Share

Rayuan Maut

Author: UmiLovi
last update Last Updated: 2025-05-23 15:09:27

Segalanya berlangsung cepat dalam ingatan Eliza. Ketika ia sadar dari pingsan, dirinya sudah mendapati mamanya menangis tersedu-sedu di samping ranjangnya. Papanya pun tampak tak bisa menahan amarah ketika menyampaikan hasil diagnosa dokter. Dan anehnya, pria berdasi itu masih setia berada di kamar tempat Eliza di rawat meskipun ini sudah lewat tengah malam.

"Siapa lelaki yang sudah menghancurkan kepercayaan Papa sama kamu, Eliz?"

Pertanyaan itu berulang kali terlontar dari bibir Andreas dan putrinya tak sekalipun menjawab dengan gamblang. Eliza benar-benar tak ingat siapa pria itu, pria yang telah merenggut kesuciannya dan membuatnya harus berbadan dua di usia muda.

"Papa mencurigai satu nama, tapi Papa pengen denger dari mulut kamu sendiri siapa nama pria itu!"

"Eliz, katakan sama kami, Nak. Jangan ada apapun yang ditutupi." Anita mengambil alih interogasi yang berlangsung alot itu karena melihat suaminya semakin berang. "Dia harus bertanggungjawab atas bayi ini. Kasihan Nicholas kalo harus menanggung semua kesalahan yang nggak dia lakukan."

Sontak tatapan Eliza tertuju pada pria yang duduk di sofa itu. Nggak mungkin pria itu rela untuk tetap menikahinya meskipun Eliz sedang mengandung janin dari lelaki yang tak jelas asal-usulnya, bukan? Dia pria kaya-raya, bukan pria sembarangan, sudah dewasa pula, mana mungkin dia mempertaruhkan nama baiknya untuk meneruskan perjodohan gila ini?

"Eliz!"

"Om, boleh saya bicara berdua dengan Eliza?" Nicholas tiba-tiba bangkit, ia menahan lengan Andreas yang hendak mendekat ke ranjang putrinya.

Sepasang suami istri itu saling bersitatap selama beberapa detik, sebelum kemudian Anita bangkit dan menggamit lengan suaminya untuk keluar dari kamar itu. Suasananya semakin panas dan tegang, jadi Anita terpaksa setuju daripada Eliza babak belur ditangan ayahnya sendiri.

Ketika kedua orangtua Eliza sudah benar-benar pergi, Nicholas memberanikan diri duduk di kursi yang tadi ditempati oleh Anita, tepat di samping ranjang Eliza.

"Lo yakin masih mau nikah sama cewek kaya gue? Nggak lagi mabok 'kan Lo?" Eliza mulai menyemprot Nicholas dengan sinis. "Gue sih ogah ya nikah sama pria tua macam Lo. Meskipun gue diusir sama papa, dan harus ngelahirin bayi ini sendirian, gue nggak akan pernah mau nikah sama Lo!"

"Kenapa kamu tidak mau menikah sama saya? Apa kamu se-insecure itu?"

"Dih! Sori aja nih ya, cowok gue lebih keren daripada Lo!"

"Oh, jadi karena kamu sudah punya pacar, makanya nggak mau menerima lamaran saya?" Nick masih mencoba menggoda Eliza untuk mencairkan kebekuan diantara keduanya.

"Ya emang! Jadi mendingan Lo lupain deh impian lo buat nikah sama gadis muda belia macam gue. Hapus deh itu halusinasi lo yang nggak mungkin kesampaian. Dasar pedofil!"

"Apa janin yang kamu kandung sekarang adalah anak dari pacar kamu?" tanya Nick yang serta merta membuat bibir Eliza terkatup rapat. "Benar begitu?"

"Nggak usah ikut campur deh Lo. Sana keluar. Gue mau istirahat."

"Saya belum selesai bicara sama kamu, Eliza."

"Gue nggak mau ngomong sama Lo! Ngerti bahasa manusia nggak sih!" bentak Eliza ketus seraya menantang tatapan Nicholas yang tertuju padanya sedari tadi.

Pelan, Nick menghembuskan napasnya seraya membuang muka. Tak pernah ia duga bila menghadapi gadis AbG akan menjadi sesukar ini.

"Ya sudah. Kalau kamu mau istirahat, kita akan lanjutkan pembicaraan ini besok."

"Mau Lo apa sih!? Hm?" Eliza mulai kehilangan kesabaran. "Apa kurang jelas penolakan gue ha? Gue nggak mau nikah sama Lo, tuan muda Benedict. Tolong hargai keputusan gue!"

"Sebutkan alasan yang masuk akal, kenapa kamu nggak mau menikah sama saya?" desak Nick seraya melipat kedua tangannya di dada.

Tatapan yang tadinya teduh itu, tetiba berubah menjadi sorot dingin yang semakin membekukan ruangan. Eliza tergagap untuk beberapa saat, ia menelan saliva-nya dengan panik.

"Saya nggak akan memaksakan perjodohan ini, asal kamu kasi alasan yang logis sama saya."

"Lo segitu obsesnya sama gue, ya? Sampai-sampai Lo rela nikahin cewek yang udah hamil sama cowo lain?!" Eliza balik bertanya tentang tujuan Nicholas. "Gue emang polos, tapi gue nggak bodoh-bodoh amat buat ngeliat modus jahat pria macam lo!"

"Memangnya kamu tau apa tentang tujuan saya? Kamu bahkan nggak ngasi saya kesempatan buat ngomong. Kamu terus menjudge saya dan nggak mau menjawab satupun pertanyaan saya."

"Yaudah kalo gitu jelasin sama gue, kenapa Lo ngotot mau nerusin perjodohan aneh ini!"

"Karena saya pengen cepat punya istri. Usia saya sudah matang, saya juga sudah mapan."

"Kalo gitu, Lo sebenarnya  bisa dong nyari perempuan lain buat dinikahin alih-alih tetep nikah sama gue?" tuduh Eliza sengit.

"Saya maunya kamu. Nggak mau perempuan lain."

Jawaban singkat itu sontak membuat bola mata Eliza melebar dengan lucunya. "What!?"

"Saya nggak peduli kamu hamil atau punya anak sekalipun. Saya maunya kamu. Kamu tipe ideal saya dalam mencari istri."

"Nggak salah lagi, lo udah gila sih ini!"

"Saya waras, Eliza. Saya suka sama kamu sejak pertama kali saya lihat kamu di restoran tadi," tukas Nicholas menyela.

Tidak mungkin ia menyampaikan misinya yang sebenarnya. Eliza bisa saja kabur dan semakin menolak perjodohan ini jika dia sampai tahu bahwa Nick memanfaatkannya untuk memperoleh semua warisan Ettan. Terlebih, Eliza kini tengah mengandung bayinya, mustahil Nicholas akan melepas gadis belia bermata hazel ini begitu saja!

"Tapi gue hamil! Gue bunting. Ada bayi yang nggak jelas siapa bapaknya di dalem perut gue!"

"Justru itu, ijinkan saya jadi ayah untuk janin yang saat ini kamu kandung. Saya janji, saya akan tetap membebaskan kamu melakukan apapun selama kita menikah. Kamu akan tetap menjadi Eliza yang sekarang, dan saya menghormati apapun privasi kamu nantinya."

Hening. Eliza berusaha mencerna kata demi kata yang disampaikan oleh Nicholas Dante Benedict ke dalam otaknya. Ia yakin bila Nick bukanlah lelaki sembarangan, tapi mengapa pria itu sangat memaksa untuk meneruskan perjodohan gila ini.

"Pernikahan kita akan meredam gosip buruk tentang kehamilanmu yang bisa saja akan memperburuk usaha dan citra papamu. Apalagi kamu tahu, mamamu sedang merintis bisnis barunya di bidang entertainment. Setidaknya, dengan memiliki suami, kamu nggak akan lagi dihujat karena hamil di usia muda."

Eliza tertegun mendengar penuturan yang memang sangat masuk akal itu. Namun, batinnya masih mengelak dengan keras untuk menyerah begitu saja pada perjodohan ini. Pasti ada jalan lain, Eliza pasti menemukan solusi jitu untuk mengatasi malapetaka ini. Eliza tak mau menikah dengan pria tua berdasi ini, gaya bicaranya saja sangat kaku dan nggak asyik, apalagi sifatnya, pasti membosankan!

***************

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kecil Tuan CEO   KITA MULAI LAGI DARI AWAL | END

    Satu tahun setelah kecelakaan itu. Udara pagi di Benz Group terasa segar dengan semilir angin dari taman vertikal di sisi gedung. Di antara lalu-lalang karyawan yang sibuk, langkah seseorang menarik perhatian, Nicholas Benedict, CEO muda yang dulu sempat dikabarkan lumpuh total, kini berjalan pelan dengan bantuan tongkat logam hitam di tangan kanan. Ia mengenakan setelan abu muda, dasinya rapi, wajahnya lebih cerah dari biasanya. Setiap langkahnya masih hati-hati, tapi tegap. Senyum kecilnya muncul setiap kali menyapa karyawan yang menunduk hormat padanya. “Pagi, Pak Nicholas,” sapa Geri, yang kini kembali menjadi asisten pribadinya setelah sempat “dipecat pura-pura” oleh Ettan. “Pagi, Geri,” jawab Nicholas tenang sambil menepuk bahunya. “Laporan minggu ini sudah kamu kirim ke email Daddy?” “Sudah, Pak. Beliau nitip salam, katanya bangga karena Bapak akhirnya balik ke kantor, bukan cuma memantau dari rumah.” Nicholas terkekeh pelan. “Kalau di rumah terus, nanti aku malah ke

  • Istri Kecil Tuan CEO   LANGKAH PERTAMA

    Langit sore itu tampak bersahabat, meski ada selapis awan kelabu di ujung barat. Angin lembut berembus dari arah danau, membawa aroma rerumputan basah dan wangi tanah yang baru tersiram hujan semalam. Di tepi taman kota, di bawah pohon besar yang rindang, selembar tikar bermotif bunga sudah tergelar. Di atasnya, tersusun rapi bekal piknik yang disiapkan Eliza sejak pagi. “Lihat, Sus, sandwich-nya sampai tiga lapis,” gumam Eliza sambil terkekeh kecil. “Ah, biar puas, Nyonya. Nanti Tuan Nicholas pasti suka,” jawab Sus Tini sambil menata gelas plastik di sebelah keranjang buah. Nicholas mengangguk kecil, lalu mengelus kepala Nicola yang sedang berusaha memegang sendok. Bocah itu mengoceh riang, suaranya belum jelas tapi penuh semangat. “Papah…papah… cucu!” katanya sambil menunjuk jus mangga di depannya. Nicholas tertawa kecil. “Iya, itu jus buat Papa, bukan cucu,” godanya lembut. Tawa kecil itu menular. Eliza ikut tertawa sambil menuangkan jus ke gelas plastik kecil, sementara Sus

  • Istri Kecil Tuan CEO   KEJUTAN

    Hari sudah menjelang sore ketika Ettan akhirnya mengajak Nicholas pulang dari kantor.“Daddy yakin nggak ada yang perlu aku tanda tangani lagi?” tanya Nicholas curiga. “Kayaknya semua laporan tadi cuma revisi lama.”Ettan terkekeh kecil. “Kamu sekarang terlalu mudah curiga. Sudahlah, kita pulang aja. Eliza pasti udah nunggu di rumah.”Nicholas hanya mengangguk lemas. Ia tak ingin berdebat. Badannya pegal setelah terapi, pikirannya pun lelah karena sepanjang hari terasa aneh. Geri menghilang, Eliza sibuk dengan Nicola, dan bahkan di hari ulang tahunnya ini, tak ada yang terasa spesial.Ia tak tahu kalau sepanjang hari itu, seluruh keluarga sibuk berlarian di mansion utama. Eliza memimpin semuanya dengan cermat—mengatur dekorasi, memastikan katering datang tepat waktu, dan menyembunyikan balon-balon raksasa bertuliskan“Happy Birthday, Nicholas!” di balik tirai ruang keluarga yang megah.Nicola, meski baru 15 bulan, tampak bersemangat ikut membantu. Ia terus menunjuk balon-balon dan ter

  • Istri Kecil Tuan CEO   HARI YANG MENYEBALKAN

    Sejak pagi, suasana rumah Nicholas sudah terasa “aneh.” Ia terbangun lebih awal dari biasanya, berharap menemukan Eliza dan Nicola di kamar. Tapi yang ia temukan hanya secarik catatan kecil di atas meja nakas.[Sayang, aku ke rumah sakit sama Nicola ya. Hari ini jadwal dia vaksin dan sus Tini mendadak cuti. Sarapan udah aku siapin di dapur.]Nicholas mendesah panjang. Ia menatap jam di dinding — baru pukul tujuh pagi.“Kenapa harus sekarang sih vaksinnya?” gumamnya kesal. Ia tahu, hari ini jadwal terapinya di RS pusat dengan dokter Doni, dan biasanya Eliza selalu menemaninya. Tapi kali ini? Ia harus pergi sendiri.Nicholas mencoba menenangkan diri dengan berpikir positif. Tapi begitu turun ke dapur, suasana makin menguji kesabarannya.Sarapan yang “sudah disiapkan” ternyata hanya roti panggang dingin dan segelas susu dingin yang sudah tak terlalu segar.“Luar biasa,” keluhnya dengan nada sarkas. “Ulang tahun paling spesial dengan sarapan susu basi.”Pak Johan, sopir setianya, muncul

  • Istri Kecil Tuan CEO   TIGA BULAN KEMUDIAN

    Tiga bulan sudah berlalu sejak Nicholas mulai menjalani terapi intensif bersama dr. Doni. Pagi-pagi buta, suara kursi rodanya bergulir di lantai marmer ruang latihan menjadi pemandangan yang biasa. Peluh menetes di pelipisnya, namun setiap gerakan—sekecil apa pun—selalu diikuti dengan tekad kuat di matanya.“Pelan-pelan, Pak Nicholas. Fokus di lututnya dulu,” ujar dr. Doni sambil menahan kaki kanan Nicholas agar tetap stabil.Nick mengerang pelan menahan sakit, tapi ia tidak berhenti. “Saya bisa, Dok,” katanya dengan nada menahan perih.Eliza yang berdiri di sudut ruangan menggenggam tangan di dadanya, menatap Nick dengan perasaan campur aduk—antara kagum dan khawatir.Sejak terapi bulan kedua, Nicholas tak pernah lagi mengeluh. Jika dulu ia mudah frustrasi, kini ia justru menjadi orang paling disiplin di ruangan itu. Setiap instruksi dijalaninya tanpa protes. Ia bahkan sering datang lima belas menit lebih awal hanya untuk melakukan pemanasan sendiri.Dr. Doni sempat berkelakar, “Pasi

  • Istri Kecil Tuan CEO   MEMAAFKAN

    Ruang makan di mansion utama malam itu terasa berbeda dari biasanya. Lampu gantung kristal yang menjuntai di atas meja panjang memantulkan cahaya lembut, memberi suasana hangat yang seolah berusaha mencairkan segala kekakuan di udara. Ettan duduk di ujung meja, mengenakan kemeja abu-abu rapi seperti biasa, sementara Athena di sisi kanan, dengan senyum yang sedikit gugup tapi tulus. Ricky duduk di sebelah ibunya, dan di hadapan mereka, Eliza mendorong kursi roda Nicholas perlahan. Begitu memasuki ruangan, suara sendok dan piring berhenti sejenak. Semua mata tertuju pada Nicholas. Lelaki itu tampak tenang, tapi Eliza tahu betul, di balik wajah datarnya, ada badai kecil yang berusaha dikendalikannya. “Selamat malam, Nick. Eliza,” sapa Ettan hangat, berdiri untuk menyambut mereka. “Selamat malam, Dad,” jawab Eliza lembut, membungkuk sedikit. Nicholas hanya mengangguk sopan. “Selamat malam.” Sus Tini menggendong Nicola yang tampak antusias melihat banyak orang di ruangan itu. Rick

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status