Selamat malam semua, gimana kabar kalian, sehat? Yang masih baca semoga rejekinya makin lancar, aamiin.
Bab 144. Terima Kasih—oOo—Emily merasa seperti sedang berada di dalam mimpi saat melihat Raihan berdiri di tengah-tengah pesta yang diadakan oleh Axel. Pria itu tampak begitu tampan dengan jas yang dipakainya, menunjukkan postur tubuh yang atletis.Selama lima tahun ini, Raihan telah menjadi teman yang setia bagi Emily, selalu ada di sisinya baik dalam suka maupun duka. Walaupun sering kali Emily menolak perasaan Raihan karena Emily hanya menganggap Raihan sebagai seorang sahabat, tetapi pria itu tidak marah dan pergi meninggalkannya. Emily teringat saat mereka berdua merawat Devan, anaknya bersama Axel. Ketika dia sedih dan hampir putus asa karena menduga Axel berselingkuh dengan Chelsea. Raihan selalu ada untuk menghiburnya dan mendukungnya, membuatnya merasa tidak sendirian. "Raihan ...," gumam Emily pelan, tak mampu menyembunyikan perasaan terharu dan takjubnya. Emily menatap Raihan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Perlahan, Emily turun dari panggung dan berjalan menuju Rai
"Kamu harus menikah dengan Bos dari pamanmu!" ucap Alice. Emily mengangkat wajahnya menatap Alice. "Tapi aku masih kuliah, Tan.""Memangnya kenapa kalau masih kuliah! Kamu tidak ada pilihan lain! Menikah dengan Tuan Muda Axel atau pergi dari rumah ini!" bentak Alice. Emily kembali menundukkan pandangannya. Dia tidak tahu akan seperti apa nasibnya nanti setelah ini. Kehidupannya selama ini sudah sangat hancur setelah kematian kedua orang tuanya akibat kecelakaan yang mereka alami. Karena itu, dia harus tinggal bersama keluarga tantenya yang tidak menyukai dirinya. "Sudah! Sekarang kamu ke kamar dan persiapkan diri kamu! Besok akan ada orang dari keluarga Del Piero datang untuk mengurus semuanya dan membawa kamu ke mansion keluarga Tuan Del Piero."Emily hanya menurut dan segera pergi ke kamarnya. Sifatnya yang penakut membuat dia tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi saat ini dia sama sekali tidak mempunyai apa-apa. "Ma. Apa tidak masalah Emily menikah dengan Tuan Muda Axel?" tanya Gu
"Sepertinya Opa sangat menyayangi dia ya?" ucap pria itu yang tidak lain adalah Axel sambil menyunggingkan senyum miring di bibirnya. Dia berjalan mendekat ke arah meja kerja Tuan Del Piero. Emily mematung menatap pria yang saat ini sudah berada di sebelahnya. "Om Axel? Ya ampun, ternyata dia masih sangat tampan. Aku kira foto yang ada di dalam kamar itu foto dia sepuluh tahun yang lalu soalnya kelihatan masih muda banget, tapi ternyata memang masih sangat muda, tidak setua umurnya. Tapi ... aku nggak lagi mimpi ini 'kan? Masa sih aku punya suami om-om tapi setampan ini." Emily bergumam di dalam hati sambil mencubit lengannya sendiri. "Sssttt!" Emily meringis kecil ketika merasakan sakit di lengannya. Sementara Axel yang berada tidak jauh dari Emily dapat mendengar suara ringisan Emily. Dia memutar bola matanya malas. Dia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh gadis kecil di sebelahnya itu. Akan tetapi, dia tidak mau ambil pusing. Dia kembali menatap Tuan Del Piero yang saat ini sedan
Axel keluar dari ruang kerja Tuan Del Piero dengan wajah merah padam. Dia sungguh tidak habis pikir dengan Opa-nya itu. Waktu itu, Opa-nya meminta dia untuk segera menikah. Setelah dia menikah, sekarang Opa-nya meminta dia untuk segera memberi Opa-nya cucu. Sungguh ... Axel menyesal sudah kembali ke Indonesia jika seperti ini. Seharusnya, dia tinggal di Meksiko saja. Mengurus semua bisnis yang ada di sana, tanpa ada orang yang mengganggu dirinya. "Ada apa, Tuan Muda?" tanya Maxime ketika masuk ke dalam ruang kerja milik Axel dan melihat raut wajah Axel yang sudah merah padam. "Opa mulai berulah lagi!" jawab Axel sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi kerjanya dengan mata tertutup. Maxime menautkan alisnya. "Maksud, Tuan Muda?" Axel menghela napas kasar. "Opa meminta cucu." "Ukhuk! Ukhuk! Ukhuk!" Maxime terbatuk ketika mendengar apa yang diucapkan bosnya. Axel langsung membuka matanya dan menatap Maxime kesal. "Ukhuk! M-maaf, Tuan Muda," ucap Maxime sambil menunduk. Ax
Beberapa jam yang lalu ketika di ruang kerja Tuan Del Piero. "Bantu Opa agar Axel segera menyentuh kamu dan memberikan Opa penerus." Emily melebarkan kedua matanya. "I-itu tidak mungkin Opa," ucap Emily sambil menundukkan wajahnya. "Tidak mungkin kenapa? Opa yakin kamu bisa, Emily. Opa mohon sama kamu tolong penuhi permintaan Opa. Dan Opa mohon tolong buat Axel jatuh cinta sama kamu juga." Emily menatap Tuan Del Piero sejenak. Setelah itu, dia menundukkan kepalanya. "Aku tidak yakin apa aku bisa melakukan itu, Opa. Bahkan sepertinya Om Axel tidak menyukai aku." Tuan Del Piero tersenyum tipis mendengar panggilan Emily ke cucunya. Namun, tidak lama wajahnya kembali biasa. Dia mengenggam tangan Emily dengan erat. "Opa yakin kamu bisa, Sayang. Sekeras-kerasnya batu, pasti bisa hancur juga dengan tetesan air yang terus menerus jatuh di atas batu itu." Emily mengembuskan napasnya dengan berat ketika mengingat permintaan Tuan Del Piero. Apalagi saat ini di tangannya ada sebuah kertas, k
Axel menyeringai. Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah Emily. Setelah itu, dia menatap Emily yang ada di hadapannya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Emily. Dengan reflek Emily menutup matanya, dia juga menahan napasnya ketika wajah Axel semakin dekat dan hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Dapat Emily rasakan deru napas Axel menerpa kulit wajahnya. Gluk ... Emily menelan salivanya dengan susah. Seringaian kembali muncul di bibir Axel ketika melihat Emily menutup matanya. Dia mengelus lengan bagian atas Emily hingga bawah dengan jari telunjuknya. "Aku tahu, kamu pasti akan menyetujui perjanjian itu. Karena perjanjian itu sangat menguntungkan untuk kamu," ucap Axel dengan suara sensual. "Tapi maaf, aku tidak bernapsu dengan kamu," ucap Axel yang kemudian langsung menjauhkan dirinya dari Emily. Mendengar kalimat Axel membuat Emily langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia menatap Axel yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan tatapan kesal. "Hih, nyebelin ban
Ceklek ... Axel yang sedang bingung kenapa dirinya bisa baru bangun tidur langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara pintu kamar mandi yang terbuka. Dia bisa melihat Emily yang keluar dari dalam kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi. Axel penasaran ke mana Emily akan pergi tetapi dia tidak menanyakannya pada Emily dan memilih untuk diam dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. BLAM! Emily menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Namun, dia langsung mengedikkan bahunya tidak peduli dan memilih melanjutkan menyisir rambutnya dan segera bersiap-siap karena sebentar lagi waktunya Tuan Del Piero sarapan. Axel yang sudah selesai keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk di pinggangnya. Dia menatap Emily yang sudah siap dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, dia berjalan ke arah tempat tidur, dia menggeram kesal ketika tidak melihat baju di atas tempat tidur. "Di mana bajuku?" tanya Axel dengan nada kesal. Emily yang sedang merapikan berkas-berkasnya
Emily berjalan cukup cepat ke ruang tengah bersama Chrisa. Saat ini dia sudah hampir telat untuk pergi ke kampus. Ini semua gara-gara Chrisa yang terus saja bertanya ini itu kepada dirinya tadi. Seharusnya Emily tidak susah bercerita pada Chrisa, tetapi jika bukan pada dia lalu pada siapa Emily bercerita? Karena saat ini Emily tidak memiliki siapa-siapa. "Wah ... wah ... wah ... lihat Nona Muda kita, semakin hari semakin cantik saja."Emily yang sedang berjalan terkejut dengan kehadiran seorang pria cukup tampan, tinggi, dan bersetelan kantor sedang berdiri menghadang langkahnya dan menatap Emily dengan tatapan mesumnya. Dengan refleks Emily langsung mundur beberapa langkah menghindari pria itu. "Maaf, Tuan Muda Alfa. Sebaiknya Anda menyingkir, Nona Muda harus segera pergi ke kampus karena dia sudah telat," ucap Chrisa pada pria itu yang tidak lain adalah Alfa. "Siapa kamu, berani-bedaninya mengatur saya? Ingat! Kamu itu cuma pembantu di sini! Jadi jangan syok!" ucap Alfa sambil me