Share

Bertemu Calon Istri Kecil

"Tidak masalah."

Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?

"Aku tidak keberatan, Kakek."

"Jangan memberatkan dirimu, Ren. Tidak apa-apa jika kamu ingin menolak Lukas. Jangan menganggap pernikahan sebagai balas budi."

Justru itulah yang dipikirkan oleh Sharena. Ia ingin membalas budi atas kebaikan keluarga yang baik ini, mana ada keluarga yang mau menghidupi dirinya selama sebelas tahun dengan kehidupan yang serba ada. 

"Aku tidak keberatan, Kakek. Paman Lukas memang harusnya menikah denganku, kan?"

Setidaknya jika menikah dengan Lukas bisa menolong keluarga ini, ia ikhlas. Sharena juga tahu berapa banyak yang dikeluarkan oleh keluarga ini hanya untuk dirinya.

Rasanya tidak pantas untuk menolak. Sharena harus tahu diri, kalau sudah dibantu setidaknya ia harus membantu keluarga ini kembali.

"Jadi ... Jadi kamu mau menikah dengan Lukas."

"Kalau Paman Lukas mau, aku juga tidak masalah dengan hal itu, Kakek."

Pria yang disebut kakek itu tersenyum simpul mendengar jawaban dari Sharena. Ia yakin kalau Lukas akan menerima Sharena dengan baik, begitu juga sebaliknya.

"Kalau kamu tidak betah pada Lukas, mungkin pada taraf yang tidak bisa dimaafkan lagi. Maka bercerai saja," ucap sang kakek yang membuat Sharena menipiskan bibirnya. 

Bercerai? Sharena bahkan belum memikirkan tentang ujung dari sebuah pernikahan. Apakah ia akan bercerai dengan Lukas suatu hari nanti?

"Aku sudah menerima konsekuensinya, Kakek."

"Baiklah, kalau begitu, tunggu Lukas datang."

"Paman Lukas akan datang hari ini?"

"Ya. Dia akan datang hari ini, Ren. Sambut calon suamimu dengan baik, ya."

"Iya, Kakek."

"Oh, iya. Mungkin tiga hari lagi kakek akan datang ke sini bersama kedua orangtua Lukas untuk membicarakan tanggal pernikahan kalian."

Sharena merasakan degupan jantungnya lebih cepat berdebar dari beberapa menit yang lalu. Ia akan menikah dengan seorang pria dewasa yang belum dijumpai selama sebelas tahun lamanya.

"Kakek mau pergi lagi?"

"Iya, Ren. Ada urusan yang harus diselesaikan hari ini." Kakek Gerald menyesap teh yang disediakan sebelum beranjak dari sofa empuk itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya, Ren."

"Iya, Kakek. Hati-hati," sapa Sharena sebelum mobil hitam itu melaju dan tak terlihat sampai ke ujung pagar.

Sharena bahkan tidak tahu bagiamana caranya melatih diri untuk menjadi istri yang baik di usia yang baru menginjak dua puluh satu tahun.

"Kira-kira bagaimana wajah Paman Lukas setelah sebelas tahun, ya? Berjanggut, kah? Atau perutnya sudah buncit dengan kepala plontos?" tanya Sharena yang kini membayangkan wajah pria dengan kisaran umur seperti Lukas. "Apa aku akan tahan dengan pria seperti itu?"

Sharena menggelengkan kepalanya ringan. "Bagiamana pun wajahnya, aku harus menerima Paman Lukas. Aku sudah berjanji dan uangnya sudah banyak keluar untuk aku selama sebelas tahun." 

Benar, pada akhirnya Sharena mau menikah dengan Lukas hanya karena balas budi. Ia tidak mau dicap sebagai anak tidak tahu diri setelah dibantu malah tidak mau menolong.

Walaupun sebelas tahun tidak berjumpa dengan Lukas, namun Sharena tahu apa yang selalu menjadi permalasahan dari keluarga kaya raya ini.

"Mereka menginginkan keturunan agar bisa melanjutkan perusahaan, kan? Paman Lukas adalah anak satu-satunya, jadi dia yang diharapkan bisa memberi keturunan."

Sharena menopang dagu saat sudah berada di meja belajar dalam kamar. "Permalasahan orang kaya selalu ringan dan dibuat seolah sulit. Lukas tampan dan kaya, perempuan mana yang akan menolak dia untuk dijadikan suami? Eh, tapi ... Apa dia masih tampan? Sepuluh tahun yang lalu tampan, sih, tapi tidak tahu kalau sekarang."

Sharena menyandarkan punggungnya di kursi putar layaknya kantor itu dalam ukuran mini itu. "Atau mungkin banyak perempuan yang menolak Paman Lukas karena dia berperut buncit dan kepala plontos?" Sharena menggeleng lagi. "Tidak mungkin, pasti banyak perempuan yang tidak akan menolak kalau pria itu kaya, kan?" 

Gadis cantik itu selalu berperang dengan perasaanya sendiri setelah Lukas Adnan akan datang ke kota ini.

"Ya sudahlah, aku sudah bilang akan menerima konsekuensinya."

Sharena berjalan pelan ke arah kamar mandi setelah melepas semua pakaiannya tanpa handuk. Ia selalu melakukan hal itu karena di lantai atas hanya ada kamarnya seorang.

Bibi pun tidak akan sembarang membuka kamar Sharena jika memerlukan sesuatu.

"Ah, segarnya," gumam Sharena saat air shower mengguyur pucuk kepala sampai telapak kaki. 

Di sisi lain, sepasang sepatu pantofel datang memasuki kamar yang sudah sebelas tahun ia hiraukan. Pria yang masih cukup tampan dengan usianya itu mengernyit saat kamarnya berubah menjadi lebih banyak barang.

"Kenapa—"

Lukas berhenti berbicara karena sepatunya menginjak benda yang sedikit keras. "Ini pelindung dada?" 

Pria itu memperhatikan benda yang berserakan di bawah sepatunya, ada celana dalam, pelindung dada, tank top dan celana pendek. "Apa dia selama ini tinggal di kamarku?"

Pria itu mengambil pelindung dada yang kaitan besinya sedikit menempel di tapak sepatu Lukas. "Dia ... sudah besar," ucap Lukas pelan.

Di detik yang sama, suara teriakan menggema dari dalam ruangan. Sharenalah yang berteriak ke arah Lukas dan ia terlihat sedang memandangi pelindung dada milik sang pemilik kamar baru.

"Kamu siapa?! Kenapa memegang ..." Sharena mengambil paksa pelindung dadanya dari tangan Lukas. 

Pria itu menatap Sharena dari atas ke bawah, perempuan yang sedang memakai handuk pendek dengan ikatan kepala itu menatap marah ke arah Lukas. Ia mungkin sedang bingung antara marah atau apa. Lukas sedikit bingung dengan ekspresi yang berbeda tiap detiknya itu. 

Tapi Lukas memiliki satu kesimpulan saat menatap Yarena. Perempuan sebelas tahun yang lalu ini sangat cantik dengan handuk yang sedang dikenakannya. Apa dia baru siap mandi atau baru setengah mandi, tetapi Lukas menganggunya?

"Kau sudah besar ternyata."

Sharena mencoba mengingat lagi wajah dingin ini dengan baik. Apa dia Lukas? Paman yang sudah meninggalkannya selama sebelas tahun?

"Kau Sharena, kan?" 

Suara berat dengan kepribadian yang lebih dingin ini benar-benar terasa berbeda dengan Lukas yang dulu. Mungkin karena sudah berbeda umur.

Lukas terlihat lebih dewasa, postur tubuhnya juga sangat kekar dan tinggi. Bisa dibilang dia seperti orang Inggris asli.

"Kenapa kau menatap aku seperti itu?" Lukas menatap ceruk leher Sharena yang begitu membuat dirinya terpancing. "Apa seperti ini caramu menyambut suami?"

Pria itu mengelus dagu Sharena sembari mendekatkan wajahnya. "Kau sudah cukup dewasa untuk menikah, kan?" Lukas menyeringai ke arah sang calon istri. "Menikah denganku sedikit agak sulit, kau harus tahan, ya, Gadis kecilku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status