancar di bibir Emily kala melihat Devan yang terlihat bahagia bersama Axel. Devan terlihat sangat menikmati kebersamaannya dengan Papanya. "Mama!" Devan melambaikan tangannya pada Emily. Emily tersenyum lalu membalas lambaian tangan putranya. "Devan terlihat sangat bahagia ya?" ucap Chrisa yang terus menatap ke arah Devan. "Iya.""Setelah ini rencana kamu apa? Apa kamu dan Devan akan kembali ke Singapura?" tanya Chrisa menoleh dan menatap Emily. Emily mengembuskan napas berat. "Aku juga tidak tahu, Kak."Chrisa yang melihat Emily mengembuskan napas mengusap baju Emily. "Aku tahu lima tahun lalu kamu kecewa dengan Tuan Muda.
Bab 141. Bikin Anak—oOo—"Bagaimana?" tanya Axel pada bodyguard yang membukakan pintu mobil untuknya. "Semuanya aman, Tuan Muda.""Bagus." Axel kemudian memberi kode pada bodyguard itu untuk pergi dari sana. Sementara Emily yang melihat Axel dengan bodyguard tadi menautkan alisnya dan betanya di dalam hati. "Apa yang Om Axel bicarakan pada bodyguard tadi? Kenapa bisik-bisik," gumam Emily pelan. Axel berbalik, menatap Emily. Dengan segera Axel bejalan mendekat ke arah istri kecilnya. "Ayo," ajak Axel sambil menggandeng tangan Annisa. "Tadi Om bicara apa sama dia?" Emily memberanikan diri untuk bertanya. Ya, lebih baik dia bertanya bukan? Daripada dia penasaran. "Bukan hal penting, sebaiknya sekarang kita ke sana.""Jika itu bukan hal penting, kenapa Mas bicara dengan dia. Bukannya bisa bicara sama Kak Maxime saja, ya?" Emily tidak mau kalah. Axel mengembuskan napa panjang. "Karena itu—""MAMA!!" Axel bernapas lega saat mendengar teriakan Devan. Karena teriakan itu, dia tidak per
Bab 140. Menyusul Devan —oOo— "Jadi gimana?" tanya Axel sambil menatap istri kecilnya. "Om denger sendiri tadi," jawab Emily membuat Axel memicingkan matanya. "Kamu bilang apa tadi?" Emily menutup mulutnya, menyadari akan kesalahannya tadi. Dia kemudian langsung mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya ke atas dan membentuk dua jarinya itu menyerupai huruf 'v'. "Maaf, Mas." Axel mendengkus. Ingin marah, tetapi dia tidak tega dan pada akhirnya membuat Axel memalingkan wajahnya ke arah lain. "Jadi sekarang kita mau makan di mana?" tanya Axel. "Terserah Mas aja, aku udah nggak berselera," ucap Emily sedih, pasalnya dia tidak bisa makan siang bersama Devan. Bukan karena Devan tidak ingin makan siang bersama dia, tetapi Emily yang tidak tega jika harus membuat Devan menunggu sekitar dua jam agar mereka bisa makan bersama, mengingat saat ini Devan berada di Villa yang berada di Puncak Bogor. Alhasil Emily menyuruh Devan untuk makan siang bersama Chrissa dan Maxime saja. Axel m
Bab 139. Kegilaan Axel —oOo— Emily menatap Axel yang kini tengah mengemudikan mobilnya. Dia menatap Axel tidak percaya, tidak percaya dengan apa yang telah Axel lakukan. Dia mengingat kejadian beberapa saat yang lalu, di mana dia tengah menatap Marcel yang berada di taman. "Kenapa Om lakukan itu sama Kak Marcel?" tanya Emily saat sudah duduk di dalam mobil. Axel berbalik, memposisikan dirinya untuk berhadapan dengan Emily. Detik selanjutnya dia menatap manik mata Emily dengan lekat. "Karena ...." "Karena apa?" "Karena dia sudah berani ingin menyentuh sesuatu yang sudah menjadi milikku." Emily mengerutkan dahinya, dia merasa tidak paham dengan apa yang baru saja Axel katakan. Maksudnya apa coba? Menyentuh sesuatu yang sudah menjadi miliknya? "Maksud, Om, apa?" Axel menyentuh pipi Emily yang terhalang niqab dan mengusap lembut pipi istri kecilnya. "Dia sudah berani menyentuh kamu satu hari sebelum kamu ke mansion." Emily melebarkan kedua matanya, dia tidak menyangka jika Axel
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen