Beranda / Romansa / Istri Kecil Tuan CEO / MAKAN MALAM PERJODOHAN

Share

MAKAN MALAM PERJODOHAN

Penulis: UmiLovi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-09 22:04:15

Dinginnya ruangan VVIP di restoran ini tak cukup menyejukkan hati dan pikiran Nicholas yang mendadak gelisah ketika melihat keluarga Pratama dan dua putrinya tiba. Hembusan napas berat dan panjang berulang kali ia lepaskan demi menenangkan gemuruh di dalam dadanya.

  Wajah itu ... Ya, betul. Nick ingat sepasang netra berwarna hazel itu menatapnya dengan binal malam itu, sebelum kemudian mereka berciuman dan melakukan kesalahan satu malam. Nick yang malam itu berada di bawah pengaruh obat perangsang, tentu saja tak bisa menahan gejolak nafsunya yang menggila dan butuh dilampiaskan. Bagai gayung bersambut, sepasang manusia yang sama-sama kehilangan akal sehat itu menghabiskan malam penuh gairah.

  "Nick."

  Nicholas tersentak, ingatan liarnya seketika musnah, berganti tatapan orang-orang di sekelilingnya. Dengan gelagapan, Nicholas mengendurkan tali dasinya dan menundukkan kepala pada calon mertuanya. Sial! Ternyata dia masih merindukan malam panjang penuh erotisme itu.

  "Perkenalkan dirimu pada calon orang tuamu," ulang Ettan dengan senyuman lebar pada putranya.

  Nicholas bangkit dari kursi, ia membungkuk sopan pada segenap tamu yang duduk mengelilingi meja bundar itu dan melirik Eliza sejenak.

  "Selamat malam, saya Nicholas Dante Benedict. Senang bertemu anda, Mr. Pratama," ucap Nick dengan lantang dan tegas.

  "Jangan terlalu resmi, Nak. Sebut saja namaku langsung!" tawa Andreas ketika calon menantunya tampak sangat formal dan kaku. "Dia sangat persis sepertimu, Ettan!"

  Dua calon besan itu tertawa mengingat masa lalu mereka, sedangkan Nick masih berdiri dan menatap tajam ke arah Eliza yang sejak tadi menundukkan kepala. Padahal, Nick ingin melihat wajah gadis itu, yang telah membuatnya kelimpungan sebulanan ini. Yang membuat Nicholas hampir gila karena setiap malam harus tidur berteman syal milik gadis itu.

  "Silahkan duduk, Nick. Sekarang perkenalkan calon menantuku, Andreas!" Ettan mengalihkan pandangan pada Eliza yang sontak mengangkat kepalanya dengan panik.

  Nick tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya  melihat gelagat calon istrinya itu. Bola matanya yang indah mengerjap berulang kali secara cepat, pun bibir mungil itu nampak terkatup sangat rapat, pertanda si empunya sedang dirundung panic attack. Sangat menggemaskan sekali.

  "Eliz, perkenalkan dirimu." Andreas menyentuh bahu putrinya dan semua perhatian beralih pada gadis berambut panjang itu.

  "H-hai, selamat malam. Nama saya Eliza. Saat ini saya masih sekolah kelas tiga SMA."

  "Dia baru saja menyelesaikan ujiannya kemarin." Andreas memotong dan mempersilahkan putrinya untuk duduk kembali. "Setelah acara wisuda kelulusan Eliza, kita bisa memikirkan kelanjutan rencana kita yang tertunda lama. Bukan begitu, Ettan?"

  Dua besan itu kembali tertawa hingga tak lama kemudian pelayan lantas datang dan menyajikan makanan pembuka.

  Sesekali, Nick mencuri pandang ke arah Eliza yang tak menatapnya sedari tadi. Sungguh menyebalkan, apa gadis itu tidak mengingat malam panjang dan panas yang pernah mereka lalui sebulan yang lalu? Bahkan, Nick saja masih bisa mencium aroma parfumnya yang memabukkan.

  Saat pelayan sudah selesai menata menu makanan pembuka di meja, tiba-tiba Eliza bangkit dan membuat semua orang menatap bingung.

  "Maafin Eliza, Pa, Ma. Ada sesuatu yang harus Eliz sampaikan sama keluarga Benedict."

  Eliz memberanikan diri menatap pria yang tadi memperkenalkan dirinya sebagai Nicholas. Tatapan tajam dari pria itu, membuat Eliz dejavu sejenak pada momen yang pernah ia lalui, tapi tetiba saja kepala Eliza terasa pusing dan tubuhnya mendadak oleng. Belum sempat ia membuka mulut, tubuhnya seketika rubuh dan hampir saja membentur lantai seandainya Nick tak sigap bangkit dan menangkapnya.

  "Eliza!!"

Tawa riang dan obrolan hangat di ruangan VVIP itu, seketika berubah menjadi riuh panik. Nick menggotong tubuh lemah Eliza ke dalam gendongannya, melupakan phobianya tanpa pikir panjang lagi.

"Kita bawa Eliza ke rumah sakit!"

Andreas lebih dulu berlari membuka pintu untuk Nicholas yang membopong putrinya. Kulit Eliza panas, wajahnya juga merona merah bak tomat matang.

Di rumah sakit. Semua orang, kecuali Ettan --yang sudah berangkat ke bandara, menunggu di depan ruang IGD. Eliza belum juga sadar sejak pingsan satu jam yang lalu.

Andreas dan Anita, duduk berdampingan sambil bergenggaman tangan. Sedangkan Nicholas memilih duduk di dekat pintu IGD. Entah mengapa ia jadi ikut merasa cemas dan gelisah. Padahal, Nick paling benci datang ke rumah sakit. Bau obat-obatan selalu membuatnya mual, tapi herannya dia baik-baik saja kali ini.

"Keluarga pasien Eliza!"

Dengan sigap, Nicholas bangkit berbarengan dengan Andreas dan Anita. Mereka mengerumuni dokter yang baru saja keluar dari pintu kokoh berwarna putih itu.

"Selamat, nona Eliza positif hamil."

"Apa!?" Andreas dan Nicholas mendelik bersamaan.

"Nggak mungkin. Ya tuhan, ini nggak mungkin!" desis Anita dengan tubuh yang mulai limbung.

"Mama!!" Andreas menahan tubuh istrinya yang mendadak roboh usai dokter menjelaskan keadaan putrinya.

Nicholas pun tak kalah syok, ia sampai mundur beberapa langkah saking kagetnya. Hamil? Eliza positif hamil? Perbuatan mereka berdua malam itu membuahkan benih di rahim Eliza?

Nicholas menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak, ini pasti mimpi. Bagaimana mungkin  Eliza bisa hamil hanya dengan sekali tembak? Tidak, ralat. Bukan sekali, sepertinya lima kali tembakan di malam itu!

"Mama! Bangun, Ma!"

Teriakan Andreas menyadarkan lamunan Nicholas. Ia mendekat ke kursi di mana Anita tengah terbujur pingsan.

"Eliza ... Huhuhu... Teganya kamu!" tangis Andreas pilu diantara usahanya membangunkan istrinya yang belum jua sadar. "Nick, tolong rahasiakan aib ini. Aku akan membuat perhitungan dengan pria yang sudah menghamili Eliz! Aku akan kejar dia sampai ke lubang neraka sekalipun!"

Nicholas bergidik ngeri, ia membayangkan Andreas yang tinggi dan kekar, menghajarnya habis-habisan karena telah menodai dan menghamili Eliza sebelum waktunya mereka resmi menikah.

"Aku akan meremukkan tulang-tulangnya sampai jadi kremesan. Dia harus bertanggung jawab karena sudah menghancurkan masa depan Eliz dan keluarga Pratama!" Andreas terus mengomel dengan tatapan nanar, ia lantas menoleh pada Nick yang tak banyak merespon setiap umpatannya. "Maafkan Om, Nick. Gara-gara kejadian ini kalian jadi batal menikah."

"Apa maksud, Om?" tukas Nick terkejut. "Saya akan tetap menikah dengan Eliza bagaimana pun keadaannya."

Andreas sontak bangkit dan melupakan istrinya yang masih terpejam pingsan. Ia menatap Nicholas seakan tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar.

"Are you sure, Nick?"

"Ya, Om. Pernikahan itu akan tetap diadakan. Saya akan tetap menikah dengan Eliza. Jangan khawatir."

"Tapi, Eliz sudah tidak suci lagi, Nick. Dia hamil dan kita masih belum tahu siapa pria yang menghamilinya!" Andreas kembali geram saat mengingat kebodohan putrinya. "Aku harus tahu siapa pria itu sebelum kalian menikah, Nick."

****************

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kecil Tuan CEO   WANITA DARI MASA LALU

    “Nicky?”Suara perempuan. Ringan. Nyaring. Dan... akrab.Eliza memutar kepala. Detak jantungnya langsung berubah ritmenya. Di sana, berdiri seorang perempuan cantik dengan balutan gaun sederhana berwarna hijau zaitun. Rambutnya sebahu, bibirnya tersenyum—tapi mata itu berbinar tajam, penuh kejutan yang tak bisa disembunyikan."Oh, hai, Lidya." Nicholas mengangguk dan menurunkan pandangannya yang sempat terpaku pada sosok wanita itu."Ini ... istrimu?" “Ya. Dia Eliza,” sahut Nick pelan, bahkan cenderung kaku. “Liza, ini... Lidya.”Dada Eliza terasa dicekik sesaat. Nama itu. Wajah itu. Tatapan itu.Tepat. Dia perempuan yang duduk satu meja dengan Nicholas siang itu di restoran. Perempuan yang membuat Anne menaruh curiga. Perempuan yang membuat Nicholas berbohong.Lidya menatap Eliza. Matanya sempat turun ke arah perut Eliza yang terlihat membulat di balik dress longgar berwarna krem.“Oh, kamu hamil?” ucap Lidya pelan, nyaris tak percaya. “Wow, selamat ya!”“Terima kasih,” jawab Eliza

  • Istri Kecil Tuan CEO   DARI SANA SEMUA BERMULA

    Nicholas tak pernah menyangka sebuah gulungan banner yang jatuh bisa menjadi awal dari sesuatu yang terus tinggal dalam memorinya bertahun-tahun ke depan.Sore itu, langit kota terlihat kelabu, dan siswa-siswa SMA Kencana perlahan mengosongkan gedung sekolah. Hanya segelintir yang masih bertahan di ruang kelas, OSIS, dan tentu saja—perpustakaan.Itu tempat favorit Nicholas. Sunyi, tenang, tidak ada yang memperhatikan. Ia menyukai aroma kertas tua, denting jam dinding, dan bunyi samar halaman-halaman buku yang dibalik. Bagi Nicholas, perpustakaan adalah tempat yang tidak menuntutnya untuk bicara.Sampai akhirnya, hari itu…Sebuah banner besar tiba-tiba jatuh dari atas pintu saat ia hendak masuk. Nicholas reflek menunduk. Gulungan kain itu menyentuh sepatunya. Ia menatap ke dalam ruangan dan melihat seorang siswi berdiri di atas meja dengan selotip dan senyum kikuk.Rambutnya panjang dan dikuncir tinggi. Wajahnya sedikit berkeringat tapi tetap cerah. Ia menatap Nicholas dengan tatapan m

  • Istri Kecil Tuan CEO   PULIH BERSAMA WAKTU

    Sarapan pagi itu seperti biasanya—hening, tapi tidak setegang minggu-minggu lalu.Eliza duduk di sisi meja, mengaduk teh jahe hangat tanpa benar-benar berniat meminumnya. Nicholas di seberangnya, membaca sesuatu di layar tablet sambil sesekali menyuap potongan roti panggang. Tidak ada yang berbicara lebih dari tiga kalimat dalam satu waktu. Tidak ada topik besar. Tidak juga ada pertengkaran. Dan bagi mereka berdua, itu sudah cukup baik.Setelah menyelesaikan sarapannya, Nick bangkit lebih dulu. Ia membereskan piringnya sendiri, lalu menghampiri Eliza sebentar.“Saya ke kantor dulu,” ucapnya singkat, suaranya datar tapi tidak dingin.Eliza hanya mengangguk pelan, “Hati-hati.”Nicholas menoleh sebentar, lalu pergi. Tak ada kontak mata. Tapi saat ia sudah keluar dari pintu, Eliza diam-diam menatap punggungnya… cukup lama.---Hari itu, di kantor, Nicholas sibuk seperti biasa. Tapi sekitar pukul tiga sore, ponselnya bergetar. Pesan masuk dari Anita.[Nick, maaf. Mama nggak bisa temenin El

  • Istri Kecil Tuan CEO   SALING MENEMANI DALAM DIAM

    Nick menunduk di atas piringnya, mencoba mengunyah perlahan walau tak ada rasa apa-apa di lidahnya. Malam terasa hampa, seperti malam-malam sebelumnya sejak Eliza memilih diam di balik pintu dan Nick hanya bisa menunggu di luar tanpa kepastian.Bunyi langkah kaki di tangga mengusik keheningan yang menyiksa. Sebuah langkah ringan tapi ragu, seperti seseorang yang tengah menimbang-nimbang apakah ini keputusan yang benar. Nicholas langsung menoleh.Eliza.Ia memakai baju tidur sederhana berwarna biru muda. Rambutnya digerai, wajahnya polos tanpa riasan, dan mata itu… mata yang dulu sering menatapnya dengan marah atau bingung, kini menatapnya dengan tenang. Bukan tanpa luka—tapi juga bukan tanpa harapan.Nick refleks berdiri dari kursinya. “Saya… saya akan pergi,” katanya buru-buru, menghindari tatapan itu karena takut membuat Eliza merasa tidak nyaman.“Tetap di situ.”Suara Eliza terdengar pelan tapi mantap.Seketika Nicholas terdiam, setengah membeku. Perlahan, ia menoleh dan menemukan

  • Istri Kecil Tuan CEO   SATU RUMAH, DUA DUNIA

    Langit Jakarta berawan pekat ketika Nicholas mengangkat ponselnya dan menekan nomor Ettan. Pagi itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Mungkin karena jendela rumah besar itu tak lagi terbuka seperti biasa. Mungkin juga karena Eliza belum keluar dari kamarnya sejak hari itu."Ya?" suara Ettan terdengar tegas di ujung sana."Dad, aku ingin minta ijin." Suara Nicholas pelan, hampir tak terdengar."Kenapa tidak masuk kantor? Kamu CEO sekarang, Nicholas. Kamu tahu tanggung jawabmu.""Aku tahu." Nick menghela napas. "Tapi aku... perlu waktu. Untuk menyelesaikan sesuatu di rumah."Hening.Ettan mendesah. "Apa ini soal Eliza?"Nicholas tak menjawab. Tapi keheningan itu cukup sebagai konfirmasi."Baik. Tapi kamu tetap harus pegang kendali. Geri bisa bantu pantau dari kantor. Aku akan tetap cek laporan tiap sore.""Terima kasih, Dad."Telepon terputus. Nicholas menyandarkan kepala ke dinding kamarnya, menatap langit-langit kosong seolah berharap ada petunjuk tentang bagaimana caranya mem

  • Istri Kecil Tuan CEO   TERAPI PROFESIONAL

    Eliza duduk di ujung sofa di kamarnya, tubuhnya kaku, kedua tangannya menggenggam ujung bantal kecil yang disediakan di pangkuannya. Cahaya sore menyelinap masuk dari sela tirai jendela, membentuk bayangan lembut di lantai. Di seberangnya, Dr. Meira duduk dengan sikap santai namun penuh perhatian, mengenakan kemeja putih dan celana kain abu. Wajahnya ramah, tidak menghakimi.“Terima kasih sudah mau bicara, Eliza,” sapa Dr. Meira lembut.Eliza mengangguk pelan. “Saya... nggak tahu harus mulai dari mana.”“Tidak apa-apa. Di sini, tidak ada yang memaksa. Kamu boleh diam. Atau menangis. Atau marah. Kita mulai dari apa pun yang kamu mau.”Eliza menggigit bibirnya. Matanya mulai berkaca-kaca bahkan sebelum satu kalimat keluar.“Saya... takut,” bisiknya. “Saya nggak tahu kenapa saya bisa begini. Semalam... saya merasa tubuh saya dicuri lagi. Sama seperti waktu itu.”Air matanya menetes. “Saya pikir, pernikahan bisa jadi tempat aman saya. Tapi ternyata...”Dr. Meira mengambil selembar tisu d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status