Home / Romansa / Istri Kedua CEO Buta / 9. Ciuman Tidak Disengaja

Share

9. Ciuman Tidak Disengaja

Author: Anita Kim
last update Last Updated: 2024-09-01 07:43:59

Perempuan itu berlari ketakutan. Ia keluar dan bersembunyi di balik pintu ruang kerja suaminya.

Berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri kalau Dewa hanya sedang kesal saja.

Belum dua menit dia menghirup udara yang terbebas dari Dewa, perempuan itu mendengar suara barang pecah dari dalam ruangan.

"Pak Dewa," kaget Shafana. Dia langusng berlari, terkejut karena gelas yang sebelumnya dia berikan pecah, yang lebih parah, tangan Dewa berdarah. "Inalillahi, Pak Dewa."

Karena terburu-buru, ia menarik dasi Dewa, melilitkannya ke tangan kanan sang suami.

"Apa yang kau lakukan!"

"Maaf, Pak. Bentar aja tahan marahnya, tangan Pak Dewa luka, kalau keluar darah terus bahaya. Tunggu sebentar, saya cari P3K dulu.

"Panggil Roy."

Tidak dihiraukan. Dewa menghela napasnya. Dia sendiri yang menekan panggilan, mata pria itu memicing melihat Shafana yang menurutnya sangat bodoh. Ruangan ini miliknya, Shafana mau mencari kotak P3K sampai lebaran monyet pun tidak akan ketemu karena memang tidak ada di sana.

"Bodoh!"

Pintu ruangan itu terbuka, menampakan Roy yang datang dengan benda diperlukan.

"Saya saja, saya yang ambil," kata Shafana. Dia merebut kotak P3K dan kembali kepada Dewananda.

"Ulurkan tangannya, Pak."

Tidak diindahkan.

Kepala Shafana menggeleng, dia yakin, Dewa tidak akan mau melakukan itu. Akhirnya, dia sendiri menarik kursi roda Dewananda sampai pria itu menoleh ka arahnya.

Dengan sangat cekatan, ia membuka kotak P3K. Namun, yang dilakukannya malah membuat Dewananda semakin kesal. Dewa menarik tangannya dari Shafana, sayang sekali karena wanita itu terdorong, Shafana mencari perlindungan, maksudnya ingin berpegangan pada lengan Dewa tapi malah pria itu ikut tertarik dan jatuh di atas tubuhnya.

Bibir mereka bertemu, keduanya terdiam, meskipun terhalang selembar kain tipis, tapi kelembutan dan hangat dari bibir masing-masing terasa begitu nyata. Kacamata Dewa terlepas, membuat tatapan mereka bertemu. Sayangnya, Dewa begitu lihai, membuat Shafana yang gugup tidak sadar kalau suaminya sedang menatapnya.

Dunia seperti berputar di atas kepala, Dewa yang sadar lebih dulu menggeser tubuhnya, sayangnya, hal itu membuat Dewa tidak sengaja menggesekkan benda keramatnya ke tubuh sang istri. Rasanya, seperti ada gelenyar aneh, darah berdesir begitu hebat.

"Sh*t!" Pria itu mengumpat dalam hati.

"Maaf, Pak. Maafkan saya."

Shafana buru-buru bediri, sebetulnya dia juga sangat gugup. Jantungnya berdebar sangat kencang. Namun, dia harus membantu suaminya.

"Pergi!" kesal Dewa. Dia menepis tangan istrinya lagi. Tidak ingin Shafana mengobati tangannya. Dia meraba dan mengambil ponselnya. Tak lama setelah itu, Roy masuk ke ruangan.

Perempuan itu mengembuskan napas, dia hanya berdiri di pojokan, memperhatikan suaminya kemudian keluar. Bersembunyi di kamar mandi. Sakit, sesak, rasanya benar-benar menyiksa. Dia harus bagaimana? Dia juga tidak ingin menerima pernikahan ini. Namun, kenapa malah dia yang diperlakukan tidak baik.

"Apa salahku, Mas. Kenapa kamu ngelakuin ini." Shafana menumpahkan air matanya di sana, menenangkan diri, berharap kalau dia akan kembali membaik.

** **

"Jangan keluar dulu, Babe. Ah, bentar lagi."

"Aku udah enggak tahan, aku keluar, aku...."

Sepasang kekasih haram itu mendongak bersamaan, keduanya masih merasakan sisa-sisa pelepasan yang terjadi di atas kloset. Wajah yang cantik dan selalu menjadi pujian semua orang bak racun mematikan.

Kecantikan dan kemolekan tubuhnya seperti perangkap, siap untuk menjerat siapapun yang melihatnya.

Jangankan memiliki stastus sebagai seorang istri, andai Rania adalah siluman pun, tidak akan ada pria yang menolak rayuannya, Mungkin.

"Kenapa harus di sini?" bisik Rania. Bisa-bisanya Manendra menarik dia ke toilet pria.

"Mereka tidak akan marah, lagipula, semua orang sudah pulang, kecuali suamimu." Manendra kembali mengecup bibir Rania.

"Babe, aku juga harus pulang sekarang."

"Aku masih merindukanmu."

Kepala Rania menggeleng.

"Selesaikan urusanmu, rebut aku dari kakakmu, aku janji, bermain seharian pun, aku sanggup."

Rania melemparkan saputangan Manendra kepada pemiliknya. Bukan dibuang, pria itu malah melipat dan menghirupnya. Aroma cinta yang mengguar selalu membuatnya merasa lebih tenang.

"Jangan main ke rumah, aku tidak ingin Mas Dewa tahu kalau kita ada main."

Manendra hanya tersenyum. Melihat punggung Rania yang berjalan keluar.

"Mbak."

Mata Shafana menatap lekat Rania, memperhatikan penampilannya. Mereka yang secara kebetulan keluar dari pintu yang berbeda dipertemukan.

"Mbak kenapa keluar dari toilet pria?"

Menelan ludah sangat sulit, Rania merutuki kebodohan Manendra yang mengajaknya bercinta di toilet kantor, dia akui itu memberikan kenikmatan yang berbeda, tapi lihat sekarang.

"Saya mungkin salah baca," ucapnya dan berlalu begitu saja.

Shafana semakin bingung, dia saja yang baru di sana bisa membedakan mana toilet pria mana toilet wanita.

Belum habis rasa terkejutnya, Shafana melihat orang lain keluar dari sana. Manendra, pria itu nampak terkejut tapi kemudian memberikan senyum aneh pada Shafana.

"Kenapa pake toilet umum, kamu istri presdir di perusahaan ini, dia punya toilet sendiri 'kan?"

Shafana mundur satu langkah. "Maaf, Bang. Sebaiknya kita tidak perlu bertegur sapa lagi." Ia mengangguk kemudian berjalan tergesa-gesa meninggalkan Manendra. Shafana yang ketakutan sesekali menoleh ke belakang.

Sementara itu, tatapan Manendra semakin intens, bibirnya menyunggingkan senyum tidak biasa.

"Menarik," gumamnya menyeringai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
gag mau nantinya shafana di jebak sama si badjingan itu
goodnovel comment avatar
Aresha K
semangat thor, lanjut terus...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Kedua CEO Buta   33. Menunggu Diceraikan

    Di bawah cahaya lembut yang menari di lantai marmer, langkah tergesa seorang wanita tua melintasi lorong yang sunyi. Oma Nalani, dengan pakaian anggunnya yang berwarna gading, masuk ke dalam kamar Dewa dan Shafana tanpa menunggu aba-aba. Wajahnya menyiratkan kecemasan yang dalam, kedua matanya langsung tertuju pada sosok perempuan yang tengah terbaring di ranjang king-size.Di samping ranjang, seorang dokter tengah melepas stetoskopnya. Dengan suara tenang, ia menjelaskan kondisi pasiennya."Demamnya sudah mulai turun, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya hanya memberikan infus vitamin booster agar kondisinya cepat pulih," ujar sang dokter kepada Dewa. "Nyonya Dewa akan baik-baik saja."Mata Dewa menatap lurus menatap perempuan itu. Sementara itu, Shafana yang mendengar dokter menyebutnya sebagai Nyonya Dewa, menegang. Ia menelan ludah, lalu perlahan memalingkan wajahnya, tidak berani bertemu tatapan suaminya meksipun dia tahu kalau suaminya buta. Ada debar tak biasa dalam dada

  • Istri Kedua CEO Buta   32. Mulai Perhatian

    Malam itu, Rania mengenakan gaun merah anggun yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya dihiasi riasan yang menonjolkan kecantikannya. Namun, tatapan matanya penuh tipu daya. Masa ovulasinya tiba, membuatnya lebih bersemangat, tapi bukan untuk mendekati suaminya.Dewa, yang duduk di kursi roda dengan wajah dingin tanpa ekspresi, hanya mengangguk kecil ketika Rania pamit dengan alasan pekerjaan dadakan. Dia tahu perempuan itu berbohong, tapi memilih tidak berkata apa-apa. Saat Rania mencoba mengecup pipinya, Dewa menghindar dengan halus. Sikapnya semakin menunjukkan bahwa hubungan mereka hanya formalitas semata."Aku pergi ya, Mas. Kalau ada apa-apa minta sama Mbak Ima.""Heumm!" Dewa yang kala itu ada di ruang keluarga berpaling. Setelah Rania pergi, suasana rumah kembali hening. Dewa memutar roda kursi rodanya menuju lift untuk naik ke kamar. Ada sesuatu yang membuatnya terusik malam ini. Dia berhenti di depan pintu kamar mandi, mengetuk perlahan.“Shafa,” panggilnya dengan su

  • Istri Kedua CEO Buta   31. Kecemburuan Naura

    Dewa tanpa sadar menarik ujung bibirnya ketika melihat Shafana yang tertidur bersandar di bahunya. Pria itu membetulkan duduknya agar Shafana lebih nyaman. Roy yang melihatnya dari depan tersenyum tipis. Plak! Hening, keromantisan yang sebelumnya terasa berubah menjadi kepanikan untuk Roy. Dia ingin sekali pura-pura tidak mendengar dan tidak melihat. "Kenapa banyak nyamuk," gumam Shafana dalam tidurnya. Kelopak mata Dewa terpejam, pria itu menurunkan tangan Shafana dari wajahnya, tapi hal yang lebih gila terjadi, wanita itu merubah posisinya, dia meringkuk, menjadikan paha Dewa sebagai bantalan. Kedua tangan Dewa mengepal, dia berusaha untuk tetap baik-baik saja ketika wajah Shafana menyentuh area yang seharusnya tidak dia sentuh. Dewa memalingkan wajah, menggigit bibir dalamnya gelisah. Roy kembali tersenyum, wajah Shafana yang menghadap perut Dewa pasti membuat Dewa tidak nyaman. ** ** Di dalam kamar mandi, Dewa terdiam cukup lama di bawah guyuran air dingin. P

  • Istri Kedua CEO Buta   30. Semakin Dekat

    Dewa duduk di kursi kerjanya, matanya tak bisa lepas dari pintu yang masih tertutup. Apa yang dia harapkan sebetulnya, Shafana? Namun, harapan itu pupus seiring waktu berlalu dan kursi di sebelahnya masih kosong. Jari-jarinya drumming di atas meja, sebuah tanda kegelisahannya yang tak bisa dia sembunyikan. Meski berusaha keras untuk fokus pada dokumen di depannya, pikirannya melayang-layang memikirkan kemungkinan aneh yang sedang dilakukan Bima dengan istrinya. "Aku pasti sudah gila," gumam Dewa lantas menggelengkan kepalanya. Ponsel di sakunya bergetar, isyarat panggilan masuk, tapi bukan dari Shafana. Dewa menghela napas, menahan diri untuk tidak meluapkan kegelisahannya. Baru saja dia hendak menghubungi Roy, pintu ruangan terbuka dengan tiba-tiba. Shafana muncul, napasnya terengah-engah. "Maaf, Pak Dewa, aku terlambat," ucap Shafana cepat, suaranya terdengar tergesa-gesa. "Ada masalah mendadak di kantor Pak Bima yang harus aku selesaikan." Dewa hanya mengangguk pelan, berdehe

  • Istri Kedua CEO Buta   29. Hanya Mimpi?

    Jantung Shafana berdebar kencang, dipenuhi rasa lega dan kekosongan yang aneh. Kenangan malam sebelumnya, saat Dewa menciumnya dan meninggalkan bekas yang menyengat di bibirnya, terasa begitu nyata. Namun saat dia melihat pantulan dirinya di cermin, dia tidak melihat tanda-tanda pertemuan itu. Itu hanyalah mimpi. "Aku pasti sudah gila, tapi kenapa rasanya sangat nyata. Bibirnya, seperti bukan mimpi." Shafana menghela napas kasar. Dia mengabaikan perasaan yang masih tersisa dan menuruni tangga, wajahnya tertutup hijab yang mengalir, kecantikannya semakin terpancar dengan kesederhanaan dan keanggunan pakaian itu. Saat dia mencapai ruang makan, dia melihat Dewa dan Rania, istri pertama suaminya sudah duduk di meja, menikmati sarapan mereka. Tatapan Shafana tertuju pada Dewa, dan dia terkejut melihat luka mengering di sudut bibirnya. "Mas Dewa, apa yang terjadi pada bibirmu?" tanyanya, suaranya hanya bisikan. Dewa meliriknya, ekspresinya tak terbaca. "Tidak apa-apa," katanya si

  • Istri Kedua CEO Buta   28. Mulai Luluh

    Sementara itu, di ruang baca, Dewananda merenung. Dia masih berusaha memikirkan kenapa Shafana tiba-tiba marah padanya. Roy, yang setia berdiri di sampingnya, mulai berbicara. “Pak, hari ini banyak hal terjadi. Saya mendengar percekcokan di rumah Non Shafana,” katanya hati-hati. Dewananda menatap Roy dengan alis terangkat. “Bagaimana kau tahu?” tanyanya curiga. Roy menghela napas. “Saya meletakkan penyadap di rumah Non Shafana, seperti yang Anda minta,” jawabnya pelan. Dewananda terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Perdengarkan,” perintahnya. Roy mengeluarkan perangkat kecil dari sakunya dan memperdengarkan suara kekacauan yang terjadi di rumah Shafana. Suara tangisan, teriakan, dan percakapan yang penuh emosi terdengar jelas. Dewananda mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Air mata Shafana tak henti-hentinya mengalir. "Bodoh! Bodoh! Aku bodoh!" gumamnya, tangannya mencengkeram erat selimut. Kesadaran atas kesalahannya menghantamnya sepert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status