"Kenapa harus aku yang nganterin berkas ini sih!Kenapa nggak orang lain aja coba!" gerutu Emily di mobil yang sedang membawa dia menuju Del Piero Company. "Maaf Nona Muda, ini adalah permintaan dari Tuan Muda Axel sendiri. Jadi, tidak ada yang bisa membantahnya. Anda juga tadi sudah mendengarnya, bukan," jawab salah satu pengawal yang menemani Emily. Tadi setelah menemui Tuan Del Piero, Emily kembali ke kamarnya. Namun, ketika dia ingin masuk ke dalam kamar, tiba-tiba ada seorang pengawal yang menghampiri dirinya. Mengatakan jika pengawal itu, diperintahkan oleh Axel untuk mengambil berkas yang disimpan oleh Axel di lemari yang berada di dalam kamarnya.Dengan segera Emily mengambil berkas yang dimaksud dan memberikannya ke pengawal itu. Namun, baru saja pengawal itu ingin menerima berkas yang diberikan oleh Emily, tiba-tiba ponsel Emily berdering. Emily mengurungkan niatnya untuk memberikan berkas itu kepada pengawal di depannya. Emily kemudian mengambil ponsel yang ada di saku ce
"Sandra, apa Tuan Muda ada di dalam?" tanya pengawal yang mengantar Emily pada sekretaris Axel yang bernama Sandra. "Ada, Pak Axel ada di dalam," jawab Sandra sambil menatap Emily. Pengawal itu mengangguk. Setelah itu, dia beralih ke Emily yang berdiri dengan jarak lima langkah dari dia dan Sandra. "Silakan, Nona. Ini ruangan Tuan Muda Axel, Tuan Muda saat ini ada di dalam."Emily mengangguk dengan malas. "Iya, terima kasih.""Sama-sama, Nona."Emily berjalan menuju pintu ruangan Axel. Melihat itu, Sandra segera beranjak dari kursinya dan mengetuk pintu ruangan Axel. Tok ... Tok ... Tok ... Sandra membuka pintu ruangan Axel sambil menundukkan kepalanya. "Permisi, Pak. Ada yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap Sandra. Axel yang sedang sibuk menandatangani berkas mendongakkan kepalanya. Dia tersenyum seketika saat melihat keberadaan Emily di belakang Sandra. "Masuklah!" ucap Axel memerintahkan Emily untuk mendekat. Emily yang mendapat perintah dari Axel mencebikkan bibirnya. Dia s
"Ya nggak tahu, orang tadi aku denger dari Indah kalau gadis itu manggil Axel dengan sebutan Om."Shinta dan Lusi saling pandang. Tidak lama setelah itu, Chelsea melihat Indah dan Sandra yang baru saja memasuki kantin. "Indah." Panggil Chelsea sambil melambaikan tangannya pada Indah agar Indah mendekat. Merasa ada yang memanggil, Indah menoleh ke sumber suara. Dia melihat Chelsea yang sedang bersama teman-temannya. Indah tersenyum, kemudian dia mengajak Sandra untuk bergabung dengan Chelsea dan yang lainnya. "Hai," sapa Indah. "Kalian baru mau makan siang?" tanya Chelsea berbasa-basi. "Iya," jawab Indah yang kemudian duduk di sebelah Chelsea, sementara Sandra, dia memilih untuk memesan makanan untuk makan siang. "By the way ada apa?" tanya Indah. "Ini loh, Ndah, Lusi sama Shinta nggak percaya kalau tadi ada gadis kecil yang manggil Pak Axel dengan sebutan Om, padahal emang bener ya, tadi ada gadis yang manggil Pak Axel dengan sebutan itu," ujar Chelsea. "Iya, memang tadi ada ga
Chelsea terus menatap kepergian Axel yang membawa Emily di dalam gendongannya, diikuti Maxime di belakangnya. Dia juga bisa melihat jika gadis dalam gendongan Axel meronta-ronta, meminta Axel untuk menurunkan dia tetapi Axel sama sekali tidak menggubris permintaan gadis itu. "Aku kok merasa kalau gadis itu bukan gadis biasa ya? Kalau iya dia keponakan Pak Axel tidak mungkin Pak Axel mau gendong dia hanya untuk membawa dia pergi," ucap Lusi sambil menatap ketiga temannya. "Bener banget. Pak Axel bisa saja narik gadis itu saja 'kan? Bukan malah gendong dia. Atau jangan-jangan ....""Jangan-jangan apa, Shin?" tanya Indah. "Jangan-jangan gadis itu pacarnya Pak Axel," ucap Shinta Lusi dan Indah menatap Shinta. "Tapi itu enggak mungkin deh, Shin. Kenapa juga Pak Axel pacaran sama gadis ingusan sementara selama ini banyak perempuan yang ngejar-ngejar dia. Bahkan, ada Chelsea juga yang suka sama Pak Axel tapi Pak Axel mengacuhkan Chelsea dan semua perempuan yang mengejar dia," ucap Lusi.
"Kamu kira yang tahu soal hal itu hanya Axel saja?" tanya Maxime, "kamu salah! Aku ... bahkan Tuan Del Piero juga tahu akan hal itu."Deg!Wanita di hadapan Maxime mengepalkan telapak tangannya. Kenapa bisa Maxime dan Tuan Del Piero tahu akan rahasia dia selama ini. Rahasia yang dia sembunyikan dengan rapat-rapat. "Kamu sudah salah paham, Maxime. Aku sama sekali tidak pernah mengkhianati Axel. Aku melakukan itu semua juga demi Axel!" ucap Chelsea membuka kartu As dia sendiri. "Demi Axel?" Maxime tersenyum sinis. "Jika benar kamu melakukan itu demi Axel kenapa kamu melakukan itu hingga beberapa kali? Bahkan dari apa yang saya lihat, kamu bahkan sangat menikmati apa yang kamu lakukan dengan Alfa, Chelsea!" Chelsea melebarkan kedua bola matanya, tidak menyangka jika Maxime tahu rahasianya sejauh itu. "Apa kamu tahu, Chelsea. Gara-gara kamu, Axel terpukul dan berubah menjadi seperti ini. Dia ... dia berubah menjadi dingin dan tidak percaya dengan seorang wanita! Dan itu semua gara-gara
Emily membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, dia merilekskan tubuhnya yang terasa begitu sangat lelah. Bagaimana tidak lelah? Seharian ini Emily terus berada di kantor Axel, menemani Axel mengerjakan semua pekerjaannya. Emily sama sekali tidak diperbolehkan untuk pulang sebelum pekerjaan Axel selesai. Sekarang dia baru diantar pulang oleh salah satu sopir Axel karena Axel masih ada pertemuan dengan klien-kliennya. Niat hati, Emily ingin bersantai hari ini. Namun, harus gagal karena permintaan suaminya menyebalkannya itu. Emily memejamkan matanya, ingin rasanya dia segera beralih ke dunia mimpi jika sudah merasa sangat lelah seperti ini. Namun, usahanya terganggu ketika Emily mendengar suara ketukan pintu pada pintu kamarnya. "Siapa?" tanya Emily dengan malasnya. "Saya, Nona," jawab seseorang yang mengetuk pintu kamar Emily. "Masuk!" ucap Emily memerintah orang di balik pintu kamarnya untuk masuk ketika mendengar suara orang itu. Cek lek ... Pintu kamar Emily terbuka dan
Emily perlahan membuka kedua manik matanya dengan perlahan. Dia memegang kepalanya yang masih terasa sangat berat. Setelah merasa lebih baik, dia menatap ruangan di mana dia saat ini. Emily menautkan kedua alis ketika merasa asing dengan tempat ini. Ini bukan rumahnya, lalu di mana dia sekarang? Apa dia masih berada di kampus? Samar-samar Emily mendengar seseorang yang sedang berbicara tidak jauh dari tempat dirinya berbaring. "Kamu sudah bangun, Emily?" tanya Rara saat melihat Emily sudah membuka mata dan tengah memegangi kepalanya. "Apa masih pusing?"Emily mengangguk. "Sedikit," jawabnya. Dengan perlahan Emily mendudukkan dirinya. Rara yang melihat itu pun dengan segera beranjak dari tempatnya dan membantu Emily untuk duduk. Begitu pula dengan Winda, dia juga mendekat ke arah Emily. Setelah itu, dia duduk di sebelah Emily, sedangkan Rara duduk di kursi yang berada di sebelah brankar Emily. "Aku di mana?" tanya Emily, merasa asing dengan tempat dia sekarang. "Kita lagi di ruang
Brak! Emily dan Raihan terkejut ketika pintu ruang kesehatan terbuka dengan kasar. Terlihat Chrisa masuk ke dalam ruang kesehatan dengan wajah yang sangat khawatir dan di belakangnya Chrisa ada Arthur dengan ekspresi wajah yang sama pula. Namun, ekspresi wajah Chrisa berubah saat melihat ada Raihan di sana. "Apa yang kamu lakukan pada Nona Emily!" Chrisa menarik krah baju Raihan sampai Raihan tertarik dan terjatuh. Buk! Chrisa menendang perut Raihan dengan keras. "Jawab pertanyaan saya!" teriak Chrisa ketika tidak kunjung mendapat jawaban dari Raihan. Buk! Buk!Kali ini Chrisa memukul wajah Raihan, hingga membuat si empunya meringis kesakitan. Arthur yang melihat Chrisa marah seperti itu hanya diam. Dia tidak tahu permasalahan apa yang terjadi antara laki-laki yang sedang dipukuli Chrisa dengan Chrisa, hingga membuat Chrisa sangat marah ketika melihat laki-laki itu. Arthur tidak ingin mencampuri urusan mereka berdua, yang ada jika dia ikut campur Chrisa akan semakin marah dan Ar