Emily membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, dia merilekskan tubuhnya yang terasa begitu sangat lelah. Bagaimana tidak lelah? Seharian ini Emily terus berada di kantor Axel, menemani Axel mengerjakan semua pekerjaannya. Emily sama sekali tidak diperbolehkan untuk pulang sebelum pekerjaan Axel selesai. Sekarang dia baru diantar pulang oleh salah satu sopir Axel karena Axel masih ada pertemuan dengan klien-kliennya. Niat hati, Emily ingin bersantai hari ini. Namun, harus gagal karena permintaan suaminya menyebalkannya itu. Emily memejamkan matanya, ingin rasanya dia segera beralih ke dunia mimpi jika sudah merasa sangat lelah seperti ini. Namun, usahanya terganggu ketika Emily mendengar suara ketukan pintu pada pintu kamarnya. "Siapa?" tanya Emily dengan malasnya. "Saya, Nona," jawab seseorang yang mengetuk pintu kamar Emily. "Masuk!" ucap Emily memerintah orang di balik pintu kamarnya untuk masuk ketika mendengar suara orang itu. Cek lek ... Pintu kamar Emily terbuka dan
Emily perlahan membuka kedua manik matanya dengan perlahan. Dia memegang kepalanya yang masih terasa sangat berat. Setelah merasa lebih baik, dia menatap ruangan di mana dia saat ini. Emily menautkan kedua alis ketika merasa asing dengan tempat ini. Ini bukan rumahnya, lalu di mana dia sekarang? Apa dia masih berada di kampus? Samar-samar Emily mendengar seseorang yang sedang berbicara tidak jauh dari tempat dirinya berbaring. "Kamu sudah bangun, Emily?" tanya Rara saat melihat Emily sudah membuka mata dan tengah memegangi kepalanya. "Apa masih pusing?"Emily mengangguk. "Sedikit," jawabnya. Dengan perlahan Emily mendudukkan dirinya. Rara yang melihat itu pun dengan segera beranjak dari tempatnya dan membantu Emily untuk duduk. Begitu pula dengan Winda, dia juga mendekat ke arah Emily. Setelah itu, dia duduk di sebelah Emily, sedangkan Rara duduk di kursi yang berada di sebelah brankar Emily. "Aku di mana?" tanya Emily, merasa asing dengan tempat dia sekarang. "Kita lagi di ruang
Brak! Emily dan Raihan terkejut ketika pintu ruang kesehatan terbuka dengan kasar. Terlihat Chrisa masuk ke dalam ruang kesehatan dengan wajah yang sangat khawatir dan di belakangnya Chrisa ada Arthur dengan ekspresi wajah yang sama pula. Namun, ekspresi wajah Chrisa berubah saat melihat ada Raihan di sana. "Apa yang kamu lakukan pada Nona Emily!" Chrisa menarik krah baju Raihan sampai Raihan tertarik dan terjatuh. Buk! Chrisa menendang perut Raihan dengan keras. "Jawab pertanyaan saya!" teriak Chrisa ketika tidak kunjung mendapat jawaban dari Raihan. Buk! Buk!Kali ini Chrisa memukul wajah Raihan, hingga membuat si empunya meringis kesakitan. Arthur yang melihat Chrisa marah seperti itu hanya diam. Dia tidak tahu permasalahan apa yang terjadi antara laki-laki yang sedang dipukuli Chrisa dengan Chrisa, hingga membuat Chrisa sangat marah ketika melihat laki-laki itu. Arthur tidak ingin mencampuri urusan mereka berdua, yang ada jika dia ikut campur Chrisa akan semakin marah dan Ar
"Jangan beritahu soal apa?"Gluk! Emily memelan salivanya dengan susah payah. Setelah itu, dia dan Chrisa menoleh ke arah pintu ruang kesehatan dan .... "Katakan Emily! Hal apa yang akan kamu tutup-tutupi dari aku dan Opa?" tanya Axel sambil menatap tajam ke arah Emily. Gluk! Emily kembali menelan salivanya dengan susah payah. Dia tidak menyangka dengan keberadaan Axel di sana. Sementara Chrisa, dia langsung bangun dari duduknya. Dia membungkukkan badannya pada Axel. Setelah itu, dia pergi dari sana, tidak mau mengganggu kedua majikannya. Axel menatap Chrisa yang berjalan pergi. Dengan segera Axel menutup pintu ruang kesehatan itu. Dia berjalan ke arah Emily sambil terus menatap istri kecilnya itu. "Kenapa diam saja?" tanya Axel ketika sudah sampai di sebelah brankar Emily. "Jawab!" teriak Axel ketika tidak kunjung mendapat jawaban dari Emily. "Bu-bukan apa-apa, Om. Tadi aku sama Kak Chrisa hanya sedang berbicara hal yang tidak penting. Jadi jangan di pikirkan, Om," jawab Emi
Axel menatap Emily yang sedang menundukkan kepalanya. "Kamu boleh pergi, Arthur."Arthur mengangguk patuh. Dia mundur beberapa langkah, setelahnya dia keluar dari ruang kesehatan di mana Emily dan Axel berada. "Apa yang terjadi?" tanya Chrisa ketika Arthur baru saja keluar dari dalam ruang kesehatan. Arthur menatap Chrisa yang sedang berdiri di depan ruang kesehatan bersama Maxime. "Tidak ada," jawab Arthur, "Tuan Muda hanya menanyakan siapa yang telah membawa Nona Muda ke ruang kesehatan saat Nona Muda pingsan.""Lalu apa yang kamu katakan?" tanya Chrisa. "Ya apa lagi? Aku mengatakan kalau yang membawa Nona Muda adalah Raihan.""Astaga!" Chrisa mengusap wajahnya dengan kasar. "Arthur! Kenapa kamu bodoh sekali sih! Kenapa juga kamu mengatakan hal itu? Seharusnya kamu itu jangan bilang kalau yang bawa Nona itu Raihan! Kalau seperti ini bagaimana nasib Nona!"Arthur menatap Chrisa dengan tatapan bingung. "Memangnya kenapa?"Chrisa langsung menatap Arthur dengan tajam. "Masih tanya ke
"Bagaimana? Apa kamu sudah melakukan apa yang aku perintahkan?" tanya Axel sambil menatap gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi menghiasi setiap sudut kota. "Sudah, Tuan Muda.""Bagus. Aku tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah mengganggu milikku."Maxime menatap punggung Axel. "Jadi ... apa Tuan Muda akan kembali ke mansion malam ini?" Axel berbalik, dia menatap Maxime yang juga sedang menatap dirinya. "Untuk malam ini aku masih akan di sini. Jika kamu mau pulang, pulanglah. Aku tidak akan melarang kamu.""Jika Anda masih ingin di sini, maka saya juga akan tetap di sini.""Terserah kamu," ucap Axel kembali berbalik menatap gedung-gedung pencakar langit, "sekarang kamu boleh pergi, Max.""Kalau begitu saya permisi, Tuan." Maxime membungkukkan tubuhnya, setelah itu dia segera keluar dari ruangan Axel. Axel terus menatap gedung-gedung pencakar langit. Namun, ketika dia sedang menatap gedung salah satu gedung tiba-tiba bayangan istri kecilnya terlintas di pikiran A
Emily membuka matanya dengan berat, entah kenapa kepalanya terasa sangat berat. Mungkin akibat semalam Emily sempat terjaga dan susah tidur kembali. Emily bangun, merubah posisinya menjadi duduk. Dia meraih ponsel yang semalam dia letakan di atas nakas di samping tempat tidurnya. Untuk melihat sudah jam berapa saat ini. Emily melebarkan kedua bola matanya ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh tujuh menit. Dengan segera Emily menggeser tubuhnya ke pinggiran ranjang dan meregangkan tubuhnya. Baru saja Emily akan berdiri, pintu kamarnya sudah terbuka. Cek lek ....Emily tersenyum ketika melihat siapa yang membuka pintu kamarnya. "Selamat pagi, Nona," sapa Chrisa dengan penampilan yang sudah rapi. Dengan setelan jas dan celana serba hitam yang menjadi seragam hariannya begitu pas di tubuh Chrisa. Beberapa hari ini Chrisa sengaja memakai seragam hariannya, agar lebih leluasa ketika tiba-tiba ada hal yang terjadi. "Selamat pagi, Kak," balas Emily. Seperti bia
Emily, Rara dan Winda sampai di kantin. Emily langsung mencari keberadaan Chrisa dan Arthur. Tidak butuh waktu lama Emily bisa menemukan Chrisa yang sedang duduk di sebuah bangku dengan ponsel di tangannya. Emily menautkan alisnya ketika tidak melihat Arthur, padahal biasanya Arthur selalu bersama Chrisa. "Di mana Arthur?" Satu pertanyaan itu yang ada di dalam benak Emily, karena tidak biasanya Arthur tidak ada. "Emily, kita mau pesen makanan, kamu mau nitip makan sekalian nggak?" tanya Winda sambil menatap Emily yang masih melihat ke arah Chrisa. Emily beralih menatap Winda. "Terima kasih, Win. Kalian pesan dulu aja, aku mau langsung ke sana saja," tolak Emily sambil menunjuk ke arah Chrisa. "Ok. Kalau gitu kita pesan dulu ya," ucap Winda sambil melambaikan tangannya pada Emily. Emily membalas lambaian tangan Winda dan Rara sambil tersenyum. Setelah itu, dia segera beralih ke arah Chrisa lagi, berjalan mendekat ke arah asisten pribadinya itu. "Keliatannya seru banget, Kak. Main